UNPAR.AC.ID, Bandung – Kilas balik tahun 2021 silam, kepemilikan aset digital bernama Non-Fungible Token (NFT) menjadi buah bibir masyarakat dunia, khususnya Indonesia. Fenomena Ghozali yang meraup milyaran rupiah dengan mudah melalui NFT membuat masyarakat berlomba untuk menjual aset digital berbentuk gambar dengan harga yang tinggi.
Maraknya perbincangan tentang NFT juga turut membuat teknologi dibaliknya yang bernama blockchain menjadi pembicaraan karena peran pentingnya dalam perkembangan NFT. Namun, apa sebenarnya blockchain itu?
Dilansir dari situs codingstudio.id, blockchain sendiri berasal dari dua kata, yakni block dan chain. Dengan demikian, teknologi blockchain sendiri dapat diartikan sebagai tempat penyimpanan data secara permanen dalam bentuk block yang saling terhubung. Tidak sampai disitu saja, teknologi yang sudah ada sejak tahun 1991 ini pun menjadi sebuah catatan digital yang dapat bertambah seiring dengan waktu.
Lebih lanjut, kata chain merujuk pada keterhubungan satu block dengan yang lainnya, di mana penambahan data akan terlebih dahulu diverifikasi oleh node terhubung dalam blockchain yang sama. Oleh karena itu, tindakan pencurian ataupun manipulasi data akan sulit terjadi dalam blockchain. Lantas, apa hubungan antara blockchain dengan NFT?
Ethereum sebagai blockchain yang digunakan NFT menawarkan berbagai manfaat khususnya pencatatan transaksi yang kredibel dan otomatis. Nama dari pencipta serta seluruh pembeli yang pernah melakukan transaksi dengan satu aset digital tertentu akan disimpan dengan baik secara permanen sehingga dapat diselidiki sejarah kepemilikannya.
Tidak hanya itu, keamanan dari blockchain ini dapat terlihat dari sulitnya pihak tidak berwenang untuk menambahkan data kepemilikan yang tidak sah ataupun pengubahan terhadap data pemilik yang ada karena proses verifikasi yang akan dilakukan oleh peserta dalam blockchain.
Sebagai contoh sederhana, Alice yang merupakan seorang desainer hendak menjual karyanya sebagai aset digital di pasar NFT. Sebagai pencipta, tentunya Alice pun harus memberikan beberapa informasi dasar mengenai karyanya seperti harga, nama pencipta, royalti, dan lainnya yang tersimpan dalam block pertama dalam blockchain. Setelah NFT dipublikasikan dan dibeli oleh Bob, nama Bob akan kemudian tercatat di block berikutnya. Hal yang sama pun akan terjadi untuk pembeli selanjutnya. Alice sebagai pencipta yang tercatat dalam blockchain akan mendapatkan royalti setiap block bertambah namun dikurangi biaya gas yang ditetapkan oleh pasar.
Sementara itu, terdapat Charlie yang hendak memalsukan data penciptanya menjadi dirinya dengan mengubah data block pertama. Hanya saja, sifat immutability yang dimiliki oleh blockchain menggagalkan usahanya. Tidak sampai di situ saja, Charlie juga berusaha menambahkan data dirinya sebagai pembeli namun tetap gagal karena proses verifikasi yang dilakukan oleh pengguna pasar dalam jaringan blockchain tersebut.
Dengan demikian, implementasi blockchain memberikan berbagai manfaat penting di dalam dunia NFT khususnya untuk status kepemilikan dari aset digital. Oleh karena itu, meskipun duplikasi aset bisa saja bertebaran di internet, sejarah kepemilikan dan pencipta dari aset tersebut tercatat dan tidak bisa diubah. (Ira Veratika SN-Humas UNPAR)
Tulisan tersebut disusun oleh Ketherine Goenawan (Mahasiswa Informatika UNPAR)