Tantangan, Peluang dan Kepemimpinan Baru dalam Kerangka Penjaminan Mutu

Oleh: Prof. Dr. J. Dharma Lesmono (Kepala Lembaga Penjaminan Mutu UNPAR)

UNPAR.AC.ID, Bandung – Pandemi Covid-19 yang melanda dunia sejak akhir tahun 2019 telah mengubah tatanan dunia di segala aspek dan tidak terkecuali menjadi tantangan menjaga mutu Pendidikan Tinggi di dunia, termasuk di Indonesia. Sistem perkuliahan yang sebelumnya lebih banyak mengandalkan interaksi tatap muka antara dosen dan mahasiswa seolah “dipaksa” untuk berubah menjadi tatap maya dengan mengandalkan aplikasi seperti Zoom, Google Meet ataupun Microsoft Teams. Sistem kerja juga mau tidak mau beralih dari Work from Office (WFO) menjadi Work from Home (WFH), tentunya dengan aspek positif dan negatif yang menyertainya, termasuk ketika pandemi dirasakan sudah “mereda” saat ini.

Namun, jauh sebelum terjadinya pandemi Covid-19, perubahan-perubahan telah terjadi dan telah diramalkan bakal terjadi. Pandemi hanyalah mempercepat proses terjadinya hal-hal yang telah diramalkan sebelumnya. kendati begitu, tak serta merta menjadi alasan untuk berkurangnya mutu pendidikan tinggi.

Saat ini kita memasuki era Society 5.0 yang ditandai dengan transformasi digital. Transformasi digital ini akan mengubah secara dramatis berbagai aspek dalam kehidupan manusia, seperti kehidupan pribadi, administrasi publik, struktur industri, pekerjaan hingga mutu pendidikan. Sementara itu pemanfaatan data dan AI (Artificial Intelligence) akan membuka banyak peluang untuk kehidupan manusia yang lebih baik di masa depan. Rentang waktu perubahan dari Society 1.0 (Hunting Society), Society 2.0 (Agrarian Society – 13000BC), Society 3.0 (Industrial Society – akhir abad ke-18), Society 4.0 (Information Society – akhir abad ke-20) sampai Society 5.0 (abad ke-21) semakin pendek yang dapat menyebabkan perlunya kesiapan untuk mengantisipasi perubahan tersebut.

Gelombang perubahan terjadi pada perubahan teknologi, perubahan ekonomi dan geopolitik, dan perubahan pada pola pikir (mindset). Perubahan teknologi ditandai dengan perkembangan yang pesat dalam inovasi pada teknologi digital seperti AI, IoT (Internet of Things),robotika, maupun bioteknologi. Sementara itu pusat perekonomian yang bergeser dari Barat ke Asia, banyaknya populasi yang menua, tingkat kelahiran yang rendah, populasi global yang bertambah menandai perubahan ekonomi dan geopolitik. Perubahan pola pikir mencakup permasalahan lingkungan global dan kesenjangan sosial yang cukup lebar. Untuk mengatasi hal ini pada tahun 2015 PBB mencanangkan Sustainable Development Goals (SDGs).

Sementara itu Ernst & Young (2012) [3] mengungkapkan ada 5 megatrends sebagai pemicu perubahan di dalam Pendidikan Tinggi, yaitu:

  • Democratisation of knowledge and access (Demokratisasi pengetahuan dan akses)

Pemicu perubahan ini ditandai dengan semakin luasnya akses ke perguruan tinggi, pengetahuan yang berada dimana-mana dan partisipasi public yang semakin meningkat.

  • Contestability of markets and funding (Kompetisi Pasar dan Pendanaan)

Kompetisi Pasar dan Pendanaan ditandai dengan semakin ketatnya untuk memperoleh mahasiswa (domestic/intenasional), kompetisi untuk memperoleh sumber-sumber pendanaan baru, tantangan untuk perolehan pendanaan dari pemerintah.

