UNPAR.AC.ID, Bandung – Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan akan terbitan berkala ilmiah menjadi hal mendesak bagi setiap perguruan tinggi, tak terkecuali Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR). Melihat hal itu, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) UNPAR menginisiasi webinar bertajuk “Menuju Jurnal Ilmiah Bereputasi” yang telah berlangsung pada 6 Mei 2021 lalu.
Menghadirkan Dosen Universitas Diponegoro Prof. Dr. Istadi, S.T., M.T. dan Peneliti Senior di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Tinton Dwi Atmaja, S.T., M.T., LPPM UNPAR berupaya meningkatkan kualitas terbitan jurnal ilmiah di lingkungan UNPAR secara berkelanjutan. Diketahui bahwa Prof. Istadi dan Tinton merupakan bagian dari tim Pakar Akreditasi Jurnal di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pun berdampak pada penerbitan berkala jurnal ilmiah yang kini dapat dilakukan secara online. Dalam webinar yang dibagi dalam dua sesi tersebut, Prof. Istadi memaparkan perihal substansi dan gaya penulisan untuk memastikan artikel yang dipublikasikan memiliki kualitas tinggi.
Sementara Tinton menjelaskan strategi untuk menggunakan Open Journal System (OJS) versi 3 dalam mengelola jurnal ilmiah elektronik. OJS merupakan aplikasi layanan pengelolaan jurnal online yang populer digunakan dalam penerbitan berkala jurnal ilmiah. Penggunaan OJS versi 3 pun dibahas secara ringkas guna optimasi jurnal online, mulai dari unsur persyaratan awal hingga unsur penilaian nilai agar jurnal terakreditasi SINTA-2 (Science and Technology Index) sesuai dengan Akreditasi Jurnal Nasional (ARJUNA).
Substansi Jurnal
Prof. Istadi memulai pemaparannya dengan membahas soal gaya penulisan mulai dari pencantuman nama penulis dan lembaga penulis. Poin yang patut jadi perhatian ialah konsistensi dan kebenaran/kelengkapan penulisan/pencantuman Nama Penulis dan Lembaga Penulis di setiap nomor terbitan harus terjaga dengan baik, Nama setiap penulis seharusnya terdiri dari dua kata (First Name dan Last Name) untuk memenuhi keperluan metadata pada sistem sitasi yang standar.
Selanjutnya, Nama Penulis yang hanya terdiri dari satu kata, tidak boleh diganti “titik” (“.”) atau karakter OJS, tetapi boleh diketik ulang dengan nama yang sama. Di full-text PDF (Portable Document Format) disarankan untuk menuliskan tetap dua kata, misalnya “I. Istadi”, atau “Istadi Istadi”. Serta lembaga institusi penulis harus dituliskan secara lengkap dan tidak disingkat.
“Kalau ada penulis yang hanya nulis UNPAR begitu, maka tolong dikomentari. Tolong tuliskan nama institusinya dengan lengkap. Usahakan ada nama negaranya di dalam full-text-nya itu. Jadi Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Indonesia misalnya begitu. Walaupun jurnalnya masih (tingkat) nasional, supaya nanti pencarian di Google, di manapun, diidentifikasi sebagai paper dari Indonesia,” tuturnya.
Selanjutnya yang patut diperhatikan adalah gaya penulisan Abstrak. Di bagian Abstrak, jika artikel dalam bahasa Inggris, Abstrak boleh dituliskan dalam bahasa Inggris saja. Namun jika artikel dalam bahasa Indonesia, maka Abstrak sebaiknya dituliskan dalam dua bahasa (Inggris dan Indonesia). Selain itu, Abstrak harus mengandung (lebih baik secara eksplisit) latar belakang singkat, tujuan penelitian/artikel, metode penelitian, temuan/finding hasil penelitian, dan simpulan dan/atau implikasi. Dia pun menyarankan di dalam Abstrak juga jangan terlalu dominan latar belakangnya.
“Kalau sudah menjadi jurnal internasional maka Abstraknya boleh dalam bahasa Inggris saja, tidak perlu ada dalam bahasa Indonesia. Latar belakang pun tidak boleh dominan, maksimal 1/3-nya. Jangan sampai nanti Abstrak itu dipenuhi 2/3-nya latar belakang, baru tujuan. Nah itu enggak benar,” ujar dia.
