UNPAR.AC.ID, Bandung – Dosen Teknik Kimia Universitas Katolik Parahyangan Ir. Kevin Cleary Wanta, S.T., M.Eng. menyoroti pentingnya penelitian dan inovasi dalam industri nikel, termasuk pengembangan teknologi baru, pemrosesan yang lebih efisien, dan penggunaan yang lebih berkelanjutan. Hal itu diungkapkan Kevin dalam Kuliah Umum bertajuk “Optimalisasi Potensi Nikel untuk Mendorong Hilirisasi yang Berkelanjutan”, yang berlangsung pada Jumat (8/3/2024) lalu di Ruang Multifungsi PPAG UNPAR.
Kuliah Umum terselenggara atas kerja sama Fakultas Teknologi Industri (FTI) UNPAR bersama Harita Nickel dan Pikiran Rakyat. Tak hanya Kevin, hadir sebagai pemateri dari Harita Nickel yaitu, Ir. Tonny Gultom IPU.,ASEAN Eng., (HSE Director Harita Nickel); Latif Supriadi (Community Affairs General Manager Harita Nickel); Sopi Muhammad Malik Hakim (Mineral Resources & Mineral Reserves Manager); dan Desi Mulyati Andrian (Environmental Liaison). Kuliah Umum ini juga dimoderatori oleh Pemimpin Redaksi Pikiran Rakyat Satrya Graha.
Sebagaimana diketahui, Indonesia menjadi negara produsen nikel terbesar di dunia dengan total produksi diperkirakan mencapai 1,6 juta metrik ton atau menyumbang 48,48% dari total produksi nikel global (Katadata, 2022). Dengan potensi sebesar itu, Indonesia menjadi negara strategis di dunia sejalan dengan permintaan global akan nikel terus tumbuh, terutama untuk keperluan industri seperti kendaraan listrik dan energi terbarukan.
Tak dimungkiri bahwa potensi nikel banyak menunjang berbagai hal dan telah mengubah peradaban dunia. Kendati demikian, Kevin melalui pemaparannya berjudul “Berinovasi untuk Bumi: Mencari Teknologi untuk Hilirisasi Nikel yang Berkelanjutan”, menyoroti ihwal nikel & hilirisasi; teknologi & riset; serta aplikasi & tantangan ke depan.
Kevin pun menyampaikan bagaimana kontribusi Teknik Kimia UNPAR melalui Grup Riset Pengolahan Mineral. Adapun yang dilakukan di antaranya
- perancangan proses; alat; dan pabrik
- Recycling sumber mineral sekunder, seperti spent catalyst
- Pencarian pelarut hijau untuk hidrometalurgi, seperti asam organik; air subkritik; dan deep eutectic solvent
- Sintesis partikel (nano-) berbasis nikel
- Aplikasi untuk bidang media penyimpanan energi, seperti fuel cell.
Kevin mengungkapkan bahwa realisasi hilirisasi nikel yang berkelanjutan tidak mungkin dilakukan secara individu. Seluruh pihak perlu bekerja sama dalam mewujudkan kegiatan pemanfaatan sumber daya nikel beserta hilirisasinya. Mulai dari keterlibatan pemerintah, peneliti, industri, dan masyarakat.
“Pendekatan kolaborasi multidisiplin (sains, teknik, ekonomi, sosial, hukum, lingkungan dan lainnya) sangat dibutuhkan untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas tahap hilirisasi ini,” tutur Kevin yang juga seorang peneliti di bidang mineral processing; hidrometalurgi; dan nanopartikel
Lebih dari itu, tantangan hilirisasi nikel pun tentu jadi perhatian. Kevin melihat tantangan ini dari perspektif ilmu teknik, khusus teknik kimia, yaitu:
- Pemanfaatan sumber daya mineral primer secara bijak
- Penemuan teknologi yang tepat guna dan maju
- Penerapan ekonomi sirkular – bagian dari implementasi 3R
- Industri mineral uang efisien, aman, dan minim limbah
Hilirisasi Nikel
Sementara itu, Direktur Health Safety and Environment (HSE) Harita Nickel Tonny Gultom, mengajak anak muda untuk mengenal lebih dekat industri nikel, dan melihat peluang-peluang yang ada di dalamnya.
Sebagaimana dikutip dari siaran Pikiran Rakyat, hilirisasi produk nikel juga dilakukan Harita Nickel untuk menciptakan ekosistem yang kompetitif sekaligus meningkatkan nilai rantai pasok produksi.
“Hilirisasi dari kami ditandai dengan yang tadinya hanya tambang, kemudian kami bangun industri di bawahnya berupa industri Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) feronikel (FeNi) dan juga nikel berteknologi high pressure acid leaching (HPAL). Ini yang sudah produksi, ke depannya kami akan terus melihat ke arah hilirnya, tentunya dibutuhkan investasi dan kondisi ekonomi dunia,” kata Tonny.
Dia berharap ke depannya Indonesia bisa memiliki industri yang mengolah produk olahan nikel. Tahun 2024 ini Harita menargetkan kapasitas produksi nikel mereka menjadi 120.000 ton, dari tahun sebelumnya yang hanya 55.000 ton nikel.
Tonny juga menegaskan pihaknya selalu berkomitmen menerapkan pertambangan yang ramah terhadap lingkungan, dengan selalu memasukkan nilai-nilai Environmental, Social, and Good Governance (ESG) dalam setiap operasinya. (NAT/SYA-Humas UNPAR)