  • Global mobility (Mobilitas Global)

Peningkatan dalam pertukaran mahasiswa internasional, tumbuhnya lapangan kerja baru yang membutuhkan keahlian baru dan tumbuhnya universitas global menandai mobilitas global.

  • Integration with Industry (Integrasi dengan Industri)

Adanya peningkatan dalam industry-based learning, adanya kemitraan penelitian dengan industry dan komersialisasi serta peran industri sebagai lembaga sertifikasi dan penyedia pengetahuan menandai pemicu perubahan ini.

  • Digital technologies (Teknologi Digital)

Teknologi digital ditandai dengan peningkatan pembelajaran secara online, blended, dan penggunaan Massive Open Online Courses (MOOCs).

Sementara itu World Economic Forum di tahun 2015 [16] memprediksikan bahwa ada 16 kemampuan yang dibutuhkan siswa di abad ke-21 dalam kerangka lifelong learning yang terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu Foundation Literacies, Competencies dan Character Qualities.

Di dalam negeri, gelombang perubahan terjadi di tahun 2020 ketika Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Program utama dari MBKM mencakup kemudahan pembukaan program studi baru, perubahan sistem akreditasi perguruan tinggi, kemudahan perguruan tinggi negeri menjadi PTN berbadan hukum, dan hak belajar tiga semester di luar program studi.

Tujuan dari program hak belajar tiga semester di luar program studi adalah untuk meningkatkan kompetensi lulusan, baik soft skills maupun hard skills, agar lebih siap dan relevan dengan kebutuhan zaman, menyiapkan lulusan sebagai pemimpin masa depan bangsa yang unggul dan berkepribadian. Sementara itu ada delapan bentuk kegiatan pembelajaran dari program hak belajar tiga semester di luar program studi.

Dalam perjalanannya sampai sekarang kebijakan MBKM ini telah menuai pro dan kontra dalam pelaksanaannya, sehingga diperlukan evaluasi secara komprehensif ([6],[12],[13]). Sementara itu UNPAR sebagai Perguruan Tinggi Swasta telah mencoba untuk melaksanakan ke delapan bentuk kegiatan pembelajaran di atas, bahkan menambahkan dua kegiatan lagi yaitu Proyek Lingkungan Hidup dan Bela Negara. Gelombang-gelombang peubahan yang terjadi di dunia maupun di Indonesia di atas serta situasi ketidakpastian di masa depan, sering digambarkan sebagai VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity). Pandemi Covid-19 yang terjadi dalam tiga tahun terakhir turut berkontribusi dalam kondisi VUCA ini. Volatility dapat dirtikan sebagai suatu kondisi adanya ketidakpastian dalam perubahan yang sedang atau akan terjadi. Uncertainty menggambarkan masa depan yang penuh ketidakpastian dan tidak dapat diprediksi. Complexity terkait dengan permasalahan yang dihadapi saat ini semakin kompleks, rumit dan saling terkait satu sama lain. Sedangkan ambiguity mencerminkan suatu kondisi atau permasalahan yang dapat menimbulkan berbagai persepsi.

Peluang dan Tantangan Baru

Banyak hal yang berubah sebagai dampak dari pandemi Covid-19 dan gelombang-gelombang perubahan di atas. Telah banyak tindakan yang dilakukan untuk mengatasi atau sebagai antisipasi dari dampak ini. Di dalam pengelolaan Perguruan Tinggi, perubahan-perubahan ini haruslah dipandang sebagai suatu peluang dan tantangan baru, yang memerlukan suatu kepemimpinan yang baru juga. Masa depan yang tidak menentu, belum pasti, haruslah diantisipasi dengan baik untuk kelangsungan hidup suatu Perguruan Tinggi dan untuk membawanya ke tujuan sesuai dengan Visi dan Misinya.

