UNPAR.AC.ID, Bandung – Nawung Kridha; Halus perasaan, mengerti perasaan orang lain. Demikianlah karya yang dihasilkan oleh setiap individu dapat meninggalkan rasa akan kepekaan yang ada di sekitarnya. Nawung Kridha menjadi sekuel sekaligus sub-judul lanjutan usai Motifs: Commencier, sebagai awal permulaan yang dipamerkan pada Januari 2022 lalu.
Motifs sendiri singkatan dari bahasa Perancis, Monde Creatifs yang artinya dunia kreatif. Judul tersebut merupakan judul besar yang akan memiliki sub-judul di setiap pameran. Kali ini, Nawung Kridha disajikan kembali oleh mahasiswa program Integrated Arts yang berada di bawah naungan Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan.
Melalui pameran, pertunjukan hingga workshop seni yang telah berlangsung pada 16-17 Juli 2022 itu, mahasiswa optimistis, program Integrated Arts-sebagai yang pertama di Indonesia-mampu menawarkan kebaruan dan pengetahuan yang menyegarkan bagi aktualisasi diri hingga daya tawar untuk mereka yang fokus sebagai pelaku seni.
Nawung Kridha menjadi pengejawantahan proses berkarya selama satu semester mahasiswa Integrated Arts UNPAR. Pameran ini memamerkan kemampuan dan pengetahuan dari Studi Seni Terpadu 2 dan Studio Seni Terpadu 4 Integrated Arts. Studio Seni Terpadu 4 menampilkan karya-karya project eksperimentasi dan eksplorasi dari masing-masing mahasiswa. Sementara mahasiswa Studio Seni Terpadu 2 yang tengah mengalami penjurusan studio akan menunjukkan karya dari masing-masing peminatan.
Padu padan lintas bidang ditampilkan Arya Prakasa Sinaga, Indira Tamaya, Jennifer, dan Demas Darmawan dalam sebuah pertunjukan kolektif berjudul “Lutte”. Lutte memperlihatkan bagaimana seni rupa, pertunjukan, musik dan tulisan menjadi satu kesatuan. Lutte bercerita tentang rasa dan kesedihan seseorang yang tengah berjuang akan segala penolakan.

Project Manager Pameran Muhammad Fathan menuturkan, bersama teman mahasiswa lainnya mereka berusaha menunjukkan sisi lain dalam proses pembuatan dan presentasi karya. Nawung Kridha menjadi langkah selanjutnya untuk menunjukkan integrasi seni secara bertahap dari sudut pandang mahasiswa Integrated Arts.
“Dunia kreatif yang kami buat semester lalu terus berkembang dengan harapan tak akan pernah berhenti,” tuturnya.
Mahasiswa Integrated Arts angkatan 2020 Antonia K. Dian Putri mengatakan, hal yang menjadi tantangan ialah bahwa berkarya tidak melulu soal berkenalan dengan teknik dan praktik. Namun diperlukan untuk mengambil beberapa langkah ke belakang sembari melihat kembali hasil dari proses berkarya yang selama ini telah berjalan.
“Bermain dalam kreativitas dan menumbuhkan dorongan untuk berkarya adalah satu dari sekian banyak hal yang saya alami selama menciptakan karya,” ujarnya.
Dibuka untuk umum, pameran Nawung Kridha menarik perhatian banyak orang. Tak sekadar melihat instalasi karya atau pertunjukan yang ditampilkan mahasiswa, para pengunjung pun mengikuti workshop seni, monotype printmaking dan melukis. Dalam sesi Monotype printmaking, pengunjung diajak membuat seni cetak dengan bahan-bahan yang ada di sekitar, seperti dedaunan kering. Setiap pengunjung nantinya bisa membawa pulang hasil cetakan unik tersebut.


Ketua Jurusan Filsafat UNPAR Dr. Stephanus Djunatan menuturkan, berbagai macam karya seni sesuai dengan pilihan dan karakter masing-masing mahasiswa ditampilkan. Karya seni itu berdasarkan studio yang ada di Integrated Arts, dimulai dari Seni Rupa, Seni Pertunjukan, Seni Musik, dan Penulisan Kreatif.
Integrated Arts UNPAR yang terbilang masih ‘balita’ ini di usianya yang berjalan 2 tahun dan telah melakukan 2 kali pameran serta workshop penciptaan karya seni. Melalui program Integrated Arts, mahasiswa diharapkan kompeten sebagai seniman dan entrepreneur kreatif. “Harapannya, kemampuan berkreasi lintas bidang dan melampaui media ini dapat tetap berkembang sedemikian rupa sehingga melahirkan sarjana yang mumpuni dalam penciptaan karya lintas bidang,” ucapnya.
Nawung Kridha kini menjadi pijakan selanjutnya menuju segala kemungkinan luas tanpa batas yang menantang kreativitas. Mahasiswa Integrated Arts pun telah memasuki proses itu. Proses memberi makna pada peristiwa acak tanpa makna, menyelami jiwa dibalik benda yang seolah tak bernyawa, memberi nada dan suara pada dinamika rasa, juga merumuskan karakter dari berbagai bentuk yang ditangkap mata.(Ira Veratika SN-Humkoler UNPAR)