UNPAR.AC.ID, Bandung – Cibaduyut sebagai bagian dari identitas ekonomi Kota Bandung dinilai perlu berinovasi, khususnya terkait kapabilitas lokal dan aspek digitalisasi dari para perajin dan pengusaha Industri Kecil dan Menengah (IKM). Di sisi lain, Festival Sentra Cibaduyut 2022 diharapkan mampu memberikan image dan ruang bagi produk turunan fesyen lain buatan Cibaduyut.
Dosen Program Studi Administrasi Bisnis Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) Daniel Hermawan, S.AB., M.Si., MBA., turut serta membagikan insight seputar Cibaduyut melalui talkshow bersama Rina Shanti, S.IP., M.AP. selaku Sub Koordinator Perencanaan Sentra Industri Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) Kota Bandung pada, Kamis (10/11/2022) lalu.
Mengangkat topik “Meneropong Cibaduyut: Dulu, Kini, dan Nanti”, talkshow diisi dengan sesi diskusi dan tanya jawab seputar Cibaduyut. Mulai dari pembentukan, perkembangan, hingga harapan ke depan. Sebagaimana diketahui, sebagai salah satu sentra industri tertua dan terpopuler di Kota Bandung yang sudah berdiri sejak 1920, Cibaduyut mengalami pasang surut dari zaman penjajahan Belanda hingga masa pandemi Covid-19.
Lebih lanjut, Daniel yang juga penulis buku “Inovasi Klaster Industri Berbasis Kapabilitas Lokal di Era Industri 4.0”, memaparkan sejumlah temuan menarik dari proses penelitian yang dilakukan di tahun 2020 lalu.
“Cibaduyut sebagai bagian dari identitas ekonomi Kota Bandung perlu berinovasi, khususnya terkait kapabilitas lokal dan aspek digitalisasi dari para perajin dan pengusaha IKM,” demikian dikutip dalam keterangan tertulis pada Senin (14/11/2022).
Festival Sentra Industri Cibaduyut 2022 merupakan salah satu program Disdagin Kota Bandung dalam implementasi subkegiatan Koordinasi, Sinkronisasi, dan Pelaksanaan Kebijakan Percepatan Pengembangan, Penyebaran dan Perwilayahan Industri. Festival Sepatu Cibaduyut berlangsung di Main Atrium Cihampelas Walk (Ciwalk) dari 8-13 November 2022 dan menghadirkan pameran produk dari 22 IKM terpilih yang ada di Sentra Industri Sepatu Cibaduyut.
Rina Shanti, S.IP., M.AP. pun mengatakan bahwa sebagai sentra yang dikenal memproduksi alas kaki berbahan dasar kulit, Disdagin Kota Bandung mencoba melakukan inovasi paradigma dengan menghilangkan kata “Sepatu”, sehingga pameran yang ini diberi nama Festival Sentra Cibaduyut. Hal ini guna memberikan ruang bagi produk turunan fesyen lain buatan Cibaduyut, seperti jaket, sabuk, alas kaki, dan produk lainnya untuk dapat dikenal menjadi bagian dari identitas Sentra Industri Sepatu Cibaduyut.
“Festival ini diharapkan dapat menjadi etalase untuk melakukan branding, bukan semata selling dari produk Sentra Industri Sepatu Cibaduyut,” tuturnya.
Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa konsisten dan kualitas menjadi kata kunci yang membuat Cibaduyut dapat bertahan melewati berbagai fase. Muncul harapan juga Sentra Industri Sepatu Cibaduyut dapat mengembalikan kejayaannya di masa lampau sebagai sentra industri yang aktif melakukan ekspor ke berbagai negara di tahun 1990-an melalui kreativitas dan inovasi yang dilakukan oleh para pemilik IKM.
“Kontribusi dosen UNPAR dalam acara ini juga diharapkan dapat menjadi sarana hilirisasi penelitian kepada masyarakat yang dilakukan melalui dukungan hibah internal Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UNPAR,” demikian disampaikan. (JES-Humkoler UNPAR)
