UNPAR.AC.ID, Bandung – Rektor Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) Mangadar Situmorang, Ph.D melantik jajaran pengurus Ikatan Alumni (IKA) Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNPAR, Selasa (28/9/2021) lalu. Secara perdana, Dewan Pakar IKA Doktor ilmu Hukum FH UNPAR Prof. Dr. H.M. Syarifuddin, S.H., M.H.-cum-Ketua Mahkamah Agung RI menyampaikan kuliah umum “Teori Heuristika Hukum Dalam Penyelesaian Problematika Disparitas Pemidanaan”.
“Saya sebagai Rektor UNPAR melantik seluruh pengurus IKA Doktor Ilmu Hukum FH UNPAR masa bakti 2021-2026,” tutur Rektor.
Rektor mengatakan, IKA Doktor Ilmu Hukum FH UNPAR diharapkan bisa memberikan manfaat yang sebesar-besarnya terutama bagi para anggotanya. Lebih lagi, tentu dukungan bagi UNPAR sebagai institusi almamater.
“Dengan kehendak baik bagi kita semua, khususnya para pengurus, kita akan sama-sama mengikuti proses yang tujuannya bisa memberikan manfaat dan wujud cinta dan sumbangan bagi pembangunan masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum IKA Doktor Ilmu Hukum FH UNPAR Dr. Kikit Wirianti Sugata, S.H., mengajak seluruh pengurus yang baru dilantik agar berkolaborasi guna membuahkan karya-karya terbaik dalam kepengurusan periode 2021-2026 ini.
“Kiranya IKA Doktor Ilmu Hukum FH UNPAR dapat memberikan kontribusi terbaiknya bagi almamater tercinta maupun bagi masyarakat luas. Gagasan yang jernih dan bernas dari para alumni kiranya senantiasa mewarnai dinamika perkembangan hukum di Indonesia,” ucapnya.
Selain gagasan yang jernih dan bernas, lanjut dia, diharapkan para alumni Doktor Ilmu Hukum UNPAR dapat mengembangkan kegiatan yang menunjang pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Guna mewujudkan masa depan hukum yang lebih baik di Indonesia.
Atas dasar itu, kuliah umum menjadi acara perdana yang diinisiasi IKA Doktor Ilmu Hukum UNPAR bagi almamaternya. Hal ini menjadi wujud nyata yang senantiasa memberikan sumbangsihnya bagi perkembangan hukum di Indonesia.
“Menjadi sumbangsih pemikiran penting dan merupakan suatu gagasan yang jernih, bernas, dan mengandung unsur pembaruan bagi penerapan hukum di Indonesia,” katanya.
Teori Heuristik Hukum Dalam Penyelesaian Problematika Disparitas Pemidanaan
Dalam paparan materi, Ptof. Dr. H.M. Syarifuddin, S.H., M.H menyampaikan bahwa heuristika dapat diartikan sebagai penentuan sesuatu atau berupaya menemukan suatu pengetahuan yang baru. Heuristik dibangun untuk menjelaskan proses yang mendasari munculnya intuisi dan kebiasaan.
Heuristika menekankan pendekatan rasional terhadap pengalaman dan situasi yang terjadi dalam lingkungan tertentu untuk membantu memecahkan suatu masalah, dimana seringkali bersifat spontan atau refleks dan tidak disadari. Namun studi sistematis dengan menggunakan konsep heuristika dapat membantu meningkatkan kemampuan dalam pengambilan keputusan. Dalam hal inilah heuristika membimbing dalam memahami suatu permasalahan dan mengambil keputusan di tengah situasi yang penuh ketidakpastian.
Lebih lanjut, dia menuturkan, hukum adalah sistem yang dinamis dan bersegi banyak. Hukum senantiasa berubah dan bergerak mengikuti perkembangan zaman. Hal tersebut terbentuk oleh multifaktor seperti politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama karena secara organik hukum bersifat dinamis dan bersegi banyak. Maka memahami hukum tidak dapat mengandalkan logika tunggal saja.
“Misalnya dengan pemberantasan korupsi tidak dapat dipahami dan diatasi hanya dengan mengandalkan peraturan dan penegakkan hukum oleh Aparatur Negara. pemberantasan korupsi membutuhkan upaya kolektif mulai dari proses legislasi, penciptaan budaya dan pemahaman masyarakat, membangun sistem pengawasan perilaku dan kinerja aparatur, serta membentuk sinergi dari para penegak hukum. semua itu tidak bisa dilakukan secara parsial melainkan harus ada keterpaduan antara satu dengan yang Lainnya,” tuturnya.
Sistem hukum heuristik ini pada intinya mencakup banyak pemangku kepentingan (stakeholder). Karena itu, penormaan, penegakan, dan pembaruan hukum harus selalu melibatkan semua pemangku kepentingan yang ada.
Pedoman pemidanaan sesuai konsep berpikir heuristika tidak ditujukan untuk membatasi kemerdekaan dan kemandirian para hakim dalam menjatuhkan putusan. Karena kemerdekaan dan kemandirian merupakan prinsip utama dalam fungsi kekuasaan kehakiman. Pedoman pemidanaan dibuat untuk membantu para hakim dalam menentukan pemidanaan berdasarkan tahapan-tahapan yang wajib dipertimbangkan sebelum menjatuhkan putusan.
Pedoman pemidanaan tersebut memberikan tuntunan kepada para hakim berupa tahapan-tahapan yang harus dilalui ketika akan menjatuhkan pidana. Pedoman tersebut tidak membatasi cara berpikir hakim. Melainkan memberikan metode dan cara kerja dalam mengukur kategori berat ringannya suatu tindak pidana. Parameter-parameter tersebut tidak diciptakan melainkan telah ada dalam setiap perkara, sedangkan regulasi hanya menentukan mekanisme dan tahapan-tahapan yang dilalui sebelum menentukan ukuran pidana. (RBF-Humkoler UNPAR)