UNPAR.AC.ID, Bandung – Menghidupi Budaya, Memperindah Dunia, menjadi benang merah menyambut kembali mahasiswa baru secara langsung usai 2 tahun SIAP digelar online karena hantaman pandemi Covid-19. Penerapan strategi pascapandemi melalui penerapan perkuliahan tatap muka (PTM) 100 persen dan kurikulum Kampus Merdeka tentunya menjadi target mempersiapkan mahasiswa agar kompeten menghadapi Dunia Usaha Dunia Industri (DUDI).
Konkretnya, Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) menciptakan iklim akademik tetap berorientasi pada penguatan karakter berbasis kearifan lokal. Demikian niatan sederhana yang diusung Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) dalam rangkaian kegiatan penyambutan mahasiswa baru 2022/2023 dalam wadah bernama Inisiasi dan Adaptasi (SIAP) UNPAR.
Mahasiswa juga perlu membekali diri dengan nilai-nilai kearifan lokal sebagai fondasi dalam merayakan dan memperindah kehidupan sebagai pribadi yang humanum, berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran, dan menerima keberagaman sebagai sebuah anugerah.
Tak hanya menciptakan iklim akademik yang tetap berorientasi pada penguatan karakter berbasis kearifan lokal, diperlukan juga format akademik yang menjunjung tinggi martabat manusia, reformasi pengembangan SDM melalui dunia pendidikan, dan profil lulusan yang berorientasi pada pengabdian kepada masyarakat.
UNPAR sejak awal penerimaan mahasiswa baru berkomitmen memberi peluang seluas-luasnya bagi mahasiswa untuk belajar berpikir dan bertindak kreatif, memiliki kapasitas sebagai pribadi yang handal, bermuatan pedagogi yang relevan dan konsisten mengembangkan kemandirian dalam menemukan pengetahuan melalui pengalaman riil.
Selaras dengan tema yang diusung, dinamika SIAP Spiritualitas dan Nilai-Nilai Dasar UNPAR (SINDU) tahun 2022 pun dirancang dengan interaktif untuk menanamkan SINDU. Tema pertama yang diangkat dalam SIAP SINDU tahun ini adalah Menjadi Komunitas Humanum. Komunitas humanum yang dimaksudkan adalah membangun habitus komunitas yang menghidupi kemanusiaan secara utuh dan penuh demi martabat manusia dan keutuhan ekologis. Konsekuensi logis dari konsep humanum adalah bertumbuh secara utuh dari aspek fisik, intelektual, bermoral baik, menjadi teman seperjalanan bagi yang lain, menghargai nilai budaya dan tradisi, serta mengedepankan praktik religiusitas yang rasional.
Tema kedua mengangkat semangat dan praktik Cinta Kasih dalam Kebenaran. Cinta kasih dalam kebenaran, memberi penekanan pada kehendak bebas dan akal sehat (rasional). Artinya, kemampuan melihat setiap persoalan secara jernih, bukan hanya soal hati, berbela rasa tetapi juga harus bisa dipertanggungjawabkan (discerment conscientiae). Singkatnya, menggunakan hati berdasarkan kebersihan akal sehat (tidak menghalalkan segala cara).
Kebenaran selalu berkaitan kejujuran yaitu berani berkata tidak/menolak untuk praktik kejahatan termasuk praktik kejahatan akademik dalam bentuk plagiarisme. Cinta kasih dalam kebenaran memungkinkan setiap orang untuk berani mengoreksi diri, mengkritik diri, dan memberi ruang bagi pribadi yang lain untuk berkembang dalam semangat kebenaran. Maka berpikir kritis yang didasari oleh kebenaran dan kejujuran mendorong terwujudnya sikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan berbeda.
Tema ketiga mengangkat konteks Keberagaman. Keberagaman hendaknya dipahami dan dihayati sebagai sebuah berkat. Setiap sivitas akademika hendaknya hidup dalam semangat ini melalui iklim belajar mengajar yang mengedepankan rasa saling menerima dan menghormati karena kekhasan. Konsekuensi langsung dari konsep keberagaman adalah pentingnya mewujudkan kondisi hidup yang saling menghormati keberagaman identitas (pluribus unum) dan mencegah terjadinya situasi dehumanistik yang disikapi dengan cara berpikir dan berperilaku toleran. Melalui sikap terbuka dan menghormati keberagaman diharapkan mampu membawa perubahan (transformatif) demi pengabdian bagi kebaikan bersama (bonum commune). Inilah cara UNPARIAN memperindah dunia!

Dinamika SIAP SINDU tahun ini masih dilaksanakan secara daring dengan melibatkan dosen dan tenaga kependidikan sebagai tim modul SINDU dan melibatkan mahasiswa sebagai mentor yang menyampaikan materi di ruang virtual masing-masing melalui video interaktif, dinamika kelompok, tugas pribadi menggunakan aplikasi seperti padlet, flipgrid, dan jamboard. Konsep dan alur pun berbeda dari tahun sebelumnya. Mentor (mahasiswa) harus mencoba microteaching dalam menyampaikan materi SINDU yang bertujuan menghapus gap antarmentor dan mahasiswa baru, menginspirasi maba dari pengalaman mentor sebagai mahasiswa dan memotivasi mereka untuk mempraktikkan SINDU dalam kehidupan baik itu di ranah akademik, non-akademik, dan relasi sosial dengan lingkungan masyarakat yang lebih luas,
Menambahkan beragam games yang mengundang tawa, mencairkan suasana, dan menambah keakraban, menjadi salah satu cara menghapus stigma ospek yang menegangkan. Dinamika SIAP SINDU ditutup dengan sesi review dan bonding yang dilaksanakan secara luring melalui pendekatan project based learning dengan membuat grafiti refleksi SINDU.
Keseluruhan proses SIAP SINDU di atas tentunya menyimpan harapan besar bahwa, SINDU mampu menjadi roh untuk mengombinasikan semua disiplin ilmu untuk berpikir dan bekerja lintas batas dan generasi bagi terciptanya sebuah peradaban yang lebih humanum.
Tulisan tersebut sebelumnya telah dimuat di Harian Kompas dan Kompas.id pada 21 September 2022 dengan Judul “Menghidupi Budaya, Memperindah Dunia“.