UNPAR.AC.ID, Bandung – Pada tanggal 25-29 Juni 2024, dua mahasiswa Hubungan Internasional dari Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR), Gisella Aurora Yahya dan Rizky Aditya Ramadhan, berhasil menjadi presenter dalam Konferensi 19th Islands of the World (IOTW) yang diselenggarakan di Lombok. Mereka mempresentasikan penelitian berjudul “Empowering the Coast: A Legal Strategy for Island-Based Economic Downstreaming in Indonesia’s Fishing Sector” yang membahas kerangka hukum Indonesia untuk upaya hilirisasi industri perikanan di pulau-pulau kecil.
Melalui wawancara tertulis yang dilakukan pada Rabu (17/07/2024,) Rizky menjelaskan, “Kami mengangkat judul Empowering the Coast yang membahas kerangka hukum Indonesia untuk upaya hilirisasi industri perikanan di pulau-pulau kecil. Khususnya, kami mengidentifikasi dan menganalisis legislasi yang masih menghambat partisipasi masyarakat pulau kecil dalam mengatur tata kelola pulau kecil.”
Gisell menambahkan bahwa inspirasi memilih topik tersebut muncul dari temuan riset mereka. “Kami melihat adanya gap dalam legalitas regulasi di Indonesia terkait dengan pulau-pulau kecil dan penangkapan ikan oleh nelayan dan komersial. Topik ini sejalan dengan panel Island Governance and Economy di bawah tema ‘Islands and Resilience: Global Opportunities’,” jelasnya.
Bimbingan dari dosen pembimbing, Elisabeth A. S. Dwi, Ph.D., atau yang akrab disapa “Mbak Nophie”, sangat membantu mereka dalam mempersiapkan presentasi. Rizky mengungkapkan, “Mbak Nophie sangat membantu kami dalam menavigasikan alur administrasi dan memberikan arahan substansial untuk meningkatkan orisinalitas dan ketepatan substansi dari penelitian kami.”
Namun, perjalanan menuju konferensi tersebut tidaklah mudah. Gisell menceritakan tiga tantangan utama yang mereka hadapi: “Pertama, kami kesulitan mengumpulkan data hukum terkait pulau kecil dan perikanan. Kedua, kami berusaha mendapatkan dana untuk biaya perjalanan dan akomodasi. Ketiga, manajemen waktu yang cukup padat karena harus membagi waktu antara persiapan konferensi dan ujian akhir semester.”
Presentasi mereka mendapat tanggapan positif dari para peserta konferensi. “Dari sekitar 20 hingga 30 akademisi yang menonton, sekitar 4 sampai 5 mengatakan bahwa penelitian kami membantu mereka memahami lanskap hukum pulau kecil dan tertarik untuk melanjutkan penelitian kami,” ungkap Rizky.
Bahkan, mereka diundang untuk berkunjung ke IPB untuk mendalami topik penelitian tersebut lebih lanjut. Gisella mengungkapkan bahwa pengalaman mereka selama di Lombok sangat berharga.
“Sembilan puluh persen peserta konferensi adalah akademisi asing, kebanyakan profesor dan magister. Kami belajar banyak dari mereka melalui diskusi dan berjejaring, serta terbiasa menjawab pertanyaan-pertanyaan sulit mengenai presentasi kami.”
UNPAR juga memberikan dukungan yang signifikan bagi mereka. Rizky mengucapkan terima kasih kepada universitas yang membantu menutupi biaya registrasi.
“Tanpa bantuan tersebut, kami mungkin tidak akan bisa berangkat ke konferensi di Lombok. Kami juga berterima kasih kepada Mas Gugie dari Direktorat Kemahasiswaan yang sabar menangani proposal kami.”
Setelah konferensi ini, mereka berencana untuk mengikuti konferensi lainnya seperti 4th Biennial International Conference on International Relations (ICON-IR) dan simulasi sidang PBB. Gisella menekankan pentingnya riset multidisiplin.
“Riset tidak hanya terkait dengan politik atau perang, tetapi juga bisa pada tema-tema detail seperti kelautan,” ujarnya.
Sebagai penutup, Rizky dan Gisella menyampaikan pesan kepada mahasiswa UNPAR. “Pengalaman kami membuka berbagai pola pikir baru. Mahasiswa dari seluruh jurusan di UNPAR harus bisa mengeksplorasi topik tanpa terikat dengan yang mereka pelajari. Pandangan multidisiplin bisa menunjukkan banyak interseksi dan keterkaitan yang tersembunyi,” ujar mereka kompak. (NAT-Humas UNPAR)