UNPAR.AC.ID, Bandung – 5 kelompok mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) mendapatkan pendanaan dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam Program Pembinaan Mahasiswa Wirausaha (P2MW) 2024.
P2MW merupakan program pengembangan usaha mahasiswa yang telah memiliki usaha melalui bantuan dana pengembangan dan pembinaan dengan melakukan pendampingan serta pelatihan (coaching) usaha kepada mahasiswa peserta P2MW.
Berikut 5 kelompok mahasiswa UNPAR yang terpilih serta penjelasan bisnisnya:
- Deepshikha Savon
Bisnis sabun yang berfokus kepada kesehatan kulit yang mengangkat kekayaan alam nusantara dengan menggunakan bahan lokal berkualitas tinggi untuk menjaga kulit setiap orang.
- Collete Space
Bisnis yang menghadirkan ruang kreatif dan edukatif yang menggabungkan warisan seni tradisional dan ekspresi pribadi melalui batik, di mana setiap warna yang ada di palet menggambarkan cerita yang unik.
- EntrePartner
Bisnis yang bergerak dibidang digital yang memiliki tujuan membantu masyarakat untuk membuka bisnis melalui pinjaman modal, video pembelajaran, dan manajemen bisnis secara menyeluruh melalui sebuah platform digital.
- Teapsy
Bisnis yang bergerak dibidang food and beverage khususnya teh yang memberi manfaat kesehatan dan menyediakan media bagi pelanggan untuk menyalurkan suasana hatinya dan menciptakan momen istimewa melalui setiap seduhan.
- Tiggy
Bisnis yang berkomitmen terhadap kesejahteraan pendidikan dan perkembangan anak-anak yang memberikan pengalaman interaktif melalui produknya yaitu mainan anak-anak yang edukatif.
Collete Space, salah satu kelompok wirausaha mahasiswa UNPAR berbagi cerita atas capaian mereka. Tim ini terdiri dari Andini Fatimah Azzahra dan Dhiyaa Aulia Zahra dari jurusan Matematika angkatan 2020, serta Chazya Aliqua Rivaine dari jurusan Hubungan Internasional angkatan 2021. Mereka telah membuktikan bahwa mahasiswa UNPAR mampu menciptakan inovasi yang tidak hanya berdaya saing tinggi tetapi juga memiliki dampak sosial yang signifikan.
Chazya Aliqua Rivaine menceritakan perjalanan inspiratif di balik kesuksesan Collete Space pada wawancara tertulis yang dilakukan pada Senin (27/05/2024). “Ide bisnis DIY Kit Batik bermula dari permasalahan yang dirasakan oleh tim,” ungkapnya.
“Kami melihat bahwa edukasi mengenai batik masih kurang, dan masyarakat masih menganggap motif dan warna batik sebagai sesuatu yang kaku dan tradisional.”
Dengan semangat melestarikan batik sebagai warisan budaya Indonesia, tim ini menciptakan Collete Space yang menawarkan DIY Kit Batik dengan motif modern, memberikan pengalaman baru membatik secara fleksibel bagi masyarakat, terutama generasi muda.
Inspirasi mereka untuk menggabungkan seni tradisional dengan ekspresi pribadi muncul dari ketidaktahuan masyarakat tentang asal usul batik. “Kami ingin setiap orang bisa membuat ‘batik mereka sendiri’ dan menceritakan kisah serta ekspresi pribadi melalui setiap sentuhan,” jelas Chazya. Konsep ini menjadikan batik tidak hanya sebagai seni, tetapi juga sebagai media ekspresi diri yang unik dan personal.
Perjalanan menuju produk yang sempurna tidaklah mudah. “Pada awalnya, produk Collete Space hanya sebatas rancangan di secarik kertas,” kata Chazya. Setelah berminggu-minggu brainstorming dan riset, mereka berhasil meluncurkan produk dengan alat dan bahan berkualitas tinggi yang tetap efektif dan efisien.
“Dukungan besar dari UNPAR membuat kami berkomitmen untuk terus memperbaiki dan mengembangkan produk hingga sesuai dengan visi dan misi Collete Space,” tambahnya.
Tantangan terbesar yang mereka hadapi adalah kurangnya pengetahuan bisnis dan kesulitan mencari supplier yang dekat dengan Bandung. “Kami harus belajar banyak hal untuk mengejar ketertinggalan dari teman-teman yang sudah berpengalaman,” ungkap Chazya. Melalui riset mendalam, mereka berhasil menemukan substitusi alat dan bahan yang dibutuhkan, membuktikan bahwa tekad dan kerja keras dapat mengatasi berbagai rintangan.
Menurut Chazya, UNPAR memainkan peran penting dalam kesuksesan Collete Space. “UNPAR, melalui Lembaga Pengembangan Institusi dan Inovasi (LPII) serta Parahyangan Incubator (PI), selalu menjadi bagian dari sejarah keberhasilan Collete Space,” jelasnya. Dukungan dan bimbingan intensif dari LPII dan PI membantu mereka berjalan di jalur yang tepat hingga meraih pendanaan P2MW.
“Pendanaan dari P2MW Kemendikbudristek membantu kami mengembangkan alat dan bahan serta memperluas kapasitas dan pasar kami,” tambahnya.
Salah satu pencapaian terbesar mereka adalah memberikan edukasi membatik kepada 1.200 siswa di sekolah menengah pertama di Kota Cimahi. “Ini adalah milestone besar bagi kami, sejalan dengan visi kami untuk memberikan pengalaman dan edukasi mengenai membatik kepada anak muda,” kata Chazya dengan bangga.
Chazya juga memberikan pesan motivasi untuk mahasiswa UNPAR lainnya. Ia mengutip nasihat dari Paulina Pungky, “Launch it when it is not ready and perfect yet. If it fails, iterate it fast,”
“Tidak apa-apa kalau gagal, itu tandanya kita punya ruang untuk belajar, memperbaiki, dan terus mencoba,” tutupnya. (NAT-Humas UNPAR)