Sejumlah peluang dan tantangan yang baru antara lain:

  • Perlunya penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas (academic excellence) untuk menghadapi gelombang-gelombang perubahan yang ada.
  • Perlunya penyiapan teknologi informasi dan integrasi antara sistem informasi yang ada agar kegiatan-kegiatan dapat dilakukan dengan lebih cepat dan efisien.
  • Perlunya memperluas dan mempererat kerja sama yang sinergis dengan pemerintah, industri, dunia usaha, dan institusi pendidikan lain, baik di dalam maupun di luar negeri.
  • Perlunya membangun jejaring yang baik dengan alumni, pengguna lulusan maupun pemangku kepentingan yang lain.
  • Perlunya peningkatan budaya mutu melalui Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME).

Penjaminan Mutu

Dengan melihat peluang dan tantangan baru di atas, bagaimana penjaminan mutu dapat berperan untuk memanfaatkan peluang dan tantangan tersebut? Secara umum tantangan dan peluang tersebut melibatkan sembilan kriteria di dalam proses akreditasi, yaitu Visi, Misi, Tujuan dan strategi (VTMS); Tata Pamong, Tata Kelola dan Kerjasama; Mahasiswa; Sumber Daya Manusia; Keuangan, Sarana dan Prasarana; Pendidikan; Penelitian; Pengabdian kepada Masyarakat; dan Luaran dan Capaian Tridharma. Artinya, jika budaya mutu kita terapkan di dalam kesembilan kriteria itu dengan pelaksanaan Sistem Penjaminan Mutu yang konsisten, niscaya reputasi program studi atau UNPAR akan diakui secara eksternal.

Pada dasarnya penilaian akreditasi:

  1. Diarahkan pada capaian kinerja tridharma perguruan tinggi (outcome-based accreditation), peningkatan daya saing, dan wawasan internasional (international outlook). Outcome- based accreditation yang dimaksud di sini adalah ketercapaian visi, misi, dan tujuan perguruan tinggi.
  2. Dilakukan secara uji tuntas dan komprehensif yang mencakup elemen pemenuhan (compliance) terhadap Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN-Dikti), Standar Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh perguruan tinggi, dan peraturan perundang- undangan tentang pengelolaan pendidikan tinggi, serta konformasi (conformance) yang diukur melalui kinerja mutu (performance) dalam konteks akuntabilitas publik.
  3. Mencakup aspek kondisi, kinerja, dan pencapaian mutu akademik dan non-akademik program studi atau institusi perguruan tinggi
  4. Mencakup     Masukan-Proses-Luaran-Capaian    (Input-Process-Output-Outcome)      dari penyelenggaraan perguruan tinggi
  5. Didasarkan pada ketersediaan bukti yang sesungguhnya (evidence-based) dan sahih (valid) serta keterlacakan (traceability) dari setiap aspek penilaian
  6. Mengukur keefektifan dan konsistensi antara dokumen dan penerapan sistem manajemen mutu perguruan tinggi
  7. Didasarkan pada gabungan penilaian yang bersifat kuantitatif dan penilaian kualitatif.

Saat ini UNPAR telah memiliki peringkat akreditasi UNGGUL (sampai dengan 15 November 2027) dan dari ketiga puluh dua Program Studi yang ada di UNPAR, sebanyak 14 Program Studi memiliki peringkat akreditasi UNGGUL, 2 Program Studi berperingkat akreditasi A, 9 Program Studi berperingkat akreditasi BAIK SEKALI, 6 Program Studi memiliki peringkat akreditasi B, dan 1 Program Studi berperingkat akreditasi C.

Artinya dengan data ini, reputasi program studi di UNPAR dan UNPAR telah diakui secara nasional, walaupun masih harus terus ditingkatkan dengan menerapkan siklus Penetapan- Pelaksanaan-Evaluasi-Pengendalian-Peningkatan (PPEPP) dalam setiap standar di dalam SPMI UNPAR dengan keterlibatan setiap pemangku kepentingan di UNPAR. Hal ini selaras dua prinsip dari Strategi Pelaksanaan SPMI di dalam Renstra 2019-2023, yaitu Keutamaan Mutu (Quality First) dan Ketelibatan Penuh Pemangku Kepentingan (Total Stakeholders Involvement).