Kemudian gaya penulisan kata kunci dalam penulisan jurnal ilmiah. Dia menuturkan bahwa kata kunci harus spesifik menggambarkan atau mewakili isi artikel dan kata kunci jangan terlalu umum sifatnya. Kata kunci juga boleh berupa satu kata atau boleh juga frasa. Frasa mungkin lebih baik agar spesifik. Selain itu, kata kunci tidak perlu sama dengan salah satu kata di judul, hal ini agar lebih berdampak pada pencarian nantinya.
“Kata kunci ini ada beberapa penulis yang mengabaikannya, jadi karakter penulis itu kadang-kadang ‘alah cuma kata kunci, yang penting ada,’. Mereka punya prinsip seperti itu, padahal kata kunci itu penting. Itu adalah driver-nya ketika pembaca mau menemukan paper kita. Ada tiga bagian yang penting, judul artikel, kedua abstrak, dan ketiga adalah kata kunci. Ketiga inilah yang menjadi driver-nya pembaca ketika melakukan pencarian. Maka kesesuaian kata kunci dengan isinya itu adalah penting,” ucapnya.
Dia pun memaparkan sistematika penulisan artikel. Dalam hal ini, jurnal harus menjaga konsistensi sistematika penulisan (sistem pembaban atau struktur sub-bab artikel) di tiap artikel (antar artikel dan antar terbitan) dan bandingkan kesesuaiannya dengan Gaya Selingkung yang ditetapkan dan tertulis di Author Guidelines atau Petunjuk untuk Penulis. Konsistensi sistematika pembaban artikel, lanjut dia, boleh sistem IMRAD (Introduction, Method, Results & Discussion, and Conclusion). Boleh juga nonIMRAD (Introduction, Sub chapters of Content, and Conclusion), yang penting konsisten dengan yang ditetapkan di Author Guidelines.
“Contohnya, artikel yang sifatnya konseptual itu tidak bisa menggunakan IMRAD, walaupun kalau mau dipaksakan ya bisa juga. Dan beberapa jenis artikel lainnya itu tidak bisa menggunakan IMRAD, maka dia menggunakan nonIMRAD. Boleh pakai IMRAD atau nonIMRAD-nya itu harus dituliskan di dalam Author Guidelines. Misalnya paper review harus menggunakan format non-IMRAD, nah itu harus dituliskan di dalam Author Guidelines. Khusus paper empiris, silakan menggunakan yang IMRAD,” tutur dia.
Berikutnya adalah pemanfaatan instrumen pendukung. Dalam hal ini, penyajian tabel-tabel atau gambar-gambar harus menggunakan tool (komputer/aplikasi) yang benar di aplikasi pengolah kata dan mengikuti kelaziman tata aturan penyajian tabel dan gambar pada artikel ilmiah pada umumnya. Setiap gambar dan tabel harus dirujuk di dalam teks dengan benar dengan mencantumkan nomor gambar/tabel (tanpa lokasi). Kemudian kualitas gambar harus baik, ukuran proporsional dan beresolusi tinggi. Semua gambar, tabel dan lainnya harus ada penjelasan tersurat di tulisan. Penyajian suatu data dipilih salah satu (misalnya berupa tabel atau grafik), jangan overlap antara keduanya.
“Misalnya, tata cara penulisan persamaan. Setiap persamaan harus diberi nomor persamaan yang diletakkan di sebelah kanan persamaan. Serta keterangan notasi/simbol dalam persamaan dijelaskan dalam bentuk paragraf, bukan dalam bentuk item list,” ujarnya.
Termasuk sistem pengacuan pustaka dan pengutipan, yakni penyusunan daftar pustaka. Jurnal harus menjaga konsistensi (antar artikel dan antar terbitan) cara pengacuan/cara sitasi pustaka di body artikel dan harus sesuai dengan Gaya Selingkung yang tertulis di Author Guidelines. Demikian juga dengan konsistensi penyusunan daftar pustaka juga harus harus konsisten antara yang diacu/disitasi dengan yang ada di daftar pustaka. Lalu sebaiknya jurnal menyarankan penggunaan aplikasi pengutipan standar kepada penulis, tetapi intinya yang paling penting adalah konsistensi dan kelengkapan informasi sesuai standar. Juga soal penggunaan istilah dan kebahasaan.
