Masa Depan Indonesia-AS

Dr.Phil. Aknolt Kristian Pakpahan, S.IP., M.A. (Dosen Program Studi Hubungan Internasional FISIP UNPAR)/Dok. UNPAR

UNPAR.AC.ID, Bandung – Berakhirnya proses Pemilihan Presiden (pilpres) Amerika Serikat 2024 memberikan hasil sementara Pasangan Donald Trump-James Vance mengungguli pasangan Kamala Harris-Tim Walz, walaupun hasil resmi akan diumumkan oleh Kongres Amerika Serikat pada 6 Januari 2025.

Keduanya akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Persiden Amerika Serikat pada Januari 2024 mendatang. 

Tentu saja, terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat yang baru akan memberikan implikasi tidak saja pada aktivitas ekonomi-politik global, juga terhadap Indonesia. 

Pada kampanyenya, Donald Trump selalu mengedepankan konsep America First dan semangat Make America Great Again atau kerap disebut MAGA.

Dalam hal ini, fokus utama Trump akan merujuk pada perlindungan ekonomi domestik dan mengurangi ketergantungan terhadap negara lain. 

Dalam kampanyenya, Trump selalu mengingatkan bagaimana isu imigran merusak tatanan ekonomi dan sosial Amerika Serikat. Masuknya para imigran gelap ke Amerika Serikat dipandang Trump telah merebut lapangan pekerjaan bagi warga Amerika Serikat.

Pembangunan tembok perbatasan yang lebih luas dan pengusiran para imigran gelap akan menjadi fokus awal pemerintahan Trump. 

Trump juga berjanji akan menjalankan kebijakan pemotongan pajak bagi perusahaan dan individu yang akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan pada akhirnya membantu aktivitas di sektor ekonomi riil.

Selain itu, Trump berjanji akan meminta perusahaan-perusahaan Amerika Serikat untuk kembali dan membuka fasilitas produksi di Amerika Serikat untuk membantu membuka lapangan pekerjaan dan mengurangi angka pengangguran.

Pada tataran global, Trump berjanji akan menghentikan perang Rusia-Ukraina dan konflik berkepanjangan Israel-Palestina termasuk juga menjalankan kebijakan proteksionisme dalam sektor ekonominya.

Trump menginginkan dunia yang lebih damai dan stabil untuk menjamin keberlangsungan aktivitas ekonomi.

Sebagai seorang pebisnis, Trump paham betul pentingnya stabilitas ekonomi politik bagi keberlangsungan dan keberlanjutan Amerika Serikat.

Dampak

Janji Trump untuk menerapkan kebijakan proteksionisme dengan menerapkan pajak impor tinggi pada negara-negara lain termasuk pajak yang lebih besar dpada Cina, perlu dicermati oleh Indonesia. 

Hubungan Indonesia dan Amerika Serikat memang diwarnai pasang surut. Dalam konteks ekonomi, data Badan dan Pusat Statistik 2023 menunjukkan bahwa Amerika Serikat merupakan negara tujuan produk ekspor Indonesia kedua terbesar setelah Cina.

Menurut laporan Kementerian Perdagangan, total nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat pada tahun 2023 mencapai 23,25 miliar dolar. Indonesia mendapatkan surplus neraca perdagangan sebesar 11,96 miliar dolar Amerika. 

Pada periode Januari-September 2024, Indonesia mencatat nilai ekspor sebesar 16,95 miliar dolar Amerika dengan surplus neraca perdagangan sebesar 9 miliar dolar Amerika. 

Angka tersebut menyiratkan pentingnya Amerika Serikat bagi sektor ekonomi Indonesia.

Penerapan kebijakan proteksionisme dengan penetapan tarif impor yang tinggi tentu akan mengancam ekspor produk Indonesia ke Amerika Serikat termasuk ancaman perlemahan ekonomi domestik.