Dengan Keutamaan Mutu, seluruh pengelola standar dan sasaran standar harus selalu mengedepankan mutu dalam segala aktivitas dan pengembangan strategi serta program kerja. Sementara itu Ketelibatan Penuh Pemangku Kepentingan akan terlihat ketika seluruh pengelola standar dan sasaran standar selalu mengedepankan kebutuhan dan kepuasan pemangku kepentingan internal dan eksternal dalam segala aktivitas dan pengembangan strategi serta program kerja.

Program Studi perlu memiliki rencana untuk meningkatkan peringkat akreditasi saat ini dan/atau memulai tahapan untuk mencapai peringkat akreditasi Internasional. Saat ini dua Program Studi yaitu Program Studi Sarjana Teknik Sipil dan Program Studi Sarjana Teknik Kimia sedang menunggu hasil untuk General Accreditation dari IABEE (Indonesian Accreditation Board for Engineering Education) dan Program Studi Sarjana Teknik Industri telah memperoleh Provisional Accreditation dari IABEE. Program Studi lainnya di UNPAR diarahkan untuk memulai tahapan Akreditasi Internasional melalui ACBSP (Accreditation Council for Business Schools and Programs), FIBAA (Foundation for International Business Administration Accreditation), ASIIN (The Accreditation Agency for Study Programmes in Engineering, Informatics, Natural Sciences and Mathematics) atau KAAB (Korea Architectural Accrediting Board).

Perlu diakui bahwa sampai saat ini budaya mutu belum terimplementasikan dengan sempurna, sehingga perlu secara bertahap dijalankan, terutama untuk kegiatan-kegiatan rutin di lingkungan UNPAR. Jika nantinya budaya mutu telah menjadi bagian dalam kegiatan sehari-hari di UNPAR, kita tidak perlu kuatir terhadap adanya gejolak-gejolak perubahan yang mungkin terjadi di masa depan.

Kepemimpinan

Kepemimpinan pada dasarnya adalah proses mempengaruhi, menginspirasi, memotivasi dan mengarahkan kegiatan untuk pencapaian tujuan bersama. Namun, dari analisis SWOT terhadap Renstra Unpar 2019-2023, salah satu kelemahan yang ada adalah kepemimpinan yang terlalu hati- hati, kurang berani mengambil keputusan, kurang tegas dan lamban di dalam melaksanakan program pengembangan. Kondisi ini ditambah dengan warga Unpar yang terlalu permisif terhadap praktik-praktik yang tidak sesuai dengan aturan [11].

Menurut John C. Maxwell [10]  ada 7 faktor seseorang dapat menjadi seorang pemimpin, yaitu:

  • Character (Who They Are)
  • Relationships (Who They Know)
  • Knowledge (What They Know)
  • Intuition (What They Feel)
  • Experience (Where They Have Been)
  • Past Success (What They Have Done)
  • Ability (What They Can Do)

Di dalam merespons kondisi VUCA di atas, Bob Johansen menawarkan solusi dalam kerangka yang disebut VUCA Prime. VUCA Prime disini mencakup Vision, Understanding, Clarity dan Agility. Volatility dapat diatasi dengan Vision, Uncertainty dihadapi dengan Understanding, Complexity dengan Clarity dan Ambiguity dengan Agility. Dalam hal UNPAR, perlu dilakukan hal-hal berikut:

