UNPAR.AC.ID, Bandung – Lebih dari satu tahun dunia pendidikan seolah mati suri, meski kegiatan belajar-mengajar masih berlangsung berkat bantuan teknologi. Melalui diskusi bertajuk “Kebangkitan Pendidikan Nasional di Masa Pandemi” yang diadakan Tempo Media Group, Selasa (25/5/2021), Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) berbagi tantangan dan peluang digitaliassi pendidikan saat pandemi Covid-19.
Selain Rektor UNPAR Mangadar Situmorang, Ph.D., dalam diskusi tersebut turut hadir pula Plt. Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Pusdatin Kemendikbudristek) Muhamad Hasan Chabibie, dan Direktur Telekomunikasi pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Aju Widyasari,
Lalu Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof. Ir. Mochamad Ashari, M.Eng., Ph.D., Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof. Reini Wirahadikusumah, Ph.D., Rektor Universitas Kristen Indonesia (UKI) Dr. Dhaniswara K. Harjono, S.H., M.H., M.B.A., serta Peneliti & Praktisi Pendidikan Najelaa Shihab. Diskusi yang dimoderatori Editor tempo.co Martha Warta Silaban itu merupakan bagian dari rangkaian diskusi yang telah berlangsung sejak Senin (24/5/2021) kemarin untuk mensosialisasikan beberapa program pada momentum Hari Kebangkitan Nasional pada 20 Mei 2021 lalu.
Rektor UNPAR Mangadar Situmorang, Ph.D., melihat bahwa digitalisasi pendidikan saat pandemi merupakan satu hal yang mutlak dilakukan. Meskipun tak dimungkiri teknologi tetap tidak dapat menggantikan peran guru, dosen, dan interaksi belajar-mengajar antara peserta didik dan pengajar. Menurut Rektor, situasi pandemi menjadi tantangan tersendiri bagi UNPAR, walau tak menutup mata bahwa kultur digital tidak semudah itu diaplikasikan dalam kegiatan pembelajaran.
Rektor menuturkan bahwa perguruan tinggi umumnya lebih siap menghadapi digitalisasi pendidikan di masa pandemi. UNPAR, lanjut dia, sejak 2012 silam sudah mengembangkan metode pembelajaran digital bernama Interactive Digital Learning Environment atau lebih dikenal dengan nama IDE. IDE tersebut dapat diakses oleh seluruh mahasiswa aktif UNPAR dan telah dipergunakan pula dalam proses pembelajaran sehari-hari.
“Nampaknya memang perguruan tinggi lebih siap, UNPAR sendiri sejak tahun 2012 sudah mengembangkan yang namanya IDE dan itu adalah persiapan kami untuk menyelenggarakan pendidikan digital. Itu sejalan dengan spirit UNPAR bisa menjadi garam dan terang, menjangkau lebih banyak orang,” tutur Mangadar.
Melihat kondisi saat ini, lanjut Rektor, pengembangan digital learning memang menjadi pilihan paling rasional. Harus diakui, sejak IDE UNPAR ada pada 2012 silam sampai dengan 2019 lalu sebelum pandemi melanda Indonesia, hanya sekitar 30 persen dosen yang memanfaatkan IDE. Kendati demikian, saat ini pemanfaatan IDE sudah 100 persen sejalan dengan kebutuhan akan pembelajaran daring di masa pandemi.
“Demikian juga mahasiswa hanya 30 persen (mengakses IDE), jadi sangat lambat sekali. Pandemi ini membuat no have choice, harus 100 persen. Meskipun harus diakui sekali lagi agak tergagap-gagap di awal, khususnya untuk dosen senior yang memang tidak mudah melakukan adaptasi digital,” ujar Rektor.
UNPAR, lanjut Rektor, memberikan semacam training atau fasilitasi bagi dosen untuk memanfaatkan digital teknologi tersebut dalam kegiatan pembelajaran daring. Hal tersebut sebagai bagian dari keadaban baru dan adaptasi akan situasi dan kondisi pandemi.
“Infrastruktur relatif lebih mudah kami atasi. Misalnya saat dilakukan kelas pagi dengan 3000 mahasiswa, server kami down, itu mudah. Artinya, tinggal harus meningkatkan kapasitas dan dapat diselesaikan dalam waktu relatif singkat. Sementara perubahan kultur dari konvensional tatap muka menjadi digital ini butuh waktu yang lama untuk adaptasi. Keadaban baru UNPAR menginisiasi hal itu yang notabene sangat diwarnai oleh digital teknologi dan digital society, ke arah digital culture,” kata Rektor.
