Be Unpar’s Delegation (BUD) merupakan salah satu program yang diselenggarakan oleh International Office Universitas Katolik Parahyangan (IO Unpar) berkaitan dengan kegiatan kemitraan yang dijalin dengan perguruan tinggi internasional. Mahasiswa peserta BUD mendapat kesempatan mewakili Unpar dalam berbagai kegiatan akademis maupun budaya yang diselenggarakan oleh universitas di luar negeri. Ini merupakan kesempatan yang sangat menarik bagi mahasiswa, tidak hanya untuk menambah pengalaman, namun juga menjadi representasi bagi Unpar, Jawa Barat, dan Indonesia.
Keanggotaan BUD terbuka bagi seluruh mahasiswa Unpar, tanpa dibatasi latar belakang program studi dan fakultas. Salah satu dari anggota BUD periode 2017-2018 adalah dua mahasiswa Program Studi Administrasi Publik, Emyr Rahadian dan Rima. Masing-masing mewakili Unpar dalam kegiatan summer course di Europa-Universität Viadrina, Frankfurt an der Oder, Jerman, dan International Network Universities (INU) Student Seminar for Global Citizenship and Peace di Hiroshima University, Jepang.
Dari hak asasi hingga kebijakan publik
Meski berstatus sebagai mahasiswa administrasi publik, baik Emyr maupun Rima mengaku tertarik dengan kegiatan berbau dunia internasional. Rima sendiri awalnya didorong oleh salah satu kawannya untuk bergabung dengan tim BUD. Meski sempat ragu, namun Rima memberanikan diri untuk terjun sebagai salah satu anggota BUD. “Apa salahnya, misalnya, kalau aku juga ikut ke acara internasional untuk membuka pikiranku, lebih open minded, sama think globally,” ujarnya. Ia, juga Emyr, ingin membuktikan bahwa mahasiswa publik mampu terlibat dalam kegiatan internasional.
Pengalaman menjadi BUD memang menjadi pengalaman baru bagi keduanya. Dari ketertarikan mereka untuk ikut dalam kegiatan internasional, mereka berkesempatan untuk mempelajari hal-hal baru. Rima misalnya, ia mendapat kesempatan untuk mengikuti Model United Nations (MUN) yang identik dengan kegiatan mahasiswa Prodi Hubungan Internasional. Selain itu, ia juga bisa mengeksplorasi berbagai isu hak asasi manusia, seperti permasalahan orientasi seksual dan identitas gender (SOGI). Menanggapi isu yang cukup sensitif itu, ia menjelaskan, “Mungkin kalau kita mau mengutarakan yang sedikit kontradiktif dengan orang-orang harus hati-hati.”
Berbeda dengan Rima, dua minggu di Jerman bagi Emyr terasa lebih serius. Masa summer course diisi dengan kegiatan memperkaya ilmu, diselingi dengan day trip ke Berlin, Ibukota Jerman. Uniknya, kegiatan perkuliahan ini juga membuka wawasan para peserta dari luar Indonesia mengenai kebijakan publik dan pemerintah Indonesia. Hal ini tentu sangat dekat dengan keseharian Emyr sebagai mahasiswa administrasi publik. “Apa yang dipelajari di kelas (kuliah) bisa banget diimplementasi dalam course-nya,” tuturnya.
Kekaguman akan masyarakat dunia
Banyak hal yang berkesan bagi mahasiswa yang mengikuti kegiatan internasional, seperti para anggota BUD. Rima mencontohkan, ia sangat kagum dengan keramahan yang ditawarkan oleh panitia dan peserta lokal selama ia berkegiatan di Hiroshima. “Hospitality-nya bagus banget,” ujarnya, menambahkan bahwa keinginan masyarakat akademis Universitas Hiroshima untuk membuat nyaman para tamunya sangat besar. Di sisi lain, ia dan rekan-rekan BUD mempelajari keberagaman budaya dan cara pandang masyarakat global, khususnya terhadap Unpar dan Indonesia.
Emyr mengungkapkan hal serupa dalam pengalamannya di Jerman. Selain penerimaan yang baik dari pihak UEV, banyak peserta summer course yang tertarik dengan keberagaman Indonesia. Otomatis Emyr beserta rekan BUD mengenalkan Indonesia. “Selain jadi duta Unpar, of course kita jadi Youth Ambassador of Indonesia,” katanya. Sebagai contoh, ia menjelaskan kondisi dan potensi wisata berbagai daerah di Indonesia, juga kekayaan budaya dan masyarakat di pelosok negeri.
Di akhir sesi wawancara, Rima dan Emyr mendorong setiap mahasiswa, khususnya mahasiswa administrasi publik, untuk berani terlibat dalam proses internasionalisasi. Rima menegaskan agar masalah kemampuan Bahasa Inggris tidak dijadikan penghalang. “Tetap aja coba. At least coba dulu,” ungkapnya. Kemampuan berbahasa bisa dipelajari lewat lisan, penulisan ilmiah, maupun kegiatan-kegiatan yang melibatkan mahasiswa internasional. Hal serupa diungkapkan Emyr. “Manfaatkan program yang sudah di-set up buat seluruh mahasiswa,” tuturnya. Jika belum berani pergi ke luar negeri melalui program pertukaran dan BUD, lanjutnya, mahasiswa dapat mengikuti kegiatan lain seperti International Student Conference (ISC) yang digelar Unpar setiap tahunnya. Yang jelas, mereka berharap agar mahasiswa mampu memanfaatkan kesempatan yang ada saat ini sebelum terlambat.