Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) telah berkiprah di dunia pendidikan tinggi sejak 1955. Unpar kokoh dengan semangat Spiritualitas dan Nilai-Nilai Dasar (SINDU): humanum (manusia yang utuh), caritas in veritate (cinta kasih dalam kebenaran), dan bhinneka tunggal ika (hidup dalam keberagaman).
Pedoman itulah yang selalu melekat dalam perjalanan capaian Unpar hingga detik ini. Unpar juga senantiasa dipandu oleh visi dan misinya untuk menjadi “Great University”, sebagai tempat pilihan untuk pengembangan diri dengan pengakuan akan kualitas dan reputasinya, baik skala nasional maupun internasional.
Sebagai salah satu universitas swasta tertua di Indonesia, komunitas akademik Unpar tumbuh dan berkembang menghadapi tuntutan zaman. Ragam prestasi dan inovasi ditorehkan sivitas akademika, baik dari individu, alumni, maupun institusi. Pada akreditasi institusi di tahun 2017, Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) menetapkan Unpar dengan peringkat akreditasi “A” berdasarkan No. SK 4339/SK/BAN-PT/Akred/PT/XI/2017 dengan status kadaluarsa hingga 2022 mendatang (Sumber: banpt.or.id). Hal ini mempertahankan status Unpar sebagai salah satu perguruan tinggi swasta terbaik di Indonesia.
Lulusan yang dicetak tidak hanya memiliki intelektualitas yang tinggi, tapi juga memiliki hati nurani. Komunitas akademik Unpar selalu mengembangkan ilmu melalui penelitian untuk kemudian diabdikan kepada masyarakat, sesuai dengan sesanti Unpar “Bakuning Hyang Mrih Guna Santyaya Bhakti”, yaitu Berdasarkan Ketuhanan, Menuntut Ilmu untuk Dibaktikan kepada Masyarakat.
Saling melindungi, saling peduli
Memasuki usia ke-63 tahun, Unpar kembali merenung serta mengungkapkan rasa syukur atas segala karunia juga pencapaian kolektif yang telah diraih. Komunitas akademik Unpar ingin kembali mendekatkan diri di tatar parahyangan. Tanah Sunda yang menjadi tempat lahirnya Unpar menjadi saksi perjalanan Unpar selama lebih dari enam dekade ini. Tentunya, Unpar semakin bersyukur atas kebersamaan, pluralisme, dan kekhasan yang ada.
“Sabanda Sariksa” (saling melindungi, saling peduli) adalah rangkaian acara dalam rangka Dies Natalis ke-63 Unpar. Suatu pekan “Helar” (festival) yang terdiri dari berbagai kegiatan. Kali ini, Unpar merayakan hari jadinya dengan mengungkapkan rasa syukur dan kepeduliannya, terhadap masyarakat sekeliling, terhadap budaya tanah Parahyangan, maupun terhadap bangsa dan negara.
Unpar menyadari, perpecahan kelompok menjadi salah satu fenomena menonjol di Indonesia, baik di bidang politik, kebudayaan, dan lainnya. Ketua Perayaan Dies Natalis 63 Unpar Prof. Ignatius Bambang Sugiharto menjelaskan, dengan tema “Sabanda Sariksa”, komunitas akademik Unpar mencoba melawan arus terhadap fenomena tersebut. Bahwa, kita semua mempunyai harta yang sama, mempunyai kepedulian yang sama dalam satu harta, satu banda (sabanda). Dan satu kepedulian (sariksa).
“Kali ini, momen yang bagus untuk mengakrabkan diri kembali dengan lingkungan, dengan masyarakat sekeliling, dengan budaya sekeliling, dan dengan sikon Indonesia umumnya,” ungkap Prof. Bambang yang merupakan Guru Besar Fakultas Filsafat Unpar.
Rangkaian dies natalis
Selain orasi dies, Unpar juga akan menggelar festival keragaman budaya Indonesia bertajuk “Bhinnekaraya” selama sepekan. Festival tersebut akan dimeriahkan dengan seni budaya, fashion, dan sajian kuliner dari berbagai budaya di Indonesia.
Selain itu, ada layanan kesehatan gratis bagi masyarakat sekeliling: pertunjukan wayang Beber yang merupakan terobosan eksperimental menggunakan kertas daluang. Seluruh rangkaian acara akan ditutup dengan pagelaran wayang golek.
Adapun jadwal seluruh rangkaian kegiatan adalah sebagai berikut. Oratio Dies (Rabu, 17 Januari 2018 di kampus Unpar, Ciumbuleuit); Bhinnekaraya (Senin-Jumat, 22-26 Januari 2018 di kampus Unpar); Wayang Beber (Kamis, 25 Januari 2018 di kampus Unpar); Humanifesta (Jumat, 26 Januari 2018 di Hotel Savoy Homann/Bidakara); dan Wayang Golek (Sabtu, 27 Januari 2018 di kampus Unpar).
Sumber: Kompas Griya Ilmu (Selasa, 9 Januari 2018)