UNPAR.AC.ID, Bandung – Bupati Toba Poltak Sitorus melepas 30 mahasiswa Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) yang melakukan penelitian rumah adat Batak selama 8 hari di dua desa, Kabupaten Toba. Penelitian yang dilakukan oleh wadah minat Arsitektur Hijau (Arjau) ini memilih Kabupaten Toba sebagai proyek ekspedisi 2023.
Sekadar informasi, Arsitektur Hijau merupakan wadah bagi penyaluran minat mahasiswa yang merupakan bagian dari Himpunan Mahasiswa Program Studi Arsitektur (HMPSARS) UNPAR yang mendokumentasikan keseharian dan tradisi masyarakat untuk memahami hubungan antara keseharian warga dengan rupa arsitektur wilayah.
Mengutip keterangan resmi dari laman tobakab.go.id, Jumat (11/8/2023) Bupati Poltak juga mengapresiasi mahasiswa Arsitektur UNPAR yang memilih Toba sebagai proyek ekspedisi. Hal tersebut disampaikannya saat memberikan sambutan dalam acara Pelepasan 30 mahasiswa Arjau yang digelar di Balai Data Kantor Bupati Toba, Balige.
Para mahasiswa akan melaksanakan penelitian selama 8 hari depan di dua dusun di Desa Hutanamora yakni Banjar Ganjang, Kampung Lumban Baringin dan satu lagi Dusun Lumban Pea, Desa Parsambilan. Parsambilan dan Hutanamora , Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba ini diketahui masih memiliki sejumlah rumah adat Batak.
Bupati Poltak juga memaparkan berbagai filosofi Batak dan rumah Batak serta kualitas dan tahan gempa . Uniknya rumah Batak yang disebut Ruma Batak ini dibangun tanpa menggunakan paku.
“Kami berharap seluruh peserta ekspedisi UNPAR Bandung ini mendapatkan ilmu baru nantinya ditambah dengan cerita-cerita yang dapat dikemas sebagai Batak Bercerita yang bisa menjadi referensi Pemerintah Kabupaten Toba untuk pengembangan pariwisata,” ujarnya.
Koordinator Wadah Minat Arsitektur Hijau Michael Fredericko pun menyampaikan, kehadiran mereka di Kabupaten Toba karena tertarik dan melihat ada banyak arsitektur lokal yang sangat bagus di Toba, salah satunya adalah Rumah Batak. Ketua Pelaksana Ekspedisi Toba 2023, Dennis Giovincent juga menyampaikan fokus dari komunitas mereka adalah belajar dari kampung-kampung yang ada di Indonesia.
Sejak didirikan di Gunung Papandayan pada 1985, berbagai angkatan Arsitektur Hijau telah menjelajah ke seluruh penjuru negeri untuk melestarikan ragam arsitektur vernakular sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa. (JES-Humkoler UNPAR)