UNPAR.AC.ID, Bandung – Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) menerima apresiasi berupa piagam penghargaan dari Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah IV Jawa Barat dan Banten sebagai Perguruan Tinggi yang telah membentuk tim Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS). Penghargaan tersebut diberikan usai dilakukan Rapat Koordinasi Tim Satgas PPKS di lingkungan LLDIKTI IV pada 27 Oktober 2023 lalu.
Sekadar informasi, Satgas PPKS UNPAR terdiri dari 5 dosen, 2 tenaga kependidikan, dan 6 mahasiswa. Satgas PPKS UNPAR ditetapkan berdasarkan Keputusan Rektor Nomor: III/PRT/2022-10/084 tentang Pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Universitas Katolik Parahyangan. Keputusan tersebut ditetapkan per tanggal 18 Oktober 2022.
Adapun struktur Satgas PPKS UNPAR sebagai berikut:
- Dr. Niken Savitri, S.H., MCL (Ketua Satgas PPKS UNPAR)
- Nastiti Anggarini Wiraputri, S.Psi., CGA (Sekretaris)
- dr. Andre Somba Gugun Samosir, DHPE (Anggota)
- Dr. Rulyusa Pratikto, S.AB.,M.S.E (Anggota)
- Anggia Valerisha, S.IP., M.Si. (Anggota)
- Yulia Indrawati Sari, Ph.D (Anggota)
- Yohanes B. Anggono Susilo, S.Psi, CGA (Anggota)
- Farhan Hadian (Anggota)
- Felicia Angelina Sitepu (Anggota)
- Penti Aprianti (Anggota)
- Sesilia Rainaputri Jans (Anggota)
- Alesha Lovadena Harmein (Anggota)
- Taufik Akbar (Anggota)
Ketua Satgas PPKS UNPAR Dr. Niken Savitri, S.H., MCL mengatakan, piagam penghargaan yang diberikan LLDIKTI IV kepada UNPAR, karena secara normatif pembentukan Satgas PPKS telah diwajibkan dan diamanatkan oleh Peraturan Menteri No. 30 tahun 2021 yang kemudian ditindaklanjuti oleh Peraturan Rektor UNPAR tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di UNPAR. Idealnya pembentukan Satgas PPKS dilakukan dan menjadi kewajiban dari semua Perguruan Tinggi.
“Apresiasi diberikan karena tampaknya masih banyak Perguruan Tinggi yang belum membentuk Satgas PPKS sesuai dengan pedoman yang ditentukan oleh Kementerian dan Irjen Dikbud. Atau masih banyak yang sudah membentuk Satgas PPKS namun belum mendaftarkan Satgas PPKS ke LLDIKTI,” ujar Dr. Niken melalui wawancara tertulisnya, Jumat (3/10/2023).
Dr. Niken pun mengakan bahwa bahwa komitmen Satgas PPKS UNPAR sebelum dan sesudah adanya penghargaan tersebut tidak akan berubah. Sesuai dengan yang pernah disosialisasikan ke semua fakultas dan ke kalangan mahasiswa, komitmen Satgas PPKS UNPAR didasarkan pada visi misi dari Satgas PPKS dan prinsip yang ditegakkan selama ini.
“Masih banyak permasalahan yang dihadapi terkait target zero tolerance atas kekerasan seksual di UNPAR dan menciptakan kampus aman dari KS. Ini menyangkut banyak faktor termasuk faktor paling sulit adalah faktor budaya. Budaya untuk tidak mentoleransi adanya kekerasan seksual sekecil apapun harus selalu disosialisasikan,” ucapnya.
Lebih lanjut, tuturnya, agar Satgas PPKS dapat optimal berkontribusi perlu dukungan maksimal juga dari semua pihak termasuk UNPAR. Hal-hal yang dibutuhkan oleh Satgas PPKS seperti ruangan, beban SKS dosen yang menjadi anggota Satgas, sampai saat ini belum menjadi perhatian.
“Selain dari hal di atas, permasalahan muncul juga karena budaya mahasiswa yang tidak mau/enggan melapor peristiwa KS tapi lebih suka memposting di media sosial sehingga justru tidak ada tindak lanjut dan solusi atas persoalan KS yang terjadi. Mahasiswa juga masih enggan melapor bila itu melibatkan dosen sebagai terduga pelaku. Budaya dosen dalam mengajar juga masih harus diperbaiki karena ada perbedaan persepsi antara dosen dan mahasiswa dalam menilai apakah sesuatu itu terkait dengan KS atau tidak,” tuturnya.
Melalui Satgas PPKS yang telah dibentuk, UNPAR menyediakan layanan pelaporan Kekerasan Seksual (KS). Penanganan KS dilakukan melalui pendampingan; pelindungan; pengenaan sanksi administratif; dan pemulihan korban. Dalam hal ini, penanganan dilakukan oleh Satgas PPKS UNPAR.
Upaya pendampingan yang diberikan mencakup konseling, layanan kesehatan, bantuan hukum, advokasi dan/atau bimbingan sosial serta rohani. Pendampingan dilakukan berdasarkan persetujuan korban atau saksi. Jika korban tidak memungkinkan untuk memberikan persetujuan, maka persetujuan diberikan oleh orang tua atau wali korban.
Sementara pengenaan sanksi administratif bagi pelaku jika terbukti benar melakukan KS akan dikenai sanksi ringan, sedang, hingga berat sesuai dengan rekomendasi Satgas PPKS yang disampaikan kepada Rektor.
Sanksi yang diberikan diantaranya berupa:
- Teguran tertulis; atau
- Pernyataan permohonan maaf secara tertulis yang dipublikasikan di internal Universitas atau media massa;
- Pemberhentian sementara dari jabatan tanpa memperoleh haknya; dan
- Pemberhentian tetap dari jabatan sebagai dosen atau tenaga kependidikan, atau pelarangan beraktivitas di kampus bagi warga sekitar kampus sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sementara bagi mahasiswa pemberian sanksi juga meliputi:
- Pemberian skors;
- Pencabutan beasiswa; dan
- Pemberhentian tetap sebagai mahasiswa.
Dalam hal ini, Rektor berhak menjatuhkan sanksi yang lebih berat dari sanksi yang sudah direkomendasikan oleh Satgas PPKS dengan pertimbangan:
- Korban merupakan penyandang disabilitas;
- Dampak KS yang dialami korban; dan/atau
- Pelaku merupakan anggota Satgas PPKS UNPAR atau pejabat struktural.
UNPAR pun memastikan dalam masa pemulihan korban, tidak akan mengurangi hak korban dalam proses pembelajaran, hak kepegawaian, atau hak lain sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Korban KS juga berhak atas jaminan kerahasiaan dirinya; meminta pendampingan, pelindungan, dan/atau pemulihan dari UNPAR melalui Satgas; hingga memperoleh fasilitas di bidang akademik atau keuangan yang dibutuhkan sesuai rekomendasi Satgas.
Pelaporan terhadap kekerasan seksual di wilayah kampus UNPAR dapat dilakukan melalui Hotline: 0813-2074-4852 dan Email: satgasppks@unpar.ac.id. (NAT/SYA-Humkoler UNPAR)