Wakil Menteri Hukum dan HAM Terima Prosiding Pembaruan KUHP 2021 Empat Kampus Hukum

UNPAR.AC.ID, Bandung – Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) RI Edward Omar Syarief Hiariej menerima prosiding konsultasi nasional pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Selasa (22/6/2021). Empat perguruan tinggi hukum, yaitu Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR), Universitas Padjajaran (Unpad), Universitas Brawijaya (Unibraw), dan Sekolah TInggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera menyerahkan prosiding berisi paparan hasil diskusi rangkaian Konsultasi Pembaruan KUHP 2021 yang telah berlangsung pada 27-29 Mei 2021 lalu. Konsultasi itu dilaksanakan dalam serangkaian kegiatan panel utama dan 4 panel tematik secara berangkai yang menghadirkan 26 panelis dari beragam latar belakang keahlian untuk membahas isu-isu terkait RKHUP.

Sebagaimana diketahui, Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman” UNPAR, Pusat Studi Kebijakan Kriminal Unpar, Pusat Pengembangan Riset SIstem Peradilan Pidana (PERSADA) Unibraw, dan BIdang Studi Hukum Pidana STHI Jentera menginisiasi konsultasi nasional itu dengan panel utama bertemakan “Apakah Pembaruan KUHP Sudah Berdasarkan Konstitusi Negara Republik Indonesia?”. Sementara panel tematik dengan 4 tema masing-masing bertemakan “Uji Implementasi Rancangan KUHP terhadap Peraturan Perundang-undangan dan Hukum Acara Pidana”, “Pidana dan Pemidanaan”, Rancangan KUHP dan Hak Asasi Manusia”, dan “Tindak Pidana Korupsi”.

Penyelenggaraan konsultasi nasional tersebut dilatarbelakangi oleh para akademisi dan praktisi yang menaruh perhatian pada proses pembaruan hukum pidana Indonesia. Dimana pembaruan hukum pidana merupakan proyek besar yang melintasi berbagai dimensi, cara pandang, dan dinamika terkait dengan nilai-nilai sosial, budaya, tata dunia yang berubah, serta kepentingan politik dan ekonomi nasional, maka pembaruan hukum pidana harus dilakukan secara terpadu dan demokratis yang mencerminkan nilai-nilai yang Pancasila, Konstitusi Negara Republik Indonesia UUD 1945 dan semua instrumen hak asasi manusia universal.

Konsultasi nasional ini pun bertujuan agar seluruh masyarakat Indonesia dapat mengetahui perkembangan dan dinamika proses pembaruan KUHP yang tengah berjalan, masyarakat juga dapat mengidentifikasi dan memetakan proses dan substansi pembaruan KUHP apakah sudah berdasarkan konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku ataukah sebaliknya? Konsultasi Nasional ini juga mendiskusikan terkait apakah kebijakan RKUHP telah berdasarkan data (evidence-based public policies) dan Konstitusi Negara Republik Indonesia ataukah berlandaskan opini (opinion based policy). Karena hakikatnya pengembangan kebijakan didasari oleh bukti yang dihasilkan dari penelitian semestinya menggantikan kebijakan yang dilandasi opini.

“Dari hasil Konsultasi Nasional Pembaruan KUHP tersebut, kami tuangkan dalam bentuk prosiding guna memberikan sumbangsih yang signifikan terhadap RKUHP Nasional yang memanusiakan manusia dan jauh dari semangat kolonial sebagaimana diharapkan oleh para founding fathers Republik Indonesia,” tutur Tim Konsultasi Nasional Pembaruan KUHP 2021.

Tim Konsultasi Nasional Pembaruan KUHP 2021 menuturkan, mendukung dan mengapresiasi perubahan positif dalam RKUHP yang berhasil dirumuskan oleh Pemerintah dan DPR. Namun demikian, dari hasil diskusi sepanjang Konsultasi Nasional, RKUHP tersebut masih memiliki beberapa kekurangan yang bersifat fundamental dan justru kontraproduktif dengan tujuan awal pembentukannya, yakni semangat untuk melakukan dekolonialisasi, harmonisasi, humanisasi, dan demokratisasi hukum pidana.

“Tim Konsultasi Nasional Pembaruan KUHP 2021 juga membuat 11 (sebelas) catatan kesimpulan yang dituangkan dalam pernyataan sikap bersama (joint statement) yang salah satunya poinnya yakni, Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum tertinggi harus menjadi patokan dasar dalam pembaruan KUHP. Rancangan KUHP tidak boleh bertentangan dengan semangat konstitusi, terkhusus pada aturan-aturan pidana yang telah dinyatakan bertentangan dengan konstitusi negara Republik Indonesia,” ujarnya.

Enam Rekomendasi

Untuk itu, dalam prosesi penyerahan Prosiding ini, Tim Konsultasi Nasional Pembaruan KUHP 2021 merekomendasikan Pemerintah Indonesia untuk mengambil enam langkah berikut ini. Pertama, Pemerintah harus memahami dan mengimplementasikan politik hukum penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia yang telah tercantum dalam konstitusi maupun putusan yang telah dibangun oleh Mahkamah Konstitusi.

Kedua, hukum positif dan hukum yang hidup dalam masyarakat tidak perlu dipertentangkan oleh Negara, namun justru harus diintegrasikan ke dalam tata hukum yang baru. Ketiga, dalam pembaruan KUHP, pembentuk RKUHP tidak bisa menggunakan pendekatan dari aspek legal formal saja, tapi juga harus menggunakan pendekatan filsafat, sosial, ekonomi/bisnis, kriminologi, viktimologi, psikologi/psikiatrik, kesehatan masyarakat, pemasyarakatan dan sebagainya.

Selanjutnya, karena RKUHP akan berlaku untuk seluruh masyarakat Indonesia, maka sudah semestinya pembahasan RKUHP bersifat inklusif dan melibatkan kalangan yang lebih luas, khususnya kelompok masyarakat yang rentan dan paling terdampak dari pemberlakuan RKUHP tersebut. Kelima, kajian dan evaluasi terhadap penormaan asas pidana, pedoman pemidanaan dan alternatif pemidanaan yang sesuai dengan tujuan pemidanaan untuk memperkuat konsep keadilan restoratif dan pemasyarakatan adalah hal yang mutlak dan penting untuk dilakukan.

“Terakhir, mempersiapkan hal-hal teknis maupun peraturan pelaksana RKUHP, termasuk melakukan revisi terhadap Undang-undang No.12 Tahun 2001 jo. Undang-Undang No. 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dan mempertimbangkan ulang hal-hal yang tidak logis untuk dijalankan agar rekodifikasi yang telah dilakukan tidak sia-sia,” demikian rekomendasi yang diberikan Tim Konsultasi Nasional Pembaruan KUHP 2021. (Ira Veratika SN-Humkoler UNPAR).

Berita Terkini

Kontak Media

Humas UNPAR

Kantor Sekretariat Rektorat (KSR), Universitas Katolik Parahyangan

Jln. Ciumbuleuit No. 94 Bandung 40141 Jawa Barat

Jun 22, 2021

X