Pemerintah Republik Indonesia menyadari bahwa pendidikan tinggi memiliki peranan penting bagi pencapaian target sosial-ekonomi suatu negara. Hal inilah yang kemudian mendasari diadakannya program beasiswa Kemitraan Negara Berkembang (KNB).
Bermula dari adanya kesadaran untuk menyediakan beasiswa bagi pelajar dari negara anggota Gerakan Non-Blok (GNB) yang tercetus pasca Konferensi Kepala Negara GNB ke-10 pada tahun 1992, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1993 membuka program beasiswa program magister untuk pelajar dari negara anggota GNB. Namun, seiring perkembangan waktu, kata GNB sudah tidak lagi relevan karena beasiswa juga diberikan kepada pelajar dari negara-negara berkembang non-anggota GNB sehingga digantikan menjadi beasiswa KNB.
Beasiswa KNB merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam membantu komunitas internasional untuk menghadapi tantangan sosial-ekonomi global. Pemerintah memandang penting untuk terlibat dalam penciptaan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang lebih baik di negara-negara berkembang dengan berbagi pengalaman dan sumber daya.
Program ini diluncurkan untuk pertama kalinya pada 2006 oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, dengan menggandeng 15 perguruan tinggi negeri dan swasta terbaik untuk menerima mahasiswa asing yang meraih beasiswa KNB.
Hingga tahun 2015, sebanyak 896 pelajar dari 64 negara berkembang telah mendapatkan beasiswa tersebut. Selain berkontribusi pada pengembangan SDM negara berkembang, program ini juga bertujuan meningkatkan cultural understanding dan memperkuat hubungan serta kerja sama antara negara-negara berkembang. Beasiswa jenjang pascasarjana (master degree) ini terdiri atas satu tahun program pendidikan Bahasa Indonesia dan persiapan serta dua tahun masa studi pascasarjana dengan pilihan program yang beragam.
Dalam penyelenggaraan beasiswa KNB, sinergi pemerintah dengan perguruan tinggi sangat dibutuhkan untuk memberikan fasilitas serta pendidikan terbaik bagi mahasiswa peraih beasiswa tersebut.
Salah satu lembaga pendidikan tinggi yang mendapatkan tanggung jawab tersebut adalah Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Bandung. Melalui hal ini, pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Unpar memberikan peluang bagi para pelajar potensial yang berasal dari negara-negara berkembang untuk mengembangkan pengetahuan dan kompetensi yang berguna bagi peran mereka di negara masing-masing.
Adanya program ini juga memberikan kesempatan bagi pelajar dari negara-negara berkembang untuk merasakan pengalaman tinggal dan belajar di salah satu negara yang paling kaya akan keberagaman.
Nsikan Emmanuel Ekwere, seorang pelajar asal Nigeria menjadi salah satu yang mendapatkan kesempatan untuk menempuh program Magister Manajemen di Sekolah Pascasarjana Unpar. Nsikan menempuh pendidikannya sejak 2014 dan berhasil lulus dari program tersebut pada Rabu (4/5).
Rasa terima kasih diungkapkan oleh Nsikan kepada pemerintah Indonesia yang telah mengadakan program beasiswa KNB dan memberikannya kesempatan berkuliah di Unpar sehingga ia mendapatkan pengalaman berharga dalam hidupnya.
Ia melihat bahwa program ini merupakan suatu program visioner yang memberikan kontribusi bagi pengembangan sumber daya manusia negara-negara berkembang yang akan berdampak pada pertumbuhan negara-negara tersebut untuk maju bersama dengan Indonesia. Nsikan berjanji akan selalu menjadi duta bagi Indonesia dimanapun ia berada dan di segala kesempatan.
Baginya, Unpar memiliki standar kesejahteraan mahasiswa yang terbaik dan terus mengembangkan fasilitas-fasilitas untuk menunjang dan mendukung proses belajar mahasiswa. Penyampaian materi yang diberikan oleh tenaga pengajar menggunakan cara dan metode yang mudah dimengerti. Unpar baginya juga tidak hanya memberikan ilmu terkait teori-teori, tetapi juga memberikan ruang untuk melihat implementasi dari teori tersebut dalam bentuk praktik.
Hubungan dosen dan staf universitas yang dekat dan ramah dengan mahasiswa menjadi poin penting yang mendukungnya dalam menjalani pendidikan di Unpar. Baginya, Unpar sudah menjadi lembaga pendidikan tinggi kelas dunia yang multinasional, multireligi, dan multibudaya. Hal-hal tersebutlah yang membuatnya menilai bahwa datang ke Indonesia dan menempuh studi pascasarjana di Unpar menjadi salah satu pilihan terbaik dalam hidupnya.[*]
Sumber: Kompas – Griya Ilmu (Selasa, 17 Mei 2016)