UNPAR.AC.ID, Bandung – Dalam rangka merayakan hari buku sedunia, Program Integrated Arts – Fakultas Filsafat UNPAR menyelenggarakan seminar internasional berbentuk seminar online (webinar) dengan di dalamnya terdapat banyak gagasan menarik yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, yang telah berlangsung pada 25 April dan 2 Mei 2021 lalu. Acara ini mengulas keseluruhan tentang buku. Mulai dari sejarah buku, budaya dan berbagai hal yang mempengaruhi eksistensi dan esensi buku tersebut.
Sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis FF UNPAR, pada Selasa (26/7/2022), Acara ini diisi oleh Dr. Takeshi Morisato (narasumber berkebangsaan Jepang), Ms. Hannah (seorang seniman, food stylist dan penulis), Prof. Dr. Ignatius Bambang Sugiharto (Guru Besar Fakultas Filsafat UNPAR), Ismiaji Aji Cahyono (Chief Bureau of Design Grafis Indonesia), Antariksa dan di pandu oleh Ibu Elizabeth Raisa, B.A. (Hons), M.A selaku moderator dan konseptor acara.
Acara ini dibuat untuk mengeksplorasi asal-usul dan pemahaman desain Jepang terhadap buku, daya tariknya dalam dunia global dan pentingnya mendesain sebuah sampul buku. Pada dasarnya sampul buku dibuat untuk merepresentasikan isi buku, akan tetapi, ada hal menarik lainnya yang patut untuk diperhatikan. Ketika melihat dan mengikuti acara tersebut, para narasumber saling bertukar pikiran untuk mengulas dan membedah sebuah buku yang mula-mula berawal dari sampulnya terlebih dahulu. Banyak pertukaran pendapat, pengalaman dan pikiran terjadi di sana.
Dalam acara tersebut Dr. Takeshi memberikan pemaparannya yang cukup menarik tentang desain sampul buku khas negara Jepang. Negara jepang ternyata tidak asal-asalan membuat dan mendesain sebuah cover buku. Banyak makna yang tertuang di dalam sampul buku itu sendiri . Bahkan tim kami mengadakan wawancara singkat dengan Ismiaji Aji Cahyono (seorang narasumber) yang mengatakan bahwa negara Jepang berhasil melahirkan “Bahasa desain pribadi” atau Bahasa desainnya sendiri. Bahasa desain ini merupakan bentuk campuran antara pengaruh barat dengan kultur negara Jepang itu sendiri, sehingga terciptalah suatu nation branding negara Jepang yang terlihat pada sampul buku yang mereka terbitkan.
Suatu khas budaya jepang terlihat dari unsur-unsur yang turut membangun desain sampul buku mereka. Sebuah sampul buku lahir dari latar belakang yang sangat unik. Keunikan ini ada pada pengaruh budaya dan spiritualitasnya. Sebagai contoh, sampul yang dipengaruhi oleh spiritualitas Shintoisme dan juga Buddhisme. Selain itu, Ciri khas lain yang membedakan Buku-buku jepang dengan buku lain adalah tetap dalam ciri khas tulisannya, yaitu gaya huruf Jepang. Ini merupakan hal yang tidak bisa kita sama persiskan apabila kita membandingkannya dengan buku lainnya yang benar-benar terpengaruh oleh budaya barat seperti Indonesia.
Jepang berhasil membuat gaya desainnya sendiri. Hal ini sangat menarik sekaligus menginspirasi Negara Indonesia untuk bisa mencontoh karya negara Jepang yang berhasil dalam bidang desain buku. Sejauh ini, negara Indonesia sebetulnya sudah memiliki kekhasan dalam hal mendesain buku. Akan tetapi masih mengikuti “mazhab” budaya masing-masing. Seperti Contohnya Mazhab budaya Jawa yang yang ilustratif dan formatif, Kemudian ada budaya Jakarta yang terkesan agak abstraktif dan sebagainya. Indonesia perlu mencontoh negara Jepang yang bisa membuat bahasa desain sendiri. Desain buku memang menampilkan representasi dari isi buku, akan tetapi perlu juga memberikan aksen tambahan untuk melihat identitas buku tersebut.
