UNPAR.AC.ID, Bandung – Suasana Ruang Mgr. Geisse Lecture Theater Gedung 3 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) penuh dengan antusiasme para peserta yang hadir untuk menyaksikan acara peluncuran buku berjudul “Dekonstruksi atas Neorealisme Kenneth N. Waltz sebagai Fondasi Ilmu Hubungan Internasional” karya mendiang Dr. P. Y. Nur Indro, pada Jumat (25/8/2023) lalu. Buku ini mengupas dan mengajak kita melihat lebih dalam tentang teori neorealisme yang telah lama menjadi dasar dalam memahami dinamika dunia internasional.
Dua narasumber penting hadir dalam acara ini, yaitu Prof. Bambang Sugiharto, Ph.D., yang merupakan seorang ahli filsafat dari UNPAR, dan Mangadar Situmorang, Ph.D., seorang dosen berpengalaman dalam bidang Hubungan Internasional di UNPAR.
Prof. Bambang Sugiharto, Ph.D., dengan penuh semangat memaparkan bahwa dunia akademis seringkali terjebak pada pola pikir konvensional dan mengambil teori-teori sebagai kebenaran mutlak. Namun, ia menekankan bahwa di balik teori-teori tersebut tersembunyi paradigma filosofis yang membentuk pandangan kita terhadap dunia. Bambang membawa kita kepada pemahaman bahwa dekonstruksi adalah kunci untuk membuka lapisan filosofis tersebut.
“Sering kali kita hanya melihat permukaan teori, tanpa mengeksplorasi aspek filosofis yang mendalam. Paradigma filosofis ini memainkan peran penting dalam membentuk cara kita memandang realitas internasional,” ujar Prof. Bambang. Dia mengilustrasikan bagaimana perkembangan teknologi dan globalisasi telah membuat realitas internasional semakin kompleks. Kita hidup dalam era dimana berbagai sudut pandang dan pengalaman bersatu dalam jaringan yang tak terelakkan.
Pentingnya pengaplikasian paradigma filosofis dalam pemahaman ilmu hubungan internasional ini sangat relevan. Beliau membantu peserta memahami fenomena kompleks dalam hubungan antarnegara dan menjelaskan mengapa suatu tindakan dapat diartikan dengan berbagai cara.
Mangadar Situmorang, Ph.D. selanjutnya menyampaikan pandangannya tentang bagaimana dekonstruksi dapat diterapkan dalam konteks ilmu hubungan internasional.
“Refleksi saya tentang disertasi Nur Indro adalah apakah Mendiang akan membongkar dan mendekonstruksi pemikiran neorealisme yang hanya fokus pada struktur, negara, dan hard power,” ujarnya.
“Sebelumnya, saya pikir begitu. Namun, Mas Nur Indro mengajukan dekonstruksi atas neorealisme Kenneth Waltz sebagai fondasi ilmu hubungan internasional. Mendiang mencoba untuk mengkritisi dan mempertanyakan fondasi ilmu hubungan internasional yang dibangun di atas neorealisme Waltz dengan menggunakan dekonstruksi Jacques Derrida,” lanjutnya.
Dia memberikan contoh tentang bagaimana kita sering melihat negara sebagai aktor utama dalam hubungan internasional. Namun, dengan dekonstruksi, kita dapat melihat bagaimana kelompok masyarakat, perusahaan multinasional, dan bahkan individu berkontribusi dalam dinamika global.
Mangadar juga mengilustrasikan bagaimana dekonstruksi membantu kita merenungkan apakah teori-teori yang telah mapan selama ini masih relevan. Menurutnya, dekonstruksi bukan tentang menggulingkan teori, melainkan tentang memperkaya pemahaman kita. Melalui pendekatan ini, kita bisa melihat dinamika internasional dari berbagai sudut pandang yang lebih kaya dan mendalam.
Acara peluncuran buku ini telah membawa peserta dalam perjalanan mendalam untuk menggali lebih jauh tentang bagaimana paradigma filosofis dan dekonstruksi dapat mengubah cara kita memahami ilmu hubungan internasional. Dalam dunia yang semakin terhubung dan kompleks, mempertimbangkan berbagai perspektif adalah kunci untuk memahami dinamika hubungan antarnegara dan tantangan global. (NAT-Humkoler UNPAR)