UNPAR.AC.ID, Bandung – Tidak bisa dipungkiri bahwa pariwisata memiliki peran yang penting terhadap perekonomian Indonesia khususnya sebelum pandemi. Merujuk pada Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) yang diterbitkan oleh World Economic Forum (WEF), Indonesia menduduki peringkat ke-40 dari 140 pada tahun 2019 silam. Badan Pusat Statistik pun mencatat bahwa sektor pariwisata menyerap sebanyak 12,74 juta orang untuk bekerja di sektor pariwisata.
Industri pariwisata sangatlah besar dan membutuhkan dukungan dari teknologi informasi untuk bisa dikelola dengan optimal. Di dalam industri ini sendiri setidaknya terdapat 16 komponen rantai pasok yang saling terhubung, salah satunya ialah akomodasi/perhotelan.
Hal tersebut turut disampaikan oleh Dr. Niko Ibrahim selaku Head of Accomodation Product and Connectivity PT Global Tiket Network (tiket.com) dalam rangkaian kuliah tamu yang diselenggarakan oleh Informatika Universitas Katolik Parahyangan. Kuliah tamu tersebut diselenggarakan selama 2 hari yang bertajuk “Technology Insights in the Hotel Industry” pada Selasa (5/3/2024) dan “Application of Data Science in the Hotel Industry” pada Selasa (26/3/2024).
Berdasarkan Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), hotel merupakan usaha penyediaan akomodasi berupa kamar-kamar di dalam suatu bangunan, yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum, kegiatan hiburan, dan/atau fasilitas lainnya secara harian dengan tujuan memperoleh keuntungan.
“Hotel bersifat perishable, artinya tidak bisa disimpan untuk dikonsumsi di kemudian hari. Kalau hotel tidak terjual hari itu, artinya hangus. Pendapatannya hilang. Sehingga, pemain di industri ini perlu memikirkan bagaimana menghabiskan inventory dengan cepat,” ujar Niko.
Lebih lanjut, dirinya juga menjelaskan tentang Revenue Management, yakni penerapan Sistem Informasi dan strategi penetapan harga untuk mengalokasikan kapasitas yang tepat kepada pelanggan yang tepat, pada harga yang tepat, pada waktu yang tepat, melalui saluran distribusi yang tepat untuk mencapai pendapatan dan laba yang paling optimal.
“Di industri ini, perlu yang namanya revenue management. Revenue management ini adalah penerapan sistem informasi yang membutuhkan data dan sistem untuk menetapkan harga,” tutur dirinya.
Merespons hal tersebut, Niko menjelaskan sejumlah data pada industri perhotelan, antara lain:
- Average Daily Rate: Tarif rata-rata per kamar yang ditempati.
- Room Night: Jumlah kamar dikalikan jumlah malam terjual.
- Occupancy Rate: Tingkat hunian yang menunjukkan kinerja harian hotel.
- Revenue per Available Room: Pendapatan rata-rata untuk seluruh kamar dalam jangka waktu tertentu.
- Ranking Index: Kinerja dibandingkan dengan pesaing.
- Average Length of Stay: Rata-rata lama menginap tamu.
- Online Review Score: Peringkat bintang yang diisi oleh tamu.
- Conversion Rate: Persentase tamu yang memesan dibandingkan yang melihat.
- Jumlah Properti: Jumlah akomodasi di suatu area.
- Jumlah Ketersediaan Kamar: Jumlah kamar yang dapat dipesan di suatu area.
- Jumlah Ketersediaan Fasilitas Akomodasi: Jumlah fasilitas utama yang ada di suatu area.
- Jumlah Kunjungan Wisatawan: Jumlah wisatawan yang berkunjung ke suatu area.
Niko pun berpendapat bahwa dibutuhkan analisis data yang menyeluruh untuk menetapkan harga. Kebutuhan integrasi data industri perhotelan sendiri berasal dari pengelola akomodasi, Online Travel Agent (OTA), dan regulator. Namun, penerapannya di Indonesia tidaklah mudah.
“Tidak mudah menerapkan integrasi data di Indonesia untuk industri hotel. Bahkan jika saya mengobrol dengan hotel kecil, mereka tidak menyimpan data,” tutur dirinya. (KTH – Humas UNPAR)