PS Unpar Juara di Eropa
Banyak hal tidak biasa terjadi pada lawatan Paduan Suara Universitas Katolik Parahyangan (PS Unpar) ke Eropa tahun ini yang menjadikan perjalanan kali ini istimewa.
Istimewa, pertama karena PS Unpar, yang dipimpin oleh conductor Paulus H. Yoedianto, mengikuti kompetisi Florilege Vocal de Tours yang diadakan sejak tanggal 27 hingga 29 mei 2011 di kota Tours, Perancis yang merupakan satu dari enam kompetisi dalam European Grand Prix for Choral Singing. Dalam kompetisi yang sulit dan memiliki standar penilaian yang tinggi ini, PS Unpar meraih prestasi Juara III Kategori Free Expression. Ini adalah kali kedua Paulus H. Yoedianto berhasil mengantarkan PS Unpar meraih prestasi internasional setelah sebelumnya tahun lalu berhasil meraih prestasi di Llangolen Musical Eisteddfod di Wales, Inggris.
Kompetisi Tours ini diselenggarakan di dua tempat yaitu di Espace Malraux, sebuah teater di Joue-Les-Tours, dan di Grand Theatre, sebuah teater tua di Tours. Kedua tempat ini memiliki akustik yang cukup kering dan menyulitkan peserta, terlebih karena peserta tidak mendapatkan kesempatan untuk melakukan uji coba panggung, sehingga setiap penyanyi benar-benar harus siap dengan tehnik menyanyi yang baik untuk dapat menguasai akustik ruangan.
Setiap peserta harus mengikuti babak kualifikasi yang kemudian akan dipilih beberapa peserta untuk masuk babak final. Lagu-lagu yang dibawakan untuk babak final haruslah berbeda sesuai dengan ketetuan yang ada. Ini berarti setiap peserta harus mempersiapkan lagu yang tidak sedikit jumlahnya.
Istimewa, karena PS Unpar juga mendapatkan penghargaan lagu terbaik untuk karya yang baru pertama kali dibawakan, yaitu lagu Apres un Reve karya Ivan Yohan, yang juga merupakan alumni PS Unpar yang saat ini sedang memperdalam vokal di Hogeschool voor de Kunsten di Utrecht, Belanda.
Mengikuti kompetisi ini benar-benar pengalaman berharga karena PS Unpar menghadapi kompetitor yang berat. Pengalaman ini akan menjadi bekal bagi kemajuan PS Unpar di masa datang. Prestasi yang telah diraih akan menjadi penyemangat untuk berprestasi semakin baik lagi.
Melengkapi keistimewaan ini adalah lawatan mereka ke Italia untuk mengikuti festival La Fabbrica del Canto di Legnano dan menggelar konser di Roma. Di kota Roma mereka tampil dalam The Living Spirit of Catholic in Indonesia di Basilica San Giorgio in Velabro yang diadakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Takhta Suci Vatikan. Basilica San Giorgio in Velabro merupakan salah satu dari beberapa gereja tua di Roma dan menjadi situs bersejarah dan penting. Basilika ini pernah mengalami kerusakan akibat bom pada masa Perang Dunia II dan setelah direstorasi kembali dapat dipergunakan. Selain dihadari masyarakat Indonesia di Roma, staf KBRI Roma dan Vatikan, pemuka-pemuka agama Katolik, dan pecinta musik paduan suara, konser ini dihadiri pula oleh Yang Mulia Kardinal Gianfranco Ravasi, Rektor Basilica San Giorgio in Velabro, Sekretaris Dewan Kepausan untuk Kebudayaan Mgr. Barthelemy Adoukonou, serta Duta Besar Australia, Duta Besar Mesir, Duta Besar Korea Selatan, Perwakilan Diplomatik Filipina dan Irak. Kardinal Ravasi menyatakan apresiasinya atas penampilan PS Unpar. Beliau bangga karena masih ada sekelompok anak muda Indonesia yang mau menyanyikan lagu-lagu sakral berbahasa latin disaat anak muda di Italia justru mulai meninggalkannya. Apalagi lagu-lagu yang sulit tersebut mampu dibawakan PS Unpar dengan sangat baik. Sementara para pejabat di Vatikan yang hadir menyatakan kekagumannya atas toleransi beragama yang ada di dalam kelompok mahasiswa yang mengusung nama institusi Katolik tapi memiliki anggota non-Katolik pula.
Istimewa, karena seluruh rangkaian ini ditutup dengan kesempatan untuk melakukan audiensi dengan Paus Benedictus XVI pada tanggal 15 Juni 2011.
