UNPAR.AC.ID, Bandung – Hampir semua orang di dunia sudah familiar dengan teknologi Artificial Intelligence (A.I.) pun menggunakannya. Artificial Intelligence atau Kecerdasan Artifisial adalah mesin (komputer) yang memiliki kemampuan untuk berpikir dan bertindak layaknya manusia.
Kapabilitas A.I. telah berkembang secara pesat dalam satu dekade terakhir. Salah satu perkembangannya adalah model baru A.I., Generative A.I. (GAI) yang akhir-akhir ini tengah populer di kalangan masyarakat.
Generative A.I. atau GAI adalah model A.I. yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan media seperti teks dan gambar sebagai respons atau perintah atau prompt yang berupa pernyataan dan/atau pertanyaan dalam bahasa manusia yang diberikan oleh pengguna.
GAI dapat mempermudah beberapa kegiatan para penggunanya, misalnya dengan membantu para penulis saat belum memiliki ide menulis, menghasilkan ringkasan teks, membuat sebuah paragraf mengenai suatu topik, dan lainnya.
Namun di sisi lain, penggunaan GAI juga menimbulkan kerugian dan berbagai masalah. Penggunaannya yang tidak terbatas membuat GAI juga dapat “merampas” sebuah pekerjaan, misalnya pekerjaan para penulis naskah.
Pada bulan Mei 2023 lalu, sebuah serikat penulis naskah skenario di Hollywood, The Writer Guild of America (WGA), melakukan aksi mogok sebagai salah satu bentuk protes akan penggunaan GAI yang mulai di luar kendali.
Salah satu tuntutan mereka adalah meningkatkan pengawasan dan pembatasan ketat penggunaan GAI untuk membuat naskah secara otomatis yang berpotensi dapat menggantikan peran manusia, terutama mereka yang bekerja di industri terkait.
Aksi ini menunjukkan bahwa penggunaan A.I. menjadi mata pisau bagi kehidupan manusia. A.I. dapat mempermudah kehidupan manusia namun sekaligus juga dapat “mengancam” manusia melalui kecanggihan mereka yang berpotensi dapat menggantikan peran manusia.
Seharusnya, pengembangan A.I. harus memiliki kerangka etis dan moral yang komprehensif dengan mempertimbangkan banyak hal, misalnya mengenai bias pada data, transparansi algoritama, dan sebagainya.
Karena hal ini, berbagai upaya pengendalian A.I. telah dilakukan di berbagai tingkatan berbeda. Di tingkat internasional, UNESCO telah merilis Recommendation on the Ethics of Artificial Intelligence pada tahun 2021.
Indonesia juga tengah menyusun regulasi terkait A.I.. Regulasi tersebut mengadopsi rekomendasi dari UNESCO dengan penyesuaian agar selaras dengan konteks bangsa dan negara Indonesia.
Kita juga bisa melakukan upaya dalam mengendalikan A.I.. Upaya kita dalam level individu juga menjadi sangat penting karena kita-lah yang harus beradaptasi dan berhadapan langsung dengan A.I..
Satu upaya yang dapat kita lakukan adalah dengan melakukan literasi A.I. yaitu kompetensi untuk memahami, berinteraksi, dan berkolaborasi dengan A.I.. Beberapa aspek dalam literasi A.I. adalah:
- Pemahaman terhadap konsep dan cara kerja A.I. agar mampu mengidentifikasi dan memprediksi risiko yang potensial terjadi akibat penggunaan A.I..
- Penggunaan aplikasi A.I. secara bertanggung jawab.
- Selalu bersikap kritis terhadap A.I. agar tidak terlena oleh “kehebatan” dan kecanggihan A.I.
Kesadaran akan pentingnya literasi A.I. adalah awal bagi kita sebagai manusia untuk mulai bergerak melangkah untuk maju di era A.I. ini agar A.I. tetap dapat kita kendalikan dan dapat kita gunakan untuk tujuan yang positif. (SYA-Humas UNPAR)
Tulisan tersebut juga telah dimuat di KompasId dengan judul Informatika UNPAR Menjadi Jawaban Problematika AI. Juga di kompas.com, berjudul AI Bisa Geser Peran Manusia, Ini Solusi yang Ditawarkan Prodi Informatika UNPAR.