‘Budaya kerja’ adalah dua kata yang menjadi fokus utama kepengurusan Lembaga Kepresidenan Mahasiswa (LKM) Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) periode 2017-2018. Mahesa Aditya Pratama, Presiden Mahasiswa (presma) Unpar terpilih membagikan pandangannya seputar kepengurusan LKM baru, Unpar, serta mahasiswanya.
“Menjadi pengurus LKM ini tanggung jawab yang cukup besar bagi kami seorang mahasiswa untuk bisa menjadi penyambung lidah temen-temen mahasiswa yang lain, sekitar 9000 orang (mahasiswa),” ungkapnya yang ditemui Tim Publikasi Unpar pada Jumat (21/7).
Ia mengatakan bahwa pengurus LKM baru ingin mencoba untuk menanamkan dahulu budaya kerja yaitu sikap peduli yang menjunjung tinggi integritas. LKM secara struktural terbagi ke dalam sejumlah direktorat jenderal dengan deskripsi tugas yang berbeda-beda. Hal tersebut menjadi kekuatan untuk bekerja sama serta meningkatkan team work dengan lebih baik lagi.
Terkait team work, dua Direktorat Jenderal LKM yaitu Direktorat Jenderal Seni dan Olahraga serta Direktorat Jenderal Pengabdian kepada Masyarakat akan bekerja bersama dalam persiapan kegiatan perayaan HUT RI pada 17 Agustus mendatang.
“Dengan melihat ke situ, jika ada kerjasama di antara direktorat jenderal, maka akan menjadi sebuah karya yang kami harapkan lebih optimal dibandingkan jika dikerjakan sendiri-sendiri,” ujar Eca sapaan akrab Mahesa. Penggabungan bidang seni dan olahraga berikut pengabdian kepada masyarakat menjadi warna baru di tahun ini.
Berbicara mengenai kegiatan pengabdian kepada masyarakat, hal tersebut menarik perhatian Eca yang kini tengah menjalankan studinya di tahun ketiga. Mahasiswa baru Unpar khususnya sejak awal masuk kuliah, sudah diperkenalkan dengan Sesanti Unpar yaitu Bakuning Hyang Mrih Guna Santyaya Bhakti yang memiliki makna Berdasarkan Ketuhanan Menuntut Ilmu untuk dibaktikan kepada Masyarakat.
Mahasiswa Unpar secara rutin menyelenggarakan beragam kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Sebagai contoh, FISIP dengan program Bakti Desa, Fakultas Teknik melalui Bhakti Ganva, juga LKM dengan kegiatan TOSAYA. Agenda kegiatannya pun beragam, mulai dari membantu masyarakat melakukan perbaikan jalan/ jembatan, pembangunan fasilitas MCK, hingga membagi-bagikan sembako.
“(Mahasiswa) berlomba-lomba untuk mengabdikan diri kepada masyarakat, sebesar-besarnya, seoptimal mungkin. Dan, menurut saya itu adalah hal yang sangat bagus dan itu hal yang paling eksplisit yang bisa mahasiswa lakukan (dalam mengamalkan Sesanti Unpar)”, terang Eca.
Pengamalan sesanti Unpar, menurutnya, bisa dilakukan dari hal-hal kecil. Mahasiswa memang belum sampai pada tingkatan dapat mengajarkan orang lain. Tetapi, mahasiswa juga sudah tidak pada tingkat untuk hanya berdiam diri di tengah-tengah masyarakat. Yang bisa dilakukan oleh mahasiswa itu adalah memberikan contoh.
Lalu, bagaimana contohnya dalam kehidupan sehari-hari?
Merujuk pada kalimat “Berdasarkan Ketuhanan, Menuntut Ilmu”, dalam hal ini mahasiswa seyogyanya mempunyai tugas untuk menuntut ilmu. Unpar memiliki 17 program studi dengan masing-masing kekhasannya. Di Prodi Teknik Industri misalnya, jelas Eca, mahasiswa belajar bagaimana proses manufaktur, efisiensi, dan efektivitas. Ilmu itulah yang sejatinya dapat diterapkan mahasiswa dalam menjalankan keseharian secara efektif dan efisien.
“Contohnya seperti itu untuk anak Teknik Industri. Atau mungkin anak hukum, yang setiap harinya berkutat dengan regulasi, masalah peraturan. Dijalankan aja sehari-hari, gimana caranya orang lain melihat anak hukum sebagai orang yang dapat mencontohkan bahwa hukum itu dibuat bukan untuk dilanggar,” terangnya.
“Mahasiswa emang belom bisa mengajarkan. Tapi mahasiswa juga ga boleh berdiam diri. Tapi, mahasiswa bisa mencontohkan (dengan hal-hal sederhana)”, tuturnya menyimpulkan.
Poin kedua adalah menjunjung tinggi integritas. Menurutnya, integritas dalam hal ini adalah perwujudan sifat ideal para mahasiswa. Mulai dari kebiasaan on time serta mempunyai time management yang baik hingga bersikap jujur, keinginan bekerja keras, bekerja dengan sebaik-baiknya serta melakukan apa yang dikatakan.
“Cukup seperti itu, integritas. Mungkin terdengar simpel tetapi hal-hal itu juga yang sebenernya terkadang dilupakan oleh mahasiswa pada umumnya. Maka, kami sebagai pengurus LKM yang mempunyai tanggung jawab sebegitu besarnya merasa mulai dari hal itu harus kami tanamkan dulu. Baru selanjutnya kami berkarya dengan pola pikir kami”, terangnya.
Eca yang merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Unpar, mengungkapkan bahwa ia bukanlah tipe pemimpin yang terlalu kaku dan serius. Ia meyakini bahwa setiap presma mempunyai gaya kepemimpinannya masing-masing.
“Saya tipe orang yang sebenernya tidak suka untuk terlalu kaku. Tidak suka untuk terlalu protokoler untuk hal-hal yang seperti ini”, tuturnya sambil tertawa.
“Saya awalnya mahasiswa aja di sini. Ga ngapa-ngapain. Hanya berkuliah. Saya harus bisa melihat seluruh hal di kampus ini dari sudut pandang mahasiswa tanpa sebuah jabatan sama sekali. Nah, itu tuh berujung pada pembawaan saya kepada temen-temen mahasiswa. Kita fleksibel aja. Kan sesama mahasiswa”, ungkapnya.
Baginya, peran presma hanya sekadar penyambung lidah antara mahasiswa dengan pihak universitas. Begitu pun dengan LKM Unpar sebagai lembaga eksekutif tertinggi antara mahasiswa dengan universitas. Ia mengharapkan dalam periode kepengurusan LKM di tahun ini, seluruh tim pengurus bisa lebih mendengarkan dan mewujudkan aspirasi mahasiswa.
“Yang kami harapkan dalam satu tahun ke depan ini, ya lebih turun ke mahasiswa”, ucapnya antusias.
Sebagai salah satu perguruan tinggi swasta tertua di Indonesia, bagi Eca, Unpar yang didirikan sejak 1955, kaya dengan keberagaman. Mahasiswa Unpar berasal dari Sabang sampai Merauke.
“Yang paling mencolok dari Unpar itu yaitu budaya dan keberagamannya berikut toleransinya, terutama toleransi agama”, ungkapnya.
“Mahasiswa Unpar harus selalu diingat, empat unsur yang harus kita jalankan sehari-hari yaitu untuk terus berkarya, belajar, mengabdi, dan jangan lupa bangga,” pungkasnya membagikan semangat bagi mahasiswa Unpar.