Viva PS Unpar!
Sik-Sik Sibatumanikam untuk Paus Benedictus XVI
Rabu pagi, 15 Juni 2011 suasana di Wisma Duta KBRI Tahta Suci Vatikan tidak seperti biasanya. Terasa ada aura kegembiraan di antara para anggota Paduan Suara Universitas Katolik Parahyangan (PS Unpar) Bandung karena pagi ini akan diadakan audiensi dengan Paus Benedictus XVI. Berita tentang kesempatan langka ini memang sudah diterima dari KBRI, sebagai pihak yang mempersiapkan audiensi ini, sebelum rombongan berangkat ke Eropa sehingga mereka sudah mempersiapkan diri.
Sehari sebelumnya staf KBRI sudah menginformasikan bahwa audiensi kali itu berbeda dengan audiensi tahun 1997, dimana pada saat itu PS Unpar mengikuti audiensi dengan Paus Yohanes Paulus II di Aula Paulus VI dan mendapatkan kesempatan untuk naik ke panggung untuk berfoto dan bersalaman dengan Paus. Audiensi kali ini akan dilakukan di halaman Basilika Santo Petrus sehingga sangat kecil kemungkinannya untuk dapat berfoto atau bersalaman dengan Paus Benedictus XVI. Walaupun demikian hal ini tidak menurunkan semangat anak-anak muda itu untuk mengikuti audiensi.
Namun ternyata yang dialami sungguh di luar dugaan pihak KBRI maupun PS Unpar. Sesampainya di halaman basilika, PS Unpar diperkenankan untuk menempati tempat duduk yang berjarak hanya 20 meter dari podium Paus. Hanya beberapa kelompok yang mendapatkan tempat khusus, sementara lebih banyak kelompok yang mengikuti audiensi dengan cara berdiri. Sulit untuk menggambarkan perasaan para anggota PS Unpar akibat kejutan yang menyenangkan ini. Tidak sedikit anggota PS Unpar yang menitikkan air mata karena gembira dan haru terlebih pada saat Paus tepat pukul 10.30 keluar dari basilika dengan mobil terbuka untuk menyapa umat yang memenuhi basilika sebelum akhirnya duduk di podium dan memulai audiensi. Pada acara audiensi biasanya setiap kelompok akan menyiapkan yel-yel atau nyanyian, tidak jarang sambil mengibarkan bendera negara masing-masing, untuk megekspresikan kegembiraan mereka. PS Unpar sendiri menyanyikan beberapa lagu, diantaranya lagu tradisional dari Sumatra Utara, Sik-Sik Sibatumanikam.
Tak terasa hampir dua jam sudah audiensi berlangsung namun para anggota PS Unpar dan semua yang mengikuti audiensi masih bertahan di halaman basilika di bawah terik matahari kota Vatikan menunggu Paus meninggalkan podium. Mereka baru beranjak dari halaman basilika ketika Paus sudah kembali ke dalam Basilika Santo Petrus. Bagi PS Unpar, kesempatan bertemu dengan Paus ini telah menyempurnakan seluruh rangkaian perjalanan panjang ke Eropa.
PS Unpar Mengikat Cinta di Legnano
~lagu demi lagu mengalir dari puluhan penyanyi yang baru saja bertemu itu. Suasana gembira itu seperti enggan digantikan oleh kesedihan karena harus meninggalkan semua kenangan tak terlupakan di Legnano~
Waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam, namun para penyanyi berbagai ras, bangsa, dan usia itu nampaknya masih berat untuk angkat kaki dari Il Giardino. Minggu malam, tanggal 12 Juni 2011, Il Giardino menjadi saksi dari kegembiraan yang dibalut kehangatan persahabatan yang baru saja terjadi.
Setelah mengikuti konser Maratona Corale di Musica Popolare, sebuah konser non-stop yang menampilkan 8 peserta XX Festival Corale Internazionale ‘La Fabbrica del Canto’, di Teatro Dal Verne, para penyanyi tersebut dijamu dalam sebuah makan malam bersama di Il Giardino.
Konser di Teatro Dal Verne, sebuah teater moderen berkapasitas 2000 orang malam itu merupakan konser pertemuan dari empat paduan suara yang telah menyelesaikan penampilan mereka pada sesi pertama festival ini (3-12 juni) dengan empat paduan suara yang akan tampil pada sesi kedua (11-21 juni).
