UNPAR.AC.ID, Bandung – Di dalam kehidupan sehari-hari, rute tentunya merupakan suatu yang penting agar kita dapat sampai ke tujuan tertentu. Jika kita tidak mengetahui rute yang akan ditempuh, kita akan mengalami berbagai kerugian secara waktu ataupun material. Tidak jauh berbeda dengan pernyataan tersebut, rute juga menjadi sangat penting untuk kita menepati janji-janji kemerdekaan bangsa Indonesia. Penepatan janji kemerdekaan Indonesia tidak bisa hanya dengan mengandalkan keberanian.
Hal tersebut mengemuka dalam acara Humanities Corner yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengembangan Humaniora (LPH) di Mgr. Geise Lecture Theater Audio Visual Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) pada Senin (20/3/2023) lalu. Acara bertajuk “Visi Kebangsaan : Rute Indonesia Raya” merupakan acara bedah buku “Rute Indonesia Raya” yang ditulis oleh Dr. Abdy Yuhana, S.H., M.H. serta diskusi bersama dengan Dr. Pius Sugeng Prasetyo, M.Si. selaku Dekan FISIP.
Abdi selaku penulis mengingatkan bahwa dalam bernegara, kita sebagai masyarakat tentunya memiliki tujuan yang harus diraih. Meskipun demikian, tujuan tersebut jika tidak dipersiapkan ataupun dilalui tidak akan tercapai meskipun Indonesia kelak pada tahun 2045 akan mencapai usia 100 tahun. Maka dari itu, dirinya mengungkap bahwa Indonesia membutuhkan rute/arah yang dilalui secara tepat agar terhindar dari salah mencapai tujuan dalam bernegara.
“Rute ini harus kita tempuh, kita lalui sehingga kita kemudian bisa melihat ke depan di tahun 2045 nanti, kita bisa bersaing dalam konteks persaingan global,” ujarnya.
Merespons hal tersebut, Abdi menyatakan bahwa kita harus memiliki satu visi kebangsaan. Visi kebangsaan ini merupakan kompas serta arah dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Visi Kebangsaan ini menjadi penting dalam menghadapi tantangan pada setiap zamannya.
“Makanya visi ini menjadi penting dalam mengelola hidup berbangsa dan negara sehingga kita memiliki mimpi yang indah tentang Indonesia Raya dan Republik Indonesia,” tuturnya.
Lebih lanjut, dirinya mengungkap beberapa hal yang dapat dilakukan masyarakat adalah:
- Menyadari potensi serta kondisi yang Indonesia miliki.
- Memiliki kesepakatan dalam bernegara sebagai acuan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
- Sinergi dalam pembangunan bangsa yakni pembangunan peradaban bangsa, pembangunan Sumber Daya Manusia yang unggul, dan pembangunan yang merata serta berkeadilan.
Meskipun demikian, kondisi hari ini mencerminkan bahwa Indonesia seringkali masih disibukkan oleh 3 hal yakni belum selesainya masalah faktor sejarah, perdebatan mengenai kesepakatan negara, dan masih dalam suasana euforia demokrasi. Jika hal ini tidak segera diselesaikan, dirinya menyatakan bahwa kita tidak akan bisa beranjak untuk menjadi negara yang bisa menepati janji kemerdekaan Indonesia, yakni sejahtera, adil, makmur, aman, dan santosa. Maka dari itu, kita harus bisa menyelesaikan masalah-masalah tersebut harus diselesaikan untuk menciptakan rute.
“Kita tidak bisa berpikir bagaimana memajukan negara ini. Kenapa? Karena persoalan-persoalan yang sangat dasar terhadap kondisi berbangsa kita tidak bisa kita selesaikan dengan baik,” ucap dirinya.
Rute bernegara sendiri merupakan bagian dari tawaran ide, gagasan, dan visi kebangsaan untuk mencapai Indonesia Raya. Jika seluruh entitas bangsa seharusnya memiliki pemahaman yang kongruen tentang pentingnya rute bernegara yaitu Rute Indonesia Raya.
“Kita ingin Indonesia ke depan menjadi lebih baik, tetapi jangan sampai proses bernegara kita seperti menari poco-poco yang bergerak ke kiri dan kanan namun tidak maju,” ungkap dirinya.
Di sisi lain, Pius menegaskan bahwa membangun manusia merupakan hal yang paling utama dalam mencapai gambaran besar tentang Indonesia yang ingin dicapai yakni Indonesia Raya. Indonesia Raya sendiri dibangun dalam potensi kekayaan seperti yang tertera dalam bait kedua.
“Kalau Soekarno ingin mengatakan bahwa Indonesia Raya adalah Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera, saya pikir bangunan awalnya adalah bangunan manusianya.” tutur Pius.
Lebih lanjut, dirinya juga menyatakan bahwa bait ketiga menjelaskan bahwa Indonesia merupakan tanah air yang harus kita jaga. Maka dari itu, teman-teman muda saat Indonesia genap berumur 100 tahun seharusnya berkarya menjaga Ibu Pertiwi.
“Mari kita paling tidak yang ada di kelas ini, UNPAR, dan kita semua yang sadar, kita jaga persatuan kita ini, ” ujar dirinya. (KTH-Humkoler UNPAR)