Demikian pula dengan konten pembelajaran dan pola interaksi digital yang masih menjadi PR (pekerjaan rumah,red) yang terus menerus masih dikembangkan UNPAR. Rektor pun mengapresiasi dukungan Kemendikbudristek yang mendorong digital learning melalui program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM).
“Ini juga inline dengan program digitalisasi pendidikan. Secara umum infrastruktur bisa kami atasi. Namun ada dua hal yang saya kira menjadi tantangan tersendiri dalam digitalisasi ini,” ucapnya.
Pertama, hilangnya pendidikan karakter, yakni kehilangan momentum berinteraksi dengan mahasiswa. Termasuk antar mahasiswa dalam spirit keanekaragaman, pluralitas. Digitalisasi pendidikan, lanjut dia, tak cukup menggantikan itu.
“Spirit social humanity, tidak kami dapatkan melalui mekanisme digital. Tantangan kedua adalah adanya peluang tapi belum tergali dengan maksimal, yaitu upaya kami menginternasionalisasi global wisdom. Kita bicara digitalisasi lebih banyak mengabsorpsi, mengimitasi digital teknologi. Tapi kita belum memanfaatkan potensi dan nilai-nilai kearifan lokal ke tataran global. Ini dua hal yang saya kira menjadi tantangan kita dalam digital learning”, ujar Rektor.
Urgensi Digitalisasi
Sementara itu, Plt. Pusdatin Kemendikbudristek Muhamad Hasan Chabibie mengatakan bahwa Pusdatin Kemendikbudristek secara aktif bergerak mencoba untuk mencarikan banyak sekali solusi-solusi dan ikhtiar supaya nyala api belajar para peserta didik dan pengajar tetap terjaga. Tentunya opsi yang paling memungkinkan saat pandemi melanda yaitu menggunakan teknologi dan media.
“Walaupun kami sadar betul masih ada kekurangan di sana-sini, terkait dengan optimalisasi pemanfaatan teknologi itu. Salah satunya mungkin persoalan infrastruktur, persoalan pilihan aplikasi yang beragam, dan tentu ketersediaan digital content,” ucap Hasan.
Kendati demikian, proses digitalisasi pendidikan yang tak terhindarkan tersebut menjadi modal positif sejalan dengan yang diharapkan Mendikbudristek Nadiem Makarim yang menginginkan agar digitalisasi di sektor pendidikan menjadi maju.
“Ini akan menjadi modal positif saat nanti proses belajar mengajar secara tatap muka akan dimulai kembali. Sehingga pemanfaatan teknologi informasi yang sudah dilakukan selama 1 tahun ini akan semakin melengkapi dan menyempurnakan aktivitas proses belajar-mengajar yang nanti insya Allah akan dilaksanakan di bulan Juli 2021. Menteri sudah menyampaikan bahwa Juli 2021 nanti proses belajar mengajar tatap muka akan dimulai secara serentak walaupun dilakukan dengan prasyarat dan protokol yang harus dipenuhi sebagai langkah dari penanganan pandemi Covid-19 oleh semua satuan pendidikan,” tuturnya.
Penguatan Infrastruktur
Dukungan terhadap pembelajaran digital pun disampaikan Direktur Telekomunikasi Kominfo Aju Widyasari. Menteri Kominfo Johnny G. Plate, lanjut dia, telah memiliki kebijakan untuk mempercepat setidaknya ada 12.000 desa yang belum ter-cover jaringan 4G, baik desa di daerah 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal) dan daerah non3T.
“Kedua wilayah tersebut harus di-cover baik oleh dari bantuan pemerintah maupun yang disediakan oleh penyelenggara. Ini terus kami dorong untuk penyelenggara menyediakan di daerah non3T, sementara daerah 3T merupakan kewajiban pemerintah untuk menyediakannya,” kata AJu.
Kominfo, lanjut dia, terus menyiapkan digitalisasi juga beberapa hal terkait terhadap penyelenggaraan akses internet yang semakin harus tersedia secara kualitas, kapasitas, dan kemudahan akses. Walaupun banyak keterbatasan beberapa wilayah belum sampai ter-cover secara baik tetapi akan terus diusahakan oleh Kominfo.
“Menjadi catatan Kominfo adalah dengan penyediaan teknologi yang semasif ini mudah-mudahan itu bisa didukung oleh penyediaan kualitas sumber daya manusia (SDM),” ujar dia. (Ira Veratika SN-Humkoler UNPAR)