Center of Public Policy and Management Studies (CPMS) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Katolik Parahyangan (FISIP Unpar) mulai digagas sejak 1967. Awal dibentuknya CPMS bersamaan dengan pendirian dua pusat kajian studi lainnya di Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis (pada saat itu Ilmu Administrasi Niaga) dan Ilmu Hubungan Internasional FISIP Unpar.
CPMS yang berdiri di bawah naungan Program Studi Ilmu Administrasi Publik (Prodi IAP) Unpar ini adalah salah satu unit pendukung yang berfokus pada kajian studi di bidang pemerintahan dan sektor publik. Adapun, unit pendukung lainnya yaitu laboratorium publik yang bergerak di bidang pendidikan.
“Tujuan awal pusat kajian ini yaitu untuk mengelola jurnal,” terang Dr. Ulber Silalahi Ketua CPMS.
“Kita merasa perlu suatu lembaga atau badan yang bisa menghimpun pemikiran-pemikiran, terutama hasil penelitian atau paper yang bisa di-share kepada sesama anggota dari setiap prodi. Sekaligus untuk diekspos keluar,” ujar beliau yang pada awal pendirian menjabat sebagai Dekan FISIP.
Saat itu, keberadaan pusat kajian diperlukan sebagai respon terhadap pengamalan Tri Dharma Perguruan Tinggi. “Sesuai dengan tri dharma di bidang penelitian, tentu diperlukan wadah sehingga waktu itu juga mulai digagas untuk membuat jurnal,” ungkap Ulber, “Dan, salah satu tanggung jawab untuk pusat kajian ini, untuk mengelola jurnal.”
Penelitian, pelatihan, dan seminar
Sebagai pusat kajian studi, CPMS secara rutin melakukan kegiatan penelitian dan pelatihan. “Agenda tentu di bidang penelitian dan pelatihan,” terang Ulber.
Ia menjelaskan, “Penelitian kita lakukan. Kita ada kerja sama. Kemudian juga, pelatihan kita lakukan, ada MoU. Terutama pelatihan di bidang penelitian. Dan pelatihan untuk melakukan sitasi. Cara menulis yang benar. Cara membuat proposal yang benar.”
“Dan itu menjadi kegiatan rutin sekarang CPMS. Untuk memberi pelatihan kepada mahasiswa yang mau mengambil skripsi atau seminar,” ujarnya, “Menyusun proposal.”
Mahasiswa, dalam hal ini tidak saja mendapatkan pelatihan, tetapi juga terlibat dalam program CPMS. Kontribusi mahasiswa diantaranya membantu kegiatan penelitian para dosen, juga kepanitiaan pelaksanaan seminar CPMS.
Menurutnya, “Paling tidak untuk kegiatan penelitian sudah kami libatkan (mahasiswa). Dan juga kegiatan seminar. Karena kita coba berikan tanggung jawab. Sekaligus juga memberi kesempatan kepada mereka untuk melihat secara empirik.”
Selain penelitian dan pelatihan, tim CPMS Administrasi Publik Unpar juga tengah berfokus pada program kemitraan dengan lembaga swasta. Salah satunya, Graha Maria Annai Velangkanni, Medan, Sumatera Utara. Tim CPMS menulis biografi pendiri dengan judul “Pastor James Bharataputra S.J., Misionaris Sejati dari India untuk Indonesia” yang diterbitkan Unpar Press. Beberapa kali, ia juga mewakili tim melakukan kunjungan ke Medan.
Program pelatihan pun dilakukan dengan beberapa universitas. Seperti universitas di Subang dan universitas di Palu. Ada juga agenda seminar tahunan rutin yang membahas beragam topik terkait bidang kajian CPMS.
“Kemudian juga, kita melakukan seminar-seminar,” katanya, “Sudah beberapa kali.” Seminar khusus mengenai metodologi penelitian maupun seminar yang bersifat umum tetapi diperuntukkan khusus bagi komunitas Administrasi Publik. Adapun, hasil seminar tersebut berupa proceedings dan hand-book atas nama CPMS.
Pada 2016, “Pengajaran Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Administrasi Publik/Negara” menjadi topik dalam Seminar dan Lokakarya Nasional yang dihadiri oleh para peserta dari seluruh Indonesia.
Tahun lalu, CPMS mengadakan seminar serupa mengenai “Quo Vadis Birokrasi Indonesia” yang mana hasilnya sudah keluar dalam bentuk proceedings.
Proyeksi ke depan
Tidak dipungkiri, ia mengakui, CPMS memiliki keterbatasan dalam hal pelaksanaan agenda kegiatan. “Seringkali kita punya keterbatasan,” ia mengungkapkan.
Peran pusat kajian studi sebuah universitas, ia mengatakan, akan lebih tampak jika ada support secara berkesinambungan dari pihak universitas. “Peran kita itu akan lebih nampak kalo ada (dukungan) dari universitas. Kan yang kerja sama itu universitas,” tuturnya.
Misalnya saja, sebut Ulber, ketika CPMS ingin bekerja sama dengan lembaga pemerintah, maupun pihak kementerian, keterlibatan Unpar sebagai jembatan kerja sama akan dapat mempercepat kolaborasi penyelenggaraan sebuah proyek atau program kegiatan. Begitupun, dengan pusat kajian lainnya yang ada di Unpar. Ia berharap, peran serta dukungan pihak universitas dapat diupayakan untuk ditingkatkan secara signifikan. Ibarat lembaga besar (universitas) yang menaungi lembaga kecil di bawahnya (pusat kajian, termasuk CPMS).
Peran CPMS bagi kontribusi pemerintahan Indonesia juga menjadi cita-cita di masa depan. Ulber yang merupakan Wakil Asosiasi Administrasi Publik Indonesia menyampaikan, “Saya kira tentu kita bisa berperan di bidang kajian ilmu kita. Apalagi pemerintahan, birokrasi, atau administrasi publik Indonesia. Sekarang ini kan masih mencari bentuk.”
“Saya kira kalo kita (CPMS) bisa masuk di dalamnya, akan sangat bagus,” imbuhnya.
Di masa mendatang, Pak Ulber berharap CPMS dapat berkontribusi aktif dalam pengambilan kebijakan publik di lingkup pemerintahan Indonesia. “Dan sekaligus juga, kita bisa membantu pihak luar bilamana mereka membutuhkan kajian-kajian khusus yang sesuai bidang kita, misalnya kita di CPMS, bidang-bidang kajiannya di sektor publik dan juga pemerintahan.”
CPMS diharapkan dapat turut serta menyebar ilmu pengetahuan, hasil-hasil pemikiran, yang tidak hanya dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa dan dosen di lingkungan Unpar, tetapi juga oleh pihak luar.