Jurusan Hubungan Internasional Universitas Katolik Parahyangan (HI Unpar) kembali menggelar Webinar The “New Normal” Talk Series yang keempat pada Selasa (19/5/2020) dengan mengangkat tema “Diplomasi dan Transparansi Data: Sebuah Refleksi di Masa Pandemi”. Webinar yang dibagi ke dalam dua sesi tersebut mengundang pakar dan praktisi HI serta narasumber yang berkecimpung di bidang Politik Media dan Masyarakat. Webinar ini pun dipandu oleh Marshell Adi Putra, M.A sebagai moderator.
Sesi pertama dibuka oleh Sukawarsini Djelantik, Ph.D yang membawakan topik mengenai diplomasi di masa pandemik COVID-19. Disebutkan bahwa keadaan saat ini memiliki kesamaan dan perbedaan dengan era 9/11, di mana juga digunakan istilah Global War pada keduanya. Adanya perbedaan, disampaikan Sukawarsini, menyebabkan dibutuhkannya strategi diplomasi atau kerja sama baru untuk menghadapi isu pandemik ini.
Webinar dilanjutkan dengan pembicara kedua, yaitu Listiana Operananta (Direktur Informasi dan Media Kemenlu RI). Kemenlu telah menerapkan pemanfaatan platform media dari berbagai sisi untuk menyediakan informasi dan bantuan semaksimal mungkin. Diseminasi informasi dilakukan melalui media sosial juga lewat press briefing yang dilakukan Menteri Luar Negeri sendiri maupun juru bicara.
Layanan hotline juga dioptimalkan terutama untuk warga negara Indonesia (WNI) yang masih tinggal di luar negeri. Sementara bagi WNI yang bepergian—tidak menetap—, Kemenlu menggunakan platform SAFE Travel untuk memberikan update mengenai wilayah yang akan dikunjungi. Diplomasi publik juga menjadi salah satu strategi yang digunakan oleh Kemenlu.
Sementara Albert Triwibowo, M.A, yang juga membawakan topik mengenai diplomasi, menekankan bahwa diperlukan kerja sama global dari tiap-tiap negara. Diplomasi sendiri disarankan untuk fokus kepada exchanges—mengingat saat ini bantuan dari pihak manapun sangat dihargai.
Exchanges yang dimaksud pun bisa beragam bentuknya, bisa berupa barang, jasa, ahli dan praktisi, hingga informasi. Begitu pula dengan yang disampaikan oleh Jessica Martha, M.IPOL, pembicara terakhir di sesi pertama. Kerja sama dan komunikasi yang tepat akan mempermudah pertukaran serta penyampaian terjadi, baik kepada publik di negaranya maupun di negara lain.
Sesi kedua, lebih dalam lagi, berfokus pada maksimalisasi penggunaan data dan informasi––bukan hanya soal diplomasinya semata. Sesi ini diisi oleh Wahyu Dhyatmika (Pemimpin Redaksi Tempo), Sapta Dwikardana, Ph.D (Pengajar tetap HI UNPAR), dan Anggia Valerisha, M.Si (Pengajar tetap HI UNPAR).
Pada masa ini, disebutkan Wahyu, dunia tidak hanya mengalami pandemik saja namun juga infodemic. Infodemic adalah situasi yang mana terdapat perputaran informasi secara cepat, sehingga sulit menyaring kebenarannya. Maka, dibutuhkan konektivitas antar lembaga dan aktor-aktor yang terkait di dalamnya. Sapta menyatakan, salah satu caranya adalah dengan menerapkan smart city, yakni konsep kota yang mendorong konektivitas.
“Kota ini menarik minat banyak orang, sehingga banyak individu yang keluar masuk kota. Hal tersebut yang menyebabkan penyebaran virus pun semakin meluas,” ujar Sapta menjelaskan alasan kota menjadi salah satu masalah pada isu pandemik.Smart city yang menekankan konektivitas ini akan mendukung penyelesaian COVID-19. Salah satu alasannya adalah karena akan terjadi keterbukaan dan transparansi data serta informasi di dalam smart city.
Di sisi lain, Anggia menyatakan bahwa diseminasi informasi dan transparansi juga akan mendukung terciptanya keberhasilan dari social-vaccine. Kontrol terhadap efektivitas data dan informasi akan menjamin keberhasilan social-vaccine yang juga membantu meredam laju pandemi hingga nanti terciptanya vaksin medis. (AKA)