  • Internalisasi Visi UNPAR, Spiritualitas dan Nilai-nilai Dasar UNPAR (SINDU) ke seluruh komunitas UNPAR agar dapat mengatasi perubahan-perubahan di masa depan yang tidak dapat diprediksi. Hal ini selaras dengan tujuan di dalam Rencana Pengembangan Jangka Panjang (RPJP) UNPAR 2040 yaitu “berdasarkan spiritualitas, nilai-nilai dasar,Visi dan Misi, serta menanggapi perubahan dan tantangan jaman yang teriadi dengan sangat cepat pada tahun 2040 diharapkan UNPAR, melalui keria kolaboratif, telah berhasil menginisiasi “keadaban baru” yang bersifat humanum, kreatif, pluralis, dialogis, dan ekologis”.
  • Mengajak seluruh komunitas UNPAR agar memiliki pemahaman yang sama mengenai bagaimana berkontribusi untuk kemajuan dan keberlangsungan hidup UNPAR sesuai dengan peran masing-masing.
  • UNPAR perlu mengatasi kompleksitas permasalahan yang dihadapi dengan fokus pada hal-hal yang menjadi prioritas untuk kemajuan bersama, menciptakan suasana yang kondusif untuk mengurangi kompleksitas yang tidak perlu.
  • UNPAR perlu lincah dan fleksibel di dalam mengahdapi perubahan dan perembangan yang terjadi dengan cepat, memiliki kemampuan untuk cepat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.

Kepemimpinan perlu melibatkan semua pihak sesuai dengan peran masing-masing untuk kemajuan UNPAR. Perlu ada kesadaran dan kerelaan dari komunitas UNPAR untuk “dipimpin” dan menjadi “teman seperjalanan” (communio) dalam mencapai tujuan.

Strategi UNPAR untuk menghadapi situasi dunia (Pendidikan Tinggi) yang berubah dengan cepat bukanlah merupakn proses yang hanya sekali saja. Strategi-strategi itu merupakan bagian dari proses iteratif yang memerlukan pemantauan, ekperimen, evaluasi, eksekusi dan pembelajaran secara kontinu. Selain itu, kemampuan semua pihak di dalam UNPAR untuk terus beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi merupakan kunci bagi UNPAR untuk terus maju mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan. Di dalam proses beradaptasi tersebut perlu untuk menerapkan siklus PPEPP terhadap standar-standar yang telah ditetapkan, di dalam setiap aspek di dalam kegiatan UNPAR. Selain itu juga diperlukan kepemimpinan yang inklusif, yang dapat menggerakkan semua pihak sebagai “teman seperjalanan” (communio) untuk melangkah bersama, mencapai cita-cita bersama.

Tantangan, Peluang dan Kepemimpinan Baru dalam Kerangka Penjaminan Mutu Disampaikan Prof. J. Dharma Lesmono dalam Oratio Dies Natalis ke-68 UNPAR, pada Selasa, 17 Januari 2023.

Berita Terkini

Tracy Tardia Terpilih Menjadi Ketua IKA UNPAR Periode 2024-2027

Tracy Tardia Terpilih Menjadi Ketua IKA UNPAR Periode 2024-2027

UNPAR.AC.ID, Bandung - Tracy Tardia terpilih menjadi Ketua Ikatan Alumni Universitas Katolik Parahyangan (IKA UNPAR) periode 2024-2027 secara aklamasi pada Kongres VII IKA UNPAR, Sabtu (7/9/2024) lalu. Alumni Manajemen UNPAR itu mengungkapkan bahwa di era...

UNPAR Resmi Terima SK Penyatuan STKIP Surya

UNPAR Resmi Terima SK Penyatuan STKIP Surya

UNPAR.AC.ID, Bandung – Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Surya resmi bersatu ke Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR). Izin penyatuan tersebut diterima Anggota Pengurus Yayasan UNPAR lr. lwan Supriadi dan Rektor UNPAR Prof. Tri Basuki Joewono dari...

Kontak Media

Humas UNPAR

Kantor Sekretariat Rektorat (KSR), Universitas Katolik Parahyangan

Jln. Ciumbuleuit No. 94 Bandung 40141 Jawa Barat

Jan 18, 2023

X