Session II: “Japan & Indonesia Centennial Reflections & Influences”
Sesi kedua ini membahas bagaimana pengaruh budaya Jepang terhadap bidang desain grafis di Indonesia, yang dimulai dari periode pendudukan Jepang hingga masa kini. Panelis pertama dari sesi ini adalah Antariksa (KUNCI Study Forum and Collective) yang menampilkan gagasan mengenai sejarah akulturasi budaya Jepang ke Indonesia yang mempengaruhi bidang desain grafis di Indonesia.
Dalam catatan sejarah bangsa Indonesia, masa pendudukan Jepang terhadap Indonesia (1942-1945) menjadi salah satu sejarah yang menimbulkan luka dalam diri bangsa Indonesia. Hal itu diperparah dengan ingatan kolektif akan penindasan dan kekejaman yang turut membuat memori ini semakin pahit; seakan tidak ada hal baik yang ditemukan di sana. Namun di sisi lain, melalui berbagai poster-poster propaganda, majalah, maupun surat kabar dari media cetak Jepang pada saat itu justru menginspirasi para seniman Indonesia untuk membuat desainnya sendiri yang pada mulanya hanya demi tujuan membangkitkan nasionalisme. Dengan belajar dari media Jepang melalui olah gambar, bidang, warna, dan berbagai citranya, para seniman Indonesia menemukan bentuk desainnya sendiri.
Panelis kedua adalah Ismiaji Cahyono (The Chief Bureau of Desain Grafis Indonesia) yang membagikan pengalamannya dalam berbagai event, khususnya antara Jepang dan Indonesia melalui exchange program. “Gurafiku” adalah salah satu eksibisi desain grafis yang merupakan hasil kolaborasi dari Antariksa dengan Desain Grafis Indonesia. Selain itu, diterbitkan juga sebuah buku berjudul “Desain Grafis Indonesia: dalam Pusaran Desain Grafis Dunia”. Dalam buku ini, Antariksa menyampaikan karya seni yang bertemakan peperangan zaman nasionalisme pada tahun 1940-an. Di dalam buku ini Antariksa menumpahkan tanggapannya mengenai nasionalisme pada tahun 1940-an melalui karya seni poster dan tulisan.
Pada tahun 1988, diselenggarakan eksibisi desain oleh Japan Graphic Designers Association (JAGDA) dan Ikatan Perancang Grafis Indonesia (IPGI) di Institut Teknologi Bandung (ITB). Ekshibisi ini diselenggarakan oleh suatu Lembaga Jepang. Poster utama dari ekshibisi ini menggambarkan perpaduan antara wayang dengan orang yang menggunakan pakaian tradisional Jepang di atas kipas khas Jepang.
Poster ini menunjukkan bahwa adanya kolaborasi antara seni dari Indonesia dan Jepang yang akan ditunjukkan di ekshibisi tersebut. Selain itu, banyak juga eksibisi lainnya dimana karya seni yang dipamerkan merupakan karya dari desainer grafis Indonesia yang bertemakan Jepang sesuai dengan tahun penyelenggaraan ekshibisi. Tahun 1990 hingga sekarang, karya seni pengaruh dari Jepang lebih membahas mengenai industry Anime, J-Pop, dan J-Drama.
Ismiaji juga memaparkan opininya mengenai beberapa desainer grafis muda yang gaya desainnya dipengaruhi oleh budaya dari Jepang. Desainer grafis yang dimaksud seperti Agra Satria dan Kendra Ahimsa (Ardneks) yang beberapa karya seninya seperti dipengaruhi dengan gaya seni dari Tadanori Yokoo, Nusae yang dipengaruhi oleh Kenya Hará, dan Hermawan Tanzil yang dipengaruhi oleh karya dari Tadao Ando, Shigeo Fukuda dan Ikko Tanaka. Beberapa karya dari desainer grafis muda asal Indonesia ini menunjukkan bahwa Jepang membawa pengaruh terhadap masa depan desain grafis Indonesia. (