UNPAR.AC.ID, Bandung – Komisi Pemilihan Umum Universitas Katolik Parahyangan (KPU UNPAR) menyelenggarakan talk show yang bertajuk “Peran Mahasiswa Dalam Membangun Kesadaran Politik yang Memiliki Etika dan Martabat di Lingkungan Universitas”, Ruang Multifungsi PPAG UNPAR, Selasa (17/10/2023).
Talk show ini merupakan salah satu rangkaian acara dari Pemilihan Umum Persatuan Mahasiswa UNPAR (PUPM UNPAR) dan dihadiri oleh para kandidat pemilihan umum serta tim sukses mereka.
Adapun narasumber pada talk show hari ini adalah Edgar Shar Gunawan, S.H, Tanius Sebastian S.H., M. Fil., dan Adito Palendar Rusdianto, serta dimoderatori oleh seorang mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Ghina Luthfi Nur Wulandari.
Talk show dibuka dengan kata sambutan dari Dr. Henky Muljana, S.T., M.Eng. selaku Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan UNPAR. Henky berkata bahwa acara ini sebagai persiapan dalam memulai perjalanan demokrasi di lingkungan kampus.
Tujuan dari talk show seperti yang dipaparkan oleh Henky adalah untuk mengkaji aspek-aspek penting berpolitik dengan memiliki etika dan martabat sebagai mahasiswa yang akan menentukan kualitas sebagai mahasiswa.
“Apapun perannya, yang dipilih dan yang memilih, harus memiliki martabat dalam berpolitik,” ujarnya.
Sesi diskusi dibuka dengan melontarkan pertanyaan mengenai definisi politik menurut para narasumber.
Dapat disimpulkan dari para narasumber bahwa terdapat dua pandangan mengenai apa definisi dari politik sendiri. Ada yang menyatakan bahwa politik dimaknai sebagai urusan publik atau civic affairs dan memperjuangkan orientasi publik, ada juga yang berpendapat bahwa politik merupakan sebuah proses menuju kekuasaan.
Sebagai seorang mahasiswa, tentunya kita pernah terlibat dalam kegiatan politik di lingkungan universitas. Adito berpendapat bahwa kita sebagai mahasiswa tidak perlu terjun langsung sebagai kandidat untuk dapat dikatakan berpartisipasi dalam politik.
“Ada beberapa tingkatan untuk bisa berpartisipasi dalam politik. Mengetahui, tertarik, terlibat. Se-simpel kamu mengetahui soal politik kampus, kamu dapat dikatakan sudah berpartisipasi,” ujar mahasiswa Program Studi Ilmu Hubungan Internasional ini.
Stigma mengenai politik kampus yang “kotor” membuat partisipasi para mahasiswa dalam berpolitik di lingkungan universitas menurun. Tanius sendiri berpendapat bahwa menurunnya partisipasi mahasiswa atau sifat apatis mahasiswa bukanlah suatu hal yang baru.
Hal ini tidak mengherankan karena berdasarkan pemaparan Tanius, kepentingan akademik para mahasiswa tidak pernah digubris oleh organisasi kemahasiswaan yang membuat seolah-olah kegiatan kemahasiswaan tidak berhubungan dengan kepentingan akademik para mahasiswa.
Edgar juga menambahkan bahwasannya mahasiswa UNPAR bukannya tidak aktif, tetapi aktif di tempat lain seperti tempat magang yang menurutnya menghasilkan sesuatu yang lebih nyata seperti insentif atau gaji.
Untuk menaikkan kembali partisipasi mahasiswa dalam politik kampus, Adito berpendapat agar para kandidat yang akan menjadi sosok yang dipilih oleh para mahasiswa bisa mempersiapkan program-program kerja yang lebih relevan dengan kebutuhan para mahasiswa saat ini. (SYA – Humkoler UNPAR)