UNPAR.AC.ID, Bandung – Melihat data dari Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 (Pikobar) Provinsi Jawa Barat per 20 Juni 2021, ada kekhawatiran apakah kita akan bisa menjalankan rencana pembelajaran tatap muka (PTM) dalam waktu dekat. Data dari Pikobar Jawa Barat menunjukkan, jumlah rata-rata kasus tujuh harian menunjukkan tren kenaikan dari 1.224 pada 10 Juni 2021 menjadi 2.123 pada 19 Juni 2021. Hal ini juga dibarengi dengan informasi kenaikan persentase keterisian tempat tidur pada beberapa rumah sakit di Jawa Barat yang mencapai 81,96% pada 19 Juni 2021. Tingkat keterisian tempat tidur tersebut jauh melebihi standar batas WHO 60% dan standar kritis nasional 70%. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pun menyatakan, wilayah Bandung Raya dinyatakan masuk dalam status Siaga 1 sejak 15 juni 2021.
Rencana pembukaan institusi pendidikan terbatas di wilayah Bandung Raya dalam kegiatan PTM perlu disikapi dengan serius, mengingat situasi dalam dua minggu terakhir ini. Keluhan akan turunnya mutu dan kualitas pembelajaran jarak jauh (daring) perlu disikapi dengan penuh kehati-hatian. Ketidakmerataan sarana dan prasarana pendukung serta kualitas sumber daya manusia dalam pembelajaran daring di berbagai institusi Pendidikan, membuat proses pembelajaran daring menjadi tidak maksimal. Keluhan akan kualitas infrastruktur jaringan internet, materi pembelajaran yang seakan-akan hanya memberikan tugas menumpuk untuk siswa didik, dan hilangnya tekanan psikologis siswa didik dalam aktivitas pembelajaran, perlu disikapi dengan bijak.
Syarat utama PTM setidaknya harus meliputi: kesiapan institusi pendidikan, terciptanya kekebalan kelompok pada sumber daya manusia di institusi pendidikan, dan penetapan status zona hijau (aman) pada lingkungan sekitar institusi pendidikan. Kesiapan ini, pertama, lingkungan pendidikan yang menjamin adanya ruang-ruang kelas terbuka dengan sirkulasi udara yang baik dan kesiapan fasilitas pendukung pembelajaran campuran (hybrid) agar aktivitas belajar tatap muka diimbangi juga dengan aktivitas belajar jarak jauh bagi siswa didik yang tak berada di lingkungan sekolah atau institusi pendidikan lainnya.
Kedua, harus ada jaminan, para pengajar, tenaga kependidikan, dan siswa didik sudah mendapatkan vaksin. Walau perlu diingat, vaksin bukan jaminan kita terbebas dari Covid-19. Secara rutin, semua pihak yang terlibat dalam aktivitas belajar-mengajar wajib menjalankan tes Covid-19 untuk meminimalisir potensi munculnya klaster baru, sekaligus mendukung program 3T (test, tracing, dan treatment).
Perlu ada ketegasan dan keberanian dari berbagai pihak dalam menjamin setidaknya dua hal itu sudah diterapkan, sebelum membuka aktivitas PTM kembali.
Kerjasama
Untuk mendukung rencana PTM, pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat, harus bersama-sama mengikuti aturan dan protokol kesehatan. Pengalaman libur panjang lalu memberikan peringatan kepada kita, untuk kembali melakukan pembatasan dan protokol kesehatan.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus satu suara dalam penerapan protokol kesehatan 5M: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilisasi dan interaksi. Pembatasan mobilisasi masyarakat harus dilakukan bersama antarpemerintah pusat dan daerah. Para pelanggar protokol kesehatan 5M harus dikenakan sanksi tegas. Setidaknya sanksi denda langsung, untuk memberikan efek jera.
Kebijakan ini juga harus dibarengi dengan protokol 3T, untuk dapat membuat analisis karantina mikro jika ditemukan kasus aktif. Pemerintah pun harus terus menggencarkan program vaksinasi massal untuk menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity) terutama pada wilayah-wilayah yang memiliki tingkat kasus aktif tinggi, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Pelibatan berbagai pihak, seperti pihak swasta dan lembaga-lembaga sosial dalam program vaksinasi dapat menjadi alternatif percepatan vaksinasi massal ini.
Institusi pendidikan harus menjadi garda terdepan dalam rencana PTM ini. Pembatasan jumlah peserta didik dalam kelas harus dibarengi dengan kesiapan infrastruktur pendukung pembelajaran jarak jauh. Metode pembelajaran campuran harus didukung dengan fasilitas hardware dan jaringan internet yang baik untuk menyampaikan materi bagi para peserta didik di luar kelas. Pengawasan penggunaan masker dan ketersediaan fasilitas cuci tangan harus dijalankan ketat pada institusi pendidikan. Informasi jumlah tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang terpapar Covid-19 juga harus dilakukan secara rutin dan terbuka guna membantu program 3T pemerintah.
Kedisiplinan masyarakat menjadi bagian penting dalam penyelesaian pandemi Covid-19 ini. Akan sia-sia semua kebijakan pemerintah jika masyarakat tidak disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan 5M. Para pelaku ekonomi juga memainkan peranan penting dalam menjaga agar kasus aktif Covid-19 bisa terus melandai. Aturan jam operasional bisnis dan ketentuan jumlah pengunjung harus diterapkan dengan ketat. Perlu disadari, ada keterbatasan pengawasan dari aparat pemerintah sehingga kedisiplinan para pelaku ekonomi bisa berkontribusi dalam penyelesaian pandemi ini. Pembatasan mobilitas dan interaksi harus dipahami oleh masyarakat sebagai upaya bersama untuk menyelesaikan pandemi ini.
Jika tiga pihak ini bersama-sama menjalankan perannya masing-masing dengan baik, kita akan segera siap menyongsong era PTM dan melakukan aktivitas dengan normal kembali. Kita semua sudah lelah berjuang selama hampir satu setengah tahun ini dalam berdisiplin sebagai bagian dari upaya penyelesaian pandemi. Akan tetapi, hanya kedisiplinan yang mampu membawa kita keluar dari pandemi Covid-19 ini. Beberapa contoh yang terjadi di negara lain seperti Selandia Baru, Amerika Serikat, dan beberapa negara Eropa lainnya menunjukkan hal tersebut.
Tulisan tersebut telah dimuat di harian Pikiran Rakyat edisi Senin, 21 Juni 2021 dengan judul “Pembelajaran Tatap Muka”.