Mahitala Cetak Sejarah Dunia
Wednesday, 04 February 2009
Mahasiswa Pencinta Alam (Mahitala) Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) berhasil mencetak sejarah dunia.Selain mencapai Puncak Idenberg, tim juga berhasil mencapai tiga puncak tak bernama.
Ketiga puncak itu kemudian diberi nama Puncak Merah Putih, Garuda, dan Mahitala. Puncak Mahitala berhasil digapai kemarin pukul 12.51 WIT. Pencapaian puncak itu sangat dramatis karena dilakukan dalam cuaca hujan, angin,dan kabut tebal.
“Saya baru dapat pesan singkat dari tim ekspedisi bahwa Puncak Mahitala berhasil dicapai,” ujar Farli,Ketua Dewan Pembina Mahitala Pengurus 31, ketika ditemui di Kampus UNPAR, Jalan Ciumbuleuit, Kota Bandung,kemarin.
Menurut Farli, hingga kemarin tim masih mengukur ketinggian puncak Mahitala. Momen itu sangat ditunggu seluruh anggota ekspedisi karena salah satu misi utama pendakian adalah membuktikan apakah ada puncak lain di Pegunungan Sudirman yang lebih tinggi dari Idenberg. Karena itu, mereka sangat berhati-hati mengukur.
“Perjalanan ke Puncak Mahitala bertujuan memastikan apakah puncak tersebut lebih tinggi dari Puncak Idenberg atau sebaliknya,”ujar dia. Sebelumnya,Jumat (30/1), dalam selang waktu lima menit, dua puncak berhasil dicapai.
Puncak pertama yang kemudian diberi nama Puncak Merah Putih itu dijejakkan Tim Engea 1 sekitar pukul 10.30 WIT. Lima menit sebelumnya, tepatnya pukul 10.25 WIT,Tim Engea 2 berhasil mencapai puncak kedua yang kemudian diberi nama Puncak Garuda.
Berdasarkan pengukuran, Puncak Merah Putih memiliki ketinggian 4.626 meter di atas permukaan laut (dpl), sementara Puncak Garuda 4.604 meter dpl. Sehari sebelumnya, pada Kamis (29/1) pukul 11.25 WIT, anggota Mahitala menjadi orang Indonesia pertama yang mendaki dan berhasil mencapai Puncak Idenberg.
Mereka kemudian membentangkan bendera merah putih sebagai tanda kebanggaan. Orang terakhir yang mendaki Puncak Idenberg adalah Heinrich Harrer asal Austria pada 1962.Tetapi, dia tidak berhasil mencapai puncak. Dalam pencapaian itu, Mahitala menemukan tinggi Puncak Idenberg bukan 4.717 meter dpl seperti tertera di dalam peta Bakosurtanal, tapi 4.730 meter dpl.
Mereka juga menemukan bahwa pengejaan yang benar adalah “Idenberg” bukan “Idenburg” seperti yang dikira banyak orang selama ini. Menurut Farli, namanama puncak yang digunakan selama operasi adalah nama-nama sementara. Ke depan, pengajuan nama puncak baru akan mengikuti prosedur toponimisasi.Pemberian nama juga mengikuti istilah penduduk setempat.
“Ini sebagai rasa penghargaan kami terhadap local genius yang telah lebih dulu berada di daerah yang kami eksplorasi,” jelas Farli lagi. Selama pendakian, anggota ekspedisi dibagi ke dalam tiga tim berbeda, yakni Engea I, Enggea II, dan Engea III. Seluruhnya terdiri dari 10 orang pendaki dan masing-masing tim memiliki anggota yang tidak tetaptergantung situasi dan kondisi.
Tim bekerja bergantian seperti ada yang melakukan survei jalur, kemudian dilanjutkan tim lain untuk mencapai puncak. Seluruh catatan perjalanan tim ekspedisi diceritakan dalam bentuk e-mail yang dikirim dari Tembagapura dan dirangkum Julius Mario,sang penanggung jawab ekspedisi. (rudini)
Link Berita:
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/210619/37/