UNPAR.AC.ID, Bandung – Selama 2 tahun terakhir, pandemi Covid-19 telah mengubah banyak aspek seperti ekonomi, politik, kehidupan sosial dan bahkan pola pikir manusia. Akhir dari pandemi yang sudah terlihat tentu merupakan suatu kebahagiaan tersendiri bagi manusia agar aspek-aspek tersebut bisa kembali normal.
Di saat berbagai aspek tersebut mulai pulih, invasi Rusia ke Ukraina kembali memperkeruh aspek tersebut khususnya bidang ekonomi. Meskipun Eropa berada jauh dari Indonesia, perang tersebut masih memberikan dampak langsung dan juga tidak langsung kepada Indonesia. Berbagai tantangan diplomasi harus dihadapi dunia untuk bisa kembali normal.
Hal tersebut dikemukakan oleh Prof. Sukawarsini Djelantik, Ph.D dalam orasionya di acara The 3rd Biennial International Conference on International Relations (ICON-IR 2022) yang diorganisir oleh Departemen Hubungan Internasional UNPAR. Orasio berjudul “Diplomatic Challenges in Turbulence Era” digelar secara hybrid di Lecture Theater Pusat Pembelajaran Arntz-Geise UNPAR pada Kamis (11/8/2022) seturut dengan Dies-Natalis ke-61 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP UNPAR).
Prof. Suke-begitu kerap disapa-memaparkan berbagai tantangan diplomasi pasca pandemi. Salah satu tantangannya ialah pemulihan ekonomi. Ekonomi mengalami penurunan dikarenakan isu pandemi yang dilanjut dengan invasi Rusia.
Peraturan pembatasan juga turut berdampak pada ekonomi khususnya bidang pariwisata. Berdasarkan Bank Dunia, pertumbuhan global diperkirakan akan mengalami penurunan dari 5.5% menjadi 4.1% di tahun 2022. Selain itu, gangguan ketersediaan suplai memberikan dampak inflasi kepada banyak negara.
“Peristiwa rebound dalam aktivitas global yang disertai gangguan ketersediaan suplai dan kenaikan harga pangan serta energi telah mendorong inflasi di banyak negara termasuk Indonesia,” tutur Guru Besar Hubungan Internasional UNPAR tersebut.
Lebih lanjut, ketidaksetaraan juga menjadi salah satu tantangan diplomasi di era ini. Covid-19 dan invasi telah meningkatkan tingkat ketidaksetaraan penghasilan secara global. Meskipun demikian, Prof. Suke menyatakan bahwa ketidaksetaraan juga terjadi dalam aspek.
“Ketika kita berbicara ketidaksetaraan, hal itu tidak hanya meliputi penghasilan namun juga jenis kelamin, lingkungan, dan juga ekologi,” ucapnya.
Prof. Suke pun turut membahas invasi Rusia ke Ukraina dan dampaknya kepada dunia, antara lain :
- Menurunkan pertumbuhan ekonomi pasca pandemi.
- Blokade ekonomi dan sanksi.
- Kenaikan harga komoditas seperti minyak, gas, gandum, dan lain-lain secara global.
- Terganggunya rantai ketersediaan suplai.
- Kenaikan harga ekspor.
- Kenaikan inflasi global menjadi lebih dari 6%.
“Di saat kita perlahan pulih, perang tersebut terjadi dan kembali menurunkan aktivitas ekonomi kita,” ujarnya.
Sejalan dengan hal tersebut, Prof. Suke juga berpendapat bahwa invasi Rusia ke Ukraina telah menciptakan kembali Human Security Issue baru. Pada Juli 2022, tercatat ada sekitar 9 juta pengungsi dari Ukraina. Angka tersebut jauh lebih besar dibandingkan masalah serupa yang sebelumnya terjadi pada tahun 2016 di mana 5.2 juta pengungsi dan migran berpindah ke Eropa dan tahun 2021 di mana 114.000 manusia mengambil resiko besar mencoba ke Eropa melalui lautan.
Lebih jauh, diyakini bahwa ilmu Hubungan Internasional bisa mengakhiri ataupun mempersempit konflik dunia seperti yang telah disebutkannya.
“Hubungan Internasional mempelajari diplomasi, resolusi konflik, dan komunikasi internasional yang di mana subjek-subjek tersebut memiliki tujuan untuk mengakhiri ataupun mempersempit konflik dunia. Kami mempelajari semua itu demi dunia yang lebih damai,” tuturnya. (KTH-Humkoler UNPAR)