UNPAR.AC.ID, Bandung – Peringatan Dies Natalis ke-63 tahun Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan (FH UNPAR) telah digelar pada Rabu (15/09/2021) lalu. Peringatan Dies Natalis yang diadakan secara virtual tersebut diikuti oleh Pengurus Yayasan UNPAR, Rektor, Wakil Rektor, Dekan FH UNPAR, Ketua dan anggota senat FH UNPAR, Guru Besar FH UNPAR, serta Ketua dan Pengurus Ikatan Alumni FH UNPAR.
Acara diawali dengan Misa Syukur yang dipimpin langsung oleh Romo Rohendi Marpaung, Pr selaku imam Diosesan Keuskupan Sibolga. Selanjutnya, acara dilanjutkan dengan mendengarkan kata sambutan dari Sivitas akademika dan alumni FH UNPAR.
Dalam kata sambutan yang disampaikan oleh Dr.iur. Liona N. Supriatna, S.H., M.Hum. selaku Dekan FH UNPAR, dia mengajak bersama-sama untuk mewujudkan komunitas akademik yang humanum dan bersemangat dengan cinta kasih dalam kebenaran atau caritas in veritate, dalam proses pembelajaran dan penelitian dalam rangka pencarian kebenaran.
“Sivitas akademika Fakultas Hukum UNPAR, tidak hanya dituntut pintar, namun juga harus memiliki kepekaan terhadap keadilan, keterampilan, dan juga memiliki aspek rukun, dalam makna yang luas yakni senantiasa menjunjung tinggi sikap kebersatuan, keterpaduan, kepedulian, solidaritas, dan kebersamaan saling menghormati dan saling menyayangi satu sama lainnya,” katanya.
Acara dilanjutkan dengan Orasio Dies yang disampaikan oleh Eri Hertiawan, S.H., LL.M., MCIArb., AIIArb, yang bertajuk “Tanggung Jawab Advokat Tanggung Jawab Advokat dalam Mewujudkan Access to Justice melalui Online Dispute Resolution”. Pemilihan tema tersebut didasarkan pada semakin tingginya transaksi online yang bukan saja dilakukan secara domestik, namun juga telah melewati batas teritori wilayah negara Republik Indonesia. Dalam pembukaannya Eri mengatakan bahwa semakin tingginya transaksi yang dimaksud, tentunya juga membutuhkan kesiapan, bukan saja pada perangkat hukumnya, tentang mekanisme penyelesaian sengketa, melainkan juga kesiapan pada advokat Indonesia sebagai the future lawyer.
Pada pemaparannya, Eri menjelaskan, access to Justice yang diterjemahkan sebagai akses pada Keadilan adalah hak dasar yang fundamental dari setiap manusia yang dibangun di atas asas hukum universal yaitu equality before the law.
“Access to Justice bukanlah suatu barang mewah, yang hanya dapat dinikmati oleh kalangan tertentu, hak itu pada hakekatnya dimiliki oleh setiap orang tanpa kecuali terlepas dari suku, agama, ras, kedudukan, pangkat, atau jabatan. Oleh karenanya hak itu juga melekat pada semua warga negara Indonesia,” ucapnya.
Setiap manusia memiliki hak sesuai dengan harkat dan martabatnya yang wajib dilindungi oleh hukum. Hak yang mempunyai arti sejuta makna bagi mereka, maka penting disadari, bahwa access to Justice tidak berhenti pada setiap orang yang masih bernafas, setelah meninggal pun dirinya berhak memperoleh access to Justice dimana mayat sekalipun apabila tidak diperlakukan dengan baik maka jerat pidana yang menjadi ganjarannya.
Lebih lanjut, dia memaparkan perolehan access to Justice dapat dilakukan melalui suatu proses di pengadilan maupun di luar persidangan.
“Access to Justice harus diartikan secara luas yakni meliputi antara lain, akses pada informasi hukum, akses pada kemudahan mendapatkan bantuan hukum, akses pada forum penyelesaian hukum yang objektif, independen, dan imparsial, mendapatkan pemulihan atas ketidakadilan, peradilan yang adil, keadaan dan proses dimana Negara menjamin terpenuhinya hak-hak dasar berdasarkan undang-undang Dasar 45, dan menjamin akses bagi setiap warga negara agar dapat memiliki kemampuan untuk mengetahui, memahami, menyadari dan menggunakan hak dasar tersebut melalui lembaga formal maupun informal,” ujarnya.
Dalam pelaksanaan seorang advokat, dia menjelaskan bahwa seorang advokat harus mempunyai tanggung jawab etika untuk menjaga agar apa yang akan dilakukan olehnya harus selalu dalam koridor hukum yang selalu dan senantiasa menjunjung tinggi kode etik advokat untuk menjaga etika serta menegakkan kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan umat manusia.
Access to Justice Melalui Online Dispute Resolution
Banyak permasalahan yang berkaitan dengan pelanggaran kode etik baik disisi advokat maupun hakim memaksa kita untuk berpikir keras guna menemukan cara lain yang lebih efektif dan efisien untuk menyelesaikan suatu persengketaan di antara para pihak namun dengan tetap patuh dan taat kepada asas asas pola pikir yang terpaku pada komunikasi persidangan secara konvensional dengan kata buka perlu dipikirkan untuk diubah. Beliau mengatakan, salah satunya dengan persidangan online atau dikenal sebagai Virtual Hearing.
“Dimana semua atau setidaknya sebagian besar jalannya proses persidangan harus dilakukan secara online. Pemeriksaan suatu sengketa melalui online yang dikenal sebagai Online Dispute Resolution (ODR) ” tuturnya.
Sebagai contoh, Eri menyebutkan bahwa lembaga arbitrase internasional yang terdepan di Asia bahkan di dunia yaitu, Singapore International Arbitration Center (SIAC) telah melakukan proses persidangan Virtual Hearing sebanyak lebih dari 90% yang telah didaftarkan pada SIAC.
Dengan adanya perubahan yang dimaksud, dimana proses persidangan dilakukan secara online, diharapkan terdapat transparansi dan akuntabilitas profesi yang dapat dipertanggungjawabkan. Jika hal tersebut dilakukan dengan baik, maka komunikasi dengan advokat dan hakim akan dan harus secara digital tercatat.
Dia pun berpendapat, adanya perubahan paradigma, seharusnya sama sekali tidak merubah etika dan perilaku profesi advokat dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Adanya aturan baru ini tentunya akan menjadi rambu-rambu khususnya bagi yang melaksanakan perbuatan hukum untuk kepentingan klien dengan bantuan teknologi informasi.
Pada penutupan orasio tersebut, Eri memberikan pesan bahwa pentingnya seorang advokat untuk selalu menjunjung tinggi etika advokat baik di era industri 4.0 maupun di masa yang akan datang.
Rangkaian acara Dies Natalis Fakultas Hukum UNPAR yang ke-63 ditutup oleh pengumuman Mahasiswa Berprestasi dari bidang kurikuler, ko-kurikuler, dan ekstrakurikuler yang diperoleh oleh para mahasiswa Fakultas Hukum UNPAR selama kurun 2 tahun dari kancah nasional maupun internasional. (RAM-Humkoler UNPAR)