UNPAR.AC.ID, Bandung – Satu ilmu yang menjanjikan bagi masa depan Indonesia, begitu kiranya gambaran yang tepat jika berbicara Data Science. Dosen Prodi Teknik Informatika Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) Dr. Ir. Veronica S. Moertini, M.T., dalam buku Pengantar Data Science dan Apiikasinya bagi Pemula mengungkapkan bahwa data kini tak bisa dikonotasikan hanya “tumpukan” angka yang membosankan.
Lebih lanjut, pada abad 21 ini data sudah terbuat dan/atau terkumpul dari berbagai sumber. Pembuat data bisa jadi kita sendiri yang lalu direkam di berbagai sistem, seperti media sosial, penyedia layanan e-mail, chat, blog, review, foto, dan video. Dapat juga data berupa bisnis atau data di organisasi. Berbagai sensor dan satelit di angkasa juga berkontribusi banyak menghasilkan rekaman data.
Berbagai alat IoT (Internet of Things) juga senantiasa merekam data. Dari banyak jenis sumber tersebut, dapat dikatakan “data tidak pernah tidur”. Data terbuat terus dari detik ke detik dalam 24 jam dalam sehari.
“Seiring dengan semakin digitalnya dunia, maka kita semua beraktivitas secara digital. Data itu macam-macam dan bertambah dengan sangat cepat. Jadi seiring bervariasinya data dan bertambah dengan sangat cepat, ukuran data menjadi sangat besar, maka dibutuhkan kreativitas dan background spesifik karena data bisa datang dari berbagai bidang untuk menyelesaikan masalah yang bisa dicari solusinya dengan data,” tutur Veronica dalam wawancaranya, pada Kamis (17/6/2021) lalu.
Veronica pun menuturkan, mengumpulkan data membutuhkan teknologi maupun teknik khusus untuk menjawab masalah hingga nantinya mendapatkan insights. Dalam buku Data Science rilisan Teknik Informatika UNPAR, Veronica juga menjelaskan bahwa sesuai dengan namanya, Data Science melibatkan data dan sains atau ilmu yang dibutuhkan untuk memproses data. Data Science mulai didengungkan pada tahun 80-an dan 90-an, namun baru benar-benar dipublikasikan pada tahun 2009 atau 2011. Para ahli perintisnya antara lain adalah Andrew Gelman dan DJ Patil.
Masih dalam buku yang sama, Veronica menyebut bahwa tujuan akhir dari Data Science adalah untuk menemukan insights dari data. Hal ini dapat dipandang sebagai proses mendestilasi atau mengekstraksi atau menggali insights dari data. Insights dapat ibaratkan sebagai emas atau berlian yang meskipun hanya sedikit atau berukuran kecil, namun tetap berharga.
“Insights dapat berupa informasi penting maupun model-model yang dibuat dari data yang akan bermanfaat dalam mengambil keputusan. Insights yang ingin digali daru data perlu dimulai dengan rasa keingintahuan yang kuat dari diri sendiri atau dari organisasi tempat dia bekerja (berupa kebutuhan karena ada masalah yang ingin diselesaikan dengan memanfaatkan data). Berbekal ini, seorang Data Scientist lalu melakukan berbagai aktivitas dengan memanfaatkan ilmu dan teknologi yang sesuai untuk mendapatkan insights yang disasar,” sebut Veronica dalam halaman 4 buku tersebut.
Bagaimana dengan di Indonesia? Veronica mengatakan bahwa Indonesia termasuk salah satu yang kekurangan Data Scientist. Kebutuhan Data Scientist di Indonesia menempati urutan keempat (LinkedIn Indonesia, 2020) .
Mengapa kebutuhannya begitu besar? Sebagaimana disampaikan Taufik Susanto, doktor pada bidang Data Science lulusan Queensland University of Technology Australia dan pendiri konsultan di bidang tersebut, saat ini pengolahan data menjadi penentu kompetisi bisnis antar perusahaan. Taufik memberi ilustrasi kompetisi Gojek vs Grab. Siapa yang mampu membuat profile pelanggannya, memilih perhitungan harga yang tepat dan promo yang tepat, maka dia akan menjadi pemenangnya. Tren ini minimal sampai 5 tahun ke depan akan sama dengan saat ini, bahkan mungkin bisa lebih intens lagi.
Berdasarkan hasil survei, saat ini kebutuhan Data Scientist di Indonesia diperkirakan baru terpenuhi sekitar 50 persen. Hasil survei yang dilakukan oleh Sharing Vision terhadap 27 perusahaan (dan dipublikasikan pada Januari 2019) menunjukkan bahwa 66 persen responden menilai Big Data akan booming di Indonesia pada 1-2 tahun ke depan.
Selain itu, hasil survei ini juga menunjukkan bahwa 48 persen perusahaan sudah memasukkan pengembangan sistem Big Data ke dalam IT Strategic Plan, bahkan 33 persen di antaranya sudah mengoperasikan sistem tersebut dan 33 persen lainnya sedang mengembangkan sistem Big Data. Demikian dijabarkan di halaman 18 buku Data Science UNPAR.
“Jika kita berpegangan pada lembaga-lembaga yang sudah melakukan survei dan memprediksi bahwa kebutuhan Data Scientist di Indonesia sangat besar, itu artinya peluang sangat menjanjikan untuk ke depan. Ke depan, profesi Data Scientist tentunya cerah, karena era kini bidang apa yang tidak menghasilkan data?,” ucap Veronica. (Ira Veratika SN-Humkoler UNPAR)