UNPAR.AC.ID, Bandung – Pendekatan sistem pendidikan semakin berkembang untuk membentuk siswa dalam proses belajar. Salah satunya adalah pendekatan pembelajaran interdisiplin yang mengintegrasikan Science, Technology, Engineering, dan Mathematics (STEM) pada pendidikan di Singapura.
Perkembangan pendidikan STEM di Singapura bukan saja dilakukan oleh satu pihak, namun didukung oleh suatu ekosistem pendidikan. Dimulai dari pendidikan yang bersifat non-STEM dari mulai pendidikan dasar hingga menengah atas. STEM dilakukan berbasis program pembelajaran yang aplikatif atau Applied Learning Programme (ALP).
Hal tersebut mengemuka dalam Focus Group Discussion (FGD) tentang ekosistem pendidikan STEM di Singapura yang diselenggarakan oleh Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) pada Selasa (27/9/2022), di Gedung Pusat Pembelajaran Arntz-Geise (PPAG). Hadir dalam acara tersebut Rektor UNPAR Mangadar Situmorang, Ph.D., Arif Hidayat, Ph.D, Ed. dari Universitas Pendidikan Indonesia; Assoc. Prof. Tan Aik Ling; Assoc. Prof Teo Tang Wee; Tan Ter Ming Timothy; serta Yong Sim Ng dari National Institute of Education (NIE Singapore) sebuah lembaga di bawah Nanyang Technological University (NTU) yang menjadi lembaga pembelajaran bagi guru di Singapura.
Assoc. Prof Teo Tang Wee menuturkan bahwa pendidikan STEM merupakan wadah belajar lintas disiplin ilmu untuk pembelajaran suatu pengetahuan.
“Pembelajaran dilakukan secara integratif dalam menghadapi langsung masalah pada kehidupan nyata dan mencari penyelesaian untuk membuat solusi yang lebih baik,” tuturnya.
Dia juga menuturkan penyusunan kurikulum STEM di Singapura dimulai dan disusun oleh STEM Inc. yang mengembangkan STEM dengan pembelajaran design thinking yang terintegrasi dengan menekankan suasana belajar yang menyenangkan dalam kerangka berpikir dan pendekatan pendidikan terapan.
“Kami memikirkan lintas disiplin, tidak hanya dalam hal konten, pengetahuan. Karena seringkali ketika guru bertanya bagaimana mengintegrasikan suatu ilmu, mereka hanya memikirkan konten secara fisiknya saja, seperti silabus. Mereka mengambil isinya dan kemudian menggabungkannya. Mereka tidak memikirkan integrasi di luar konten, yang mencakup praktik dan disposisi,” katanya.
Selain itu, pendidikan STEM bukan bermaksud untuk mengembangkan guru yang tahu semua ilmu STEM, namun yang lebih penting adalah bagaimana para guru dengan kemampuan yang berbeda mampu mengintegrasikan ilmu dan menyusun kurikulum yang melibatkan kemitraan untuk menjawab permasalahan yang semakin kompleks dan berubah.
Adapun dia menyebutkan terdapat 3 kerangka instruksi yang ada dalam STEM meliputi:
1. Problem Centric STEM (foundation knowledge)
2. Solution Centric (meta knowledge)
3. User centric (humanistic knowledge)
Selain itu, Rektor UNPAR Mangadar Situmorang, Ph.D., mengungkapkan atensinya terhadap kepedulian UNPAR untuk pendidikan dengan mengembangkan STEM yang sudah menjadi kebutuhan pendidikan guru di Indonesia. Pendidikan STEM diharapkan mampu untuk menguatkan kapabilitas UNPAR dan mendukung program pendidikan tinggi yang diemban UNPAR.
Rektor juga berharap, diskusi yang dilakukan dengan mendatangkan pakar pendidikan dari Singapura tersebut dapat menjadi rujukan dan dukungan terhadap keberlangsungan wacana pembukaan program keguruan dan ilmu pendidikan dalam rangka komitmen untuk memajukan pendidikan di Indonesia. (RBF-Humkoler UNPAR)