Harapan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kisaran 8% selama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan terancam sekiranya Amerika Serikat menetapkan tarif impor 10%-20% bagi negara negara  yang ingin mengirimkan produk ekspornya ke pasar Amerika Serikat dan secara khusus 60% bagi Cina.

Indonesia harus mampu mencari pasar nontradisional baru untuk dapat menyerap produk ekspor yang biasa dikirimkan ke Amerika Serikat untuk menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi  nasional sebesar 8% sesuai target,

Ancaman lain muncul dari Cina yang diprediksi akan membanjiri negara lain termasuk Indonesia dengan produk-produk ekspor mereka yang tidak dapat masuk ke Amerika Serikat.

Cina sendiri sedang mengalami situasi sulit saat ini dengan ancaman peningkatan angka pengangguran kaum muda, terpuruknya pasar real estat, dan masalah utang pemerintah.

Jangan dilupakan bagaimana jatuhnya sektor ekonomi domestik Indonesia ketika pelaku ekonomi domestik tak mampu bersaing dengan masuknya produk-produk Cina ke pasar Indonesia. 

Namun, tetap ada celah memanfaatkan posisi Indonesia dalam menjalin hubungan dengan Amerika Serikat dibawah pemerintahan Trump mendatang.

Semakin kuatnya posisi Indonesia dalam Kerjasama Selatan-Selatan (KSS) dan keinginan Indonesia bergabung dalam BRICs dapat dijadikan modalitas dalam posisi tawar Indonesia dengan Amerika.

Jangan dilupakan, Indonesia adalah satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang menjadi anggota G20.

 Modalitas ini yang dapat dimanfaatkan Indonesia dalam membuka kerjasama ekonomi yang lebih menguntungkan dengan Amerika Serikat.

Walaupun Indonesia belum memiliki kesepakatan kerja sama perdagangan bebas (FTA) dengan Amerika Serikat, akan tetapi  langkah awal yang diambil Presiden joko Widodo pada November 2023 lalu dengan kesepakatan Indonesia-Amerika Serikat melalui komitmen Comprehensive Strategic Partnership (CSP) terutama dengan penekanan pada pemberian fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) perlu ditindaklanjuti agar supaya Indonesia terbebas dari penerapan kebijakan proteksionisme Trump.

Hal lain adalah situasi di Laut Cina Selatan. Amerika Serikat ingin menghilangkan dominasi Cina. Tentu tidak mudah bagi Amerika Serikat untuk menentang dominasi Cina tanpa melibatkan dan bekerja sama dengan negara lain.

Posisi Indonesia di Asia Tenggara dan juga anggota G20 tentu tidak dapat dipandang sebelah mata oleh Amerika Serikat dalam menjaga stabilitas kawasan terutama di wilayah Laut Cina Selatan. Indonesia dapat mengambil peran lebih dalam menjaga stabilitas kawasan Laut Cina Selatan.

Sekiranya dapat memanfaatkan modal tersebut, Indonesia dapat mengambil keuntungan dari penerapan kebijakan proteksionisme yang akan dilakukan oleh Trump.

Lawatan perdana Presiden Prabowo Subianto ke luar negeri termasuk ke Amerika Serikat, harus menjadi langkah awal negosiasi pentingnya Indonesia bagi Amerika Serikat. 

Sekiranya hal ini dapat dimanfaatkan dengan baik, rasanya hubungan Indonesia dan Amerika Serikat akan tetap terjaga dengan baik. 

Tulisan tersebut disusun oleh Aknolt Kristian Pakpahan (Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik). Merupakan republikasi dan sebelumnya telah dimuat di koran Pikiran Rakyat pada 11 November 2024 dengan Judul “Masa Depan Indonesia-AS”

Berita Terkini

Kontak Media

Humas UNPAR

Kantor Sekretariat Rektorat (KSR), Universitas Katolik Parahyangan

Jln. Ciumbuleuit No. 94 Bandung 40141 Jawa Barat

Nov 29, 2024

X