Lebih lanjut, Istilah-istilah yang digunakan di artikel ilmiah harus sesuai dengan standar baku Bahasa Indonesia untuk artikel yang berbahasa Indonesia dan standar baku tata bahasa Inggris yang baku. Setiap kalimat harus mempunyai struktur bahasa yang sesuai standar baku (S+P+O+K) atau S+Verb(O+A)). Serta tidak diperbolehkan ada paragraf-paragraf yang hanya berisi satu sampai dua kalimat saja.
“Terkait dengan substansi itu penting, bobotnya 51 persen untuk bisa minimal itu SINTA- 2,” kata Prof. Istadi.
Optimasi OJS-3
Sementara itu, sesi kedua yang disampaikan oleh Tinton lebih fokus membahas bagaimana mengelola jurnal ilmiah dengan OJS-3. Dia menuturkan bahwa dalam penggunaan OJS-3, banyak informasi yang harus ditampilkan dalam jurnal. Selain itu, perlu menentukan strategi dalam rangka menampilkan informasi jurnal.
“Utamanya mudah untuk diakses sehingga baik pembaca maupun asesor mudah menemukan informasi yang dicari. Semua jurnal di UNPAR sepertinya sudah OJS-3. Jadi congratulation sudah naik OJS-3,” ucap Tinton.
Tinton mengungkapkan, tren penggunaan OJS saat ini memang menuju OJS-3. Cepat atau lambat, lanjut dia, semua orang yang memakai OJS-2 akan bermigrasi ke OJS-3. Lebih lanjut, dia pun memaparkan apa saja yang perlu dilakukan demi pengoptimalan OJS-3 serta strategi pengelolaan jurnal ilmiah menuju akreditasi ARJUNA demi mencapai SINTA-2.
Untuk mencapai akreditasi SINTA-2, maka perlu memenuhi 8 persyaratan awal, yaitu e-ISSN, Publication Ethic, Digital Object Identifier, Bersifat Ilmiah, Google Scholar, lebih dari 5 artikel, lebih dari 2 terbitan per tahun, dan penerbitan berkala selama lebih dari 2 tahun secara berurutan.
Sementara 8 unsur penilaian dengan masing-masing bobot nilai yaitu penamaan terbitan berkala ilmiah (3), kelembagaan penerbit (4), penyuntingan dan manajemen (17), substansi artikel (39), gaya penulisan (12), penampilan (8), keberkalaan (8), dan penyebarluasan (11). Diketahui bahwa satu jurnal ilmiah dinyatakan minimum terakreditasi SINTA-2 apabila paling sedikit memperoleh nilai total 70 (manajemen dan substansi).
“Mau masuk ARJUNA harus lolos dulu di 8 persyaratan awal itu. Apalagi ingin migrasi ke OJS-3, jadi persyaratan awalnya itu harus lengkap dulu. Standar SINTA-2 itu jurnalnya di-review, tidak mengunggah bukti review maka asesor akan mengasumsikan bahwa jurnal itu tidak di-review. Gara-gara tidak ada bukti review, Bapak/Ibu kemungkinan besar tidak akan bisa ke SINTA-2,” tutur Tinton.
Mekanisme penilaian terdiri dari 49 persen manajemen jurnal dan 51 persen substansi artikel. Dengan rincian ketentuan manajemen jurnal harus memenuhi unsur penamaan terbitan, kelembagaan penerbit, penyuntingan & manajemen pengelolaan, penampilan, keberkalaan, dan penyebarluasan. Sementara substansi artikel terdiri dari substansi dan gaya penulisan.
“Lebih besar substansi artikel, tapi manajemen jurnal itu punya separuh kurang dikit (persentasenya), jadi harap ini bisa dimaksimalkan. Kalau substansi terpengaruh oleh reviewer, terpengaruh oleh author. Tetapi kalau manajemen sepenuhnya ada di tangan Bapak/Ibu pengelola. Seharusnya bisa memaksimalkan 49 persen itu agar bisa teraih semuanya,” ujar dia. (Ira Veratika SN-Humkoler UNPAR)