UNPAR.AC.ID, Bandung – “Kisah Daud dan Goliat itu demikian populer. Kisah dua karakter paradoksal soal personal itu merambah dalam beragam aspek kehidupan seperti iklan, olah raga, perkawinan dan keluarga, ekonomi, budaya, dan sosial politik. Beragam segmen kehidupan kerapkali diwarnai oleh deskripsi tentang besar-kecil, kuat-lemah, pandai-pandir, atau superior-inferior sebagaimana tergambarkan dalam karakter Goliat dan Daud.” Demikian paparan awal dari Prof. Dr.theol. Sara Kipfer dalam kesempatan Studium Generale di Fakultas Filsafat, UNPAR pada Rabu, 18 September 2024 dengan tajuk: “Daud dan Goliat: Pemikiran-Pemikiran Menuju Hermeneutik Antarkultur.”
Pakar kitab suci dari Technische Universität, Dortmund-Jerman ini menambahkan bahwa deskripsi mengenai Daud dan Goliat itu mengombinasikan macam-macam kultur. Kombinasi (militer) ini bisa dilihat misalnya pada ketopong dan helm tembaga dari tradisi Noe-Asiria (800-700 SM), penutup kaki tembaga dari tradisi abad XII SM, dan pedang lembing tembaga dan baju zirah bersisik dari tradisi Kanaan, Mesopotamia, Mesir, Anatolia.
Selanjutnya ibu pendeta protestan kelahiran Kalimantan itu mengajukan pertanyaan reflektif, “Bagaimana kisah Daud dan Goliat ini bisa dipahami isi dan maksudnya?” Menurutnya, pertanyaan ini sangat penting karena kuatnya kombinasi kultur pada kisah Daud dan Goliat itu dibaca oleh para pembaca yang berasal dari kultur dan pemikiran yang berbeda-beda.
“Dua hal yang bisa dilakukan adalah aplikasi dan eksplikasi” tambahnya. Ia menerangkan bahwa aplikasi itu mencakup pemahaman pribadi tentang arti teks dan penerapanya dalam konteks sosial-kultural yang berbeda-beda. Sementara eksplikasi (penjelasan/penguraian) menganalisis maksud teks.
Akhirnya dosen Alkitab yang fasih berbahasa Indonesia itu menyimpulkan bahwa sebagian besar teks Perjanjian Lama (PL) adalah asing dan tidak bisa diakses secara langsung. Naskah-naskah PL berasal dari budaya dan zaman yang berbeda-beda. Karena itu kita membutuhkan terjemahan-terjemahan. Tidak ada orang yang bisa mengatakan secara objektif apa arti teks itu satu per satu seperti dimaksudkan secara historis. Makna sebuah teks dapat disimpulkan dari analisis teks yang tepat, walaupun pada akhirnya bisa memunculkan perdebatan-perdebatan karena penggunaan pola-pola interpretasi yang berbeda dan penafsiran tradisi di luar lingkup kebudayaan pembacanya.
Studium Generale yang dihadiri oleh 120 an dosen dan mahasiswa itu menjadi pembuka tahun ajaran 2024-2025 sekaligus pembuka jalan bagi kerja sama antar Fakultas Filsafat UNPAR dan TU Dortmund, Jerman. (KTH-Humas UNPAR)