UNPAR.AC.ID, Bandung – Seminar “Optimizing Rural Health Through Technology Innovation” yang diadakan pada Selasa (13/08/2024), oleh Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) menjadi ajang penting dalam membahas peran teknologi dalam meningkatkan pelayanan kesehatan di daerah pedesaan. Acara ini, hasil kolaborasi antara Fakultas Teknologi Informasi dan Sains (FTIS) dan Fakultas Kedokteran (FK) UNPAR, menghadirkan dua narasumber utama: Prof. Dr. Raju Lakshmana dari Melbourne University, Australia, dan Prof. Dr. Ir. Veronica Sri Moertini, M.T., dari FTIS UNPAR.
Rektor UNPAR, Prof. Ir. Tri Basuki Joewono, Ph.D., dalam sambutannya menegaskan betapa pentingnya seminar ini untuk menjawab tantangan global dalam bidang kesehatan, khususnya di wilayah pedesaan.
“Kami sangat bangga bisa menyambut Prof. Raju Lakshmana di UNPAR. Kehadirannya merupakan tonggak penting dalam menjajaki potensi kerja sama antara UNPAR dan Melbourne University, yang dapat mendorong keunggulan akademik dan penelitian di kedua institusi,” ujar Prof. Tri Basuki.
Ia juga menekankan pentingnya seminar ini dalam mendukung langkah awal Fakultas Kedokteran UNPAR. “Kolaborasi ini adalah bagian dari komitmen kami untuk menghadirkan pendekatan interdisipliner dalam menangani tantangan kesehatan global, terutama dalam konteks perawatan kesehatan di daerah terpencil,” tambahnya.
Prof. Dr. Raju Lakshmana membuka presentasinya yang berjudul “How to Improve Excellent and Quality in Rural Health?” dengan menyoroti peran vital telemedicine dalam menyediakan layanan kesehatan di daerah terpencil. “Telemedicine, pada dasarnya, adalah penggunaan teknologi untuk mendukung layanan kesehatan di mana jarak menjadi penghalang,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, “Teknologi ini memungkinkan kita untuk memberi saran, memantau kondisi pasien, dan bahkan memberikan perawatan jarak jauh, seperti yang pertama kali dilaporkan dalam jurnal Lancet pada tahun 1987.”
Prof. Raju juga membagikan pengalamannya tentang bagaimana badan-badan seperti NASA dan layanan kesehatan di Australia memanfaatkan telemedicine untuk memberikan perawatan kepada mereka yang berada di lokasi terpencil, termasuk di stasiun antariksa dan ekspedisi ke Antartika.
Dalam paparannya, Prof. Raju juga menguraikan berbagai model telehealth yang telah diterapkan di Australia. Salah satunya adalah model konsultasi yang difasilitasi di mana tenaga medis datang ke rumah pasien dengan perangkat telehealth.
“Model ini terbukti lebih efektif dibandingkan dengan model lain, terutama di daerah pedesaan di mana akses ke fasilitas kesehatan sangat terbatas,” jelasnya.
Ia juga menekankan pentingnya infrastruktur teknologi yang memadai, dengan mengatakan, “Keberhasilan telehealth sangat bergantung pada kualitas koneksi internet dan perangkat audio visual. Sebuah sistem hanya sekuat mata rantai terlemahnya, dan dalam hal ini, koneksi internet yang buruk dapat menghambat keberhasilan konsultasi telehealth.”
Prof. Dr. Ir. Veronica Sri Moertini, M.T., melanjutkan diskusi dengan presentasinya yang berjudul “Telehealth Mobility for Transforming Rural Healthcare: Risk vs Benefit”. Ia menyoroti berbagai manfaat dan tantangan dalam implementasi telehealth di daerah pedesaan.
“Telehealth membuka peluang besar untuk meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan, namun kita harus waspada terhadap risiko-risiko seperti keamanan data dan kesiapan infrastruktur,” tegasnya.
Prof. Veronica juga menekankan pentingnya pelatihan dan pendidikan untuk mendukung adopsi telehealth. “Pelatihan yang efektif dan pendidikan harus dirancang dan diimplementasikan untuk memastikan adopsi telehealth yang lebih mulus dan hasil yang lebih baik,” tambahnya.
Lebih lanjut, Prof. Veronica juga membahas tantangan regulasi yang dihadapi dalam penerapan telehealth. “Kebijakan mengenai resep obat melalui telehealth memerlukan perubahan besar dalam regulasi, seperti yang telah dialami Australia,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti pentingnya kerja sama lintas sektor untuk mendukung implementasi telehealth. “Kerja sama antara pemerintah, sektor swasta, dan institusi pendidikan sangat diperlukan untuk menciptakan sistem yang efektif, aman, dan berkelanjutan,” jelasnya. Dalam pandangannya, telehealth bukan hanya sekadar solusi teknis, tetapi juga merupakan perubahan paradigma dalam cara layanan kesehatan disampaikan, terutama di daerah-daerah yang sulit dijangkau.
Mengakhiri pemaparannya, Prof. Veronica memberikan kesimpulan yang mencerminkan pentingnya manajemen risiko dalam implementasi telehealth.
“Telehealth menawarkan banyak manfaat di daerah pedesaan, namun risiko-risikonya harus dikelola dengan hati-hati agar implementasinya sukses. Dukungan teknologi yang memadai serta komitmen dari semua pemangku kepentingan sangatlah krusial,” ujarnya, menegaskan kembali pentingnya pendekatan holistik dan terkoordinasi dalam mengadopsi teknologi baru ini. (NAT-Humas UNPAR)