Paduan Suara Universitas Katolik Parahyangan (PS Unpar) Bandung, dipimpin conductor Paulus H. Yoedianto, mendapat kesempatan untuk tampil sebagai peserta terakhir dan menjadi penutup yang sangat berkesan karena berhasil memukau audience yang memenuhi hampir tiga perempat teater yang terletak di pusat kota Milan itu lewat lagu Yamko Rambe Yamko yang dinyanyikan lengkap dengan koreografi yang menarik dan Tari Saman yang dibawakan sangat apik.
Satu hari sebelumnya, kedelapan peserta juga telah dipertemukan di konser Maratona Corale Musica Sacra di Basilica di Sant’Ambrogio di kota Milan dimana para peserta tersebut membawakan sacred songs. Apresiasi yang tinggi bagi penampilan PS Unpar diberikan oleh para hadirin yang tidak hanya pencinta seni dari masyarakat umum, namun juga tokoh-tokoh penting, ahli musik, dan conductor-conductor dari berbagai negara yang memang menyempatkan diri untuk hadir. Sekitar 1500 hadirin yang memenuhi Basilica terutama terpukau oleh lagu Ave Maria karya Ivan Yohan yang memiliki melodi dan ritme yang sarat dengan nuansa musik Asia.
Keikutsertaan PS Unpar pada fesrival ini merupakan untuk yang kedua kalinya, setelah tahun 2006 mereka juga tampil dalam dua belas kali konser di berbagai kota di wilayah Lombardy, sebuah wilayah yang terletak di utara Italia. Nampaknya penampilan mereka saat itu menimbulkan kesan yang baik sehingga akhirnya tahun ini mereka diundang kembali.
La Fabbrica del Canto yang diadakan setiap tahun sejak tahun 1992 oleh Associazione Musicale Jubilate merupakan sebuah festival yang sangat menarik. Menarik karena tidak hanya menampilkan konser berbagai paduan suara tingkat dunia, namun juga mempunyai kepedulian sosial yang tinggi. Tahun 2006 mereka mengumpulkan dana bagi para korban tsunami Aceh dan gempa Yogyakarta yang diserahkan lewat PS Unpar.
Tahun 2011, festival ini juga mengumpulkan dana bagi korban tsunami Jepang melalui sebuah acara Sing for Japan. Dalam acara ini, dipimpin oleh conductor Paolo Alli, peserta menyanyikan lagu Cantate Domino karya Ko Matsushita yang khusus diciptakan untuk korban gempa dan acara Sing for Japan.
Selain itu, festival ini juga mengadakan Conductors Meeting, yaitu acara makan siang bersama para conductor. Acara ini merupakan sebuah acara yang sangat bermanfaat bagi conductor PS Unpar, Paulus H. Yoedianto, sebagai conductor termuda di festival ini, dimana selain dapat menambah wawasan mengenai dunia paduan suara juga dapat memperluas hubungan dengan conductor dari berbagai negara.
Tahun ini, PS Unpar sebagai satu-satunya paduan suara Indonesia yang pernah diundang tampil dalam festival ini, selain tampil di Legnano, juga mengadakan konser di kota Turate, Rovello Porro, Uboldo, Bergamo, Clusone, Bustovo Garolfo, dan Milan. Pada konser yang diadakan setiap hari sejak tanggal 3 hingga 12 Juni 2011 itu, PS Unpar membawakan sacred songs dan folklore.
Mengikuti festival ini merupakan pengalaman bermusik yang tidak terlupakan dan sangat berharga. Kesempatan untuk tampil di berbagai gereja tua berusia ratusan tahun dengan interior yang mengagumkan adalah kesempatan yang tidak bisa dimiliki oleh setiap paduan suara di Indonesia. Salah satunya adalah Basilica S.M. Assunta e S.G. Battista yang terletak di Via San Narno di kota Clusone. Gereja yang tahun 2011 berusia 300 tahun ini terletak di lokasi dengan jalan berbukit-bukit, sehingga untuk mencapai gereja ini para anggota PS Unpar harus berjalan kaki karena bus tidak dapat masuk mengingat sempitnya jalan menuju gereja. Perjalanan melelahkan melewati jalan mendaki ditengah hawa dingin itu tergantikan oleh rasa kagum akan keindahan interior gereja tersebut. Apalagi gereja juga tersebut juga ternyata memiliki akustik yang nyaman untuk bernyanyi.
Tentu saja gereja di Clusone hanya satu dari sekian banyak gereja yang menjadi tempat konser PS Unpar. Di antara gereja-gereja tersebut, gereja yang lainnya yang tak kalah mengesankan adalah Basilica di Sant ‘Alessandro in Colonna di kota Bergamo dan Chiesa dei Santi Salvatore e Margherita di Busto Garolfo. Terlihat betapa masyarakat setempat sangat mencintai gereja-gereja ini, terlihat dari cara mereka merawat dan menjaga keindahan gereja tersebut.
Selain tampil di gereja, PS Unpar juga menggelar konser di berbagai teater. Mengagumkan bahwa kota-kota kecil tersebut memiliki fasilitas teater yang mungkin di Indonesia hanya ada di kota sekelas Jakarta. Ini menunjukkan bahwa pemerintah dan masyarakatnya peduli dengan akan adanya fasilitas penunjang kegiatan seni.
Salah satu teater dengan akustik sangat baik adalah Cine Teatro San Pio Sala della Comunita. Teater yang sudah bertahun-tahun menjadi tempat penyelenggaraan konser La Fabbrica del Canto ini memang dikenal disukai karena akustiknya yang nyaman untuk para penyanyi paduan suara. Teater berkonsep modern ini terletak di Piazza Conciliazione di kota Uboldo. Uboldo yang terletak di 20 km di sebelah barat kota Milan dengan penduduk kurang lebih 10.000 orang ini nampaknya merupakan tipe kota-kota di Eropa pada umumnya dimana,masyarakatnya sangat peduli dengan seni.
Bagi PS Unpar, salah satu tantangan terberat pada festival ini adalah cuaca yang sangat dingin, terutama di malam hari, disertai hujan. Seagai paduan suara yang berasal dari tropis, para anggota PS Unpar harus berjuang untuk mengatasi hawa dingin ini. Dibutuhkan stamina yang baik untuk menggelar konser dengan program 60 menit tanpa istirahat yang selalu diadakan pada pukul sembilan malam.
Cuaca terdingin adalah pada saat PS Unpar tampil di konser yang diadakan di kota Clusone , sebuah wilayah yang terletakdi provinsi Bergamo, tidak jauh dari pegunungan Alpen, dimana pada malam hari cuacanya mencapai sepuluh derajat.
Cuaca yang tidak bersahabat ini nampaknya tertutupi oleh hangatnya sambutan para penonton dan para tuan rumah. Hampir dalam setiap konser PS Unpar mendapatkan standing ovation, bahkan pada saat konser di Chiesa dei Santi Salvatore e Magherita di kota Busto Garolfo hampir selurih penomton berdiri mberikan tepuk tangan yang panjang. Tidak sampai disitu saja, bahkan setrlah konser mereka akan menyalami para penyanyi dan mengucapkan selamat, serta menyatakan rasa terimakasih mereka karena PS Unpar telah menyuguhkan performance yang menarik untuk mereka. Keramahan lainnya juga ditunjukkan oleh para tuan rumah yang memberikan jamuan sederhana penuh sederhana penuh keakraban setelah konser yang melelahkan yang membuat para penyanyi betah berlama-lama.
Apresiasi yang sangat baik terhadap penampilan-penampilan PS Unpar selama festival ini, terutama pada dua konser terakhir di kota Milan telah mendatangkan undangan bagi PS Unpar untuk tampil di beberapa event di Eropa tahun 2012.
Hari-hari berlalu tanpa terasa, sepuluh konser yang telah digelar ditutup dengan penampilan cantik mereka di Teatro Dal Verne. Namun nampaknya belum cukup memuaskan hasrat mereka untuk terus bernyanyi. Pada pesta perpisahan di Il Giardino, PS Unpar ~yang nampaknya menjadi kelompok favorit di antara para peserta bukan hanya karena penampilan-penampilan mereka di atas panggung, namun juga karena sikap bersahabat para anggotanya yang cepat sekali akrab dengan anggota kelompok lain~ berhasil menarik peserta lain dengan menyanyikan lagu-lagu folklore Indonesia hingga lagu-lagu populer. Mereka berhasil memindahkan pesona di atas panggung ke tengah-tengah restoran yang telah menemani mereka selama di Legnano. Kegembiraan ala mahasiswa yang hari-harinya selalu dipenuhi dengan tawa canda itu juga nampaknya juga menarik perhatian peserta lain. Bahkan dua peserta lainnya, yaitu The Gents ~ male choir dari Belanda~ dan Realtime ~ male vocal ensemble dari Canada~ berhasil didaulat untuk menyumbangkan beberapa lagu. Lagu Here, There, and Everywhere dan Just The Way You Are telah berhasil mengikat cinta PS Unpar di Legnano.