UNPAR.AC.ID, Bandung – Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) secara resmi menandatangani Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) bersama dengan PT. Raesaka Amanah Widyakarya (Parongpong RAW Lab) pada Jumat (22/11/2024) lalu.
Penandatangan kerja sama dengan komitmen pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi tersebut dilakukan oleh Rektor UNPAR, Prof. Ir. Tri Basuki Joewono, Ph.D. serta Rendy Aditya, B.Arch., M.B.A selaku direktur utama dari Parongpong RAW Lab.
Dalam kerja sama ini, kedua belah pihak sepakat untuk mengembangkan potensi sumber daya yang dimiliki dalam rangka:
- Penyelenggaraan kampanye lingkungan,
- Pengelolaan sampah menjadi material yang berguna,
- Pengadaan barang dan jasa.
Rendy Aditya, B.Arch., M.B.A melalui sambutannya menjelaskan terkait istilah Earth Overshoot Days yang menjadi ide sederhana dari Parongpong RAW Lab. Istilah tersebut sendiri mengacu pada hari di mana masyarakat menghabiskan cadangan sumber daya pada tahun tersebut, sehingga harus dilakukan peminjaman kepada tahun depan.
“Waktu saya kecil, tanggal 31 Desember baru pinjam yang tahun 1987. Tapi waktu anak saya kecil, tanggal 30 Juli sudah harus pinjam yang 2020. Artinya apa? Kalau saya bisa sampai akhir tahun, anak saya cuma bisa setengah, cucu saya cuma seperempat, mungkin kita gak bisa punya cicit,” tutur dirinya.
Sebagai salah satu alumni Program Studi Arsitektur UNPAR yang lulus pada tahun 2007, ia merasa bahwa dirinya merupakan salah satu penyumbang polusi udara, air, dan juga tanah.
“Karena konstruksi itu salah satu industri yang paling banyak impact-nya. Di sisi lain, kita juga terus-menerus menghasilkan sampah yang tidak bisa diolah,” ungkapnya.
Berbeda dengan milenial, dirinya juga menyampaikan bahwa Gen Z sendiri memiliki sifat apokaliptik namun tidak memiliki opsi dan pengetahuan yang cukup. Oleh karena itu, dirinya berharap MoU ini bisa tidak hanya menghadirkan produknya, namun juga pengetahuan melalui workshop, tempat riset, dan kegiatan kerja sama lainnya dengan organisasi atau mata kuliah.
“Tujuannya satu, bagaimana supaya suatu hari nanti, yang tadinya kita adalah generasi yang tidak bisa punya cicit, cicitnya cicit kita bisa ke sebuah museum dan melihat sebuah kotak plastik dalam kaca terus mereka bilang ‘ini apaan ya?’. Terus, temannya bilang ‘katanya ini tempat sampah, kalau orang zaman dulu, sampah dibuang ke sini. Di zaman mereka, itu sudah tidak valid dan relevan karena ternyata there’s no such thing as waste, only material out of place,’” ucap dirinya. (KTH-